Paus Fransikus Terima Batik Ceplok Mangkara Kawung hadiah dari GKBRAy Paku Alam X yang dibawa PWKI

Paus Fransikus Terima Batik Ceplok Mangkara Kawung hadiah dari GKBRAy Paku Alam X yang dibawa PWKI

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Ist
Paus Fransikus Terima Batik Ceplok Mangkara Kawung hadiah dari GKBRAy Paku Alam X yang dibawa PWKI 

Oleh karena itu saya mensosialisasikan Astabrata itu melalui media batik, Kami semua membaca wasiat dari naskah aslinya dan kemudian menuangkan dalam bentuk gagasan dan diaplikasi dalam media batik

Setidaknya ajaran-ajaran luhur tentang kepemimpinan tidak akan hilang dan ini menjadi koleksi yang tidak ternilai,” tutur dia.

Menurut Gusti Putri, banyak orang yang belum tahu akan ajaran kepemimpinan Astabrata itu yang berasal dari 8 Dewa Lokapala (Penjaga Dunia). “Kalau saya cerita (soal Lokapala) bisa satu semester ini,” ucapnya tersenyum.

“Untuk membantu menterjemahkan naskah-naskah kuno itu, saya dibantu dua tim besar yaitu tim kajian di perpustakaan dan tim pembatik,” ujar Gusti Putri yang mulai membatik sejak jadi menantu Sri Paduka Paku Alam IX. 

“Sebentar lagi saya mantu anak ketiga. Sudah saya siapkan juga batiknya,”sambung President of Traditional Textile Arts Society of South-East Asia (TTASEA) ini. 

Dikenal konsisten dan gigih melestarikan batik dan wastra Nusantara lainnya dengan selalu mengenakan kain batik dan berkebaya saat tampil di depan publik, ia terus membatik karena batik memiliki nilai ekonomi tinggi. 

Baca juga: Sri Sultan Hamengkubuwono XI Siap Terima Utusan Paus Fransiskus di Yogyakarta

Dia pun bercerita betapa mahal harga batik tulis kreasinya karena dibuat secara personal dalam proses yang panjang dan sangat detail. Pengerjaan untuk satu motif batik dapat memakan waktu enam bulan.  

“Apalagi batik saya bolak-balik persis, sampai ke titik-titiknya,” ungkap Gusti Putri yang siang itu didampingi Mbak Anggie, asisten pribadinya.

Menurut Gusti Putri mahalnya batik tulis ciptaannya karena hanya tercipta sekali. “Kalaupun dibuat tiruannya, sentuhan garis dan warnanya pasti berbeda,” ujar Gusti Putri yang mulai melahirkan motif batik terinspirasi naskah kuno Pakualaman sejak 2009 ini.

Bagi suatu bangsa kehilangan kain tradisional itu sama seperti kehilangan satu tradisi. Karena itulah GKBRAy Paku Alam gigih dan konsisten mencintai batik

Selain membatik untuk “Kolekdol” (koleksi dan dol --dijual), ia juga berusaha mengangkat batik-batik yang hampir punah. Salah satunya batik Pandan Laut. “Karena yang menganyam adalah simbah-simbah yang sudah tua di Bantul,” terangnya.

Melihat kondisi tersebut, Gusti Putri berupaya agar para simbah pengrajin pandan laut bisa naik kelas, salah satunya dengan membuat harga jual harus Rp 50 ribu.

"Para simbah ini sangat ngenes sekali, tiga hari atau 5 hari menganyam pandan laut hasilnya hanya Rp 20 ribu. Makanya saya berupaya harga jualnya minimal harus Rp 50 ribu dan saya berjuang untuk itu, " ujar orang nomor satu di Puro Pakualaman itu. 

Sebagai upaya lain, Gusti Putri juga menggelar lomba untuk melukis di atas tas pandan. “Saya akan adakan lomba itu di ajang ICRAFT tahun ini. 

Nanti hasilnya dijual atau dilelang,” katanya seraya menambahkan bahwa itu merupakan salah satu upaya membuat UMKM naik kelas. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved