Pembunuhan Brigadir Yosua

Novel Baswedan Sindir Febri Diansyah? Singgung Integritas Saat Bahas Kasus Sambo

Eks penyidik senior KPK, Novel Baswedan, buka suara tentang sidang pembunuhan Yosua Hutabarat, dan menyindir Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
Channel Bambang Widjojanto
Bambang Widjojanto, Saor Hutabarat, dan Novel Baswedan 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, kembali buka suara tentang sidang pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Pada perkara tersebut, ada dua rekannya dulu bekerja di KPK, Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang, yang masuk dalam tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawati dan Ferdy Sambo.

Saat mendengar dua orang itu bergabung untuk membela bekas kadiv propam itu, Novel sempat menyarankan ada dua rekannya itu segera undur diri. Namun Febri dan Rasamala tetap pada keputusannya membela Ferdy dan Putri.

Dalam pembelaannya, penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawati meminta agar majelis hakim membebaskan kedua terdakwa, menyatakan tidak terbukti melakukan tindakan yang dituntut jaksa penuntut umum.

Pada talkshow di Channel Bambang Widjojanto, yang berjudul Aliran Uang Sambo Triliunan Tak Diungkap Dipersidangan, Novel Basewedan membuat pernyataan yang diduga mengarah kepada kuasa hukum terdakwa.

"Suatu perbuatan yang salah dibela menjadi benar, itu tidak berintegritas, itu masalah serius itu," ungkap Novel Baswedan.

Putri Candrawati dan barisan penasihat hukumnya saat sidang pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Selasa (20/12/2022)
Putri Candrawati dan barisan penasihat hukumnya saat sidang pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Selasa (20/12/2022) (TRIBUNJAMBI)

Dia menyampaikan hal itu saat memberi catatan menjelang vonis terhadap para terdakwa.

Pertama soal perencanaan pembunuhan, kedua tentang posisi justice collaborator.

Novel mengatakan, kalau memang Richard Eliezer menembak langsung ke Yosua secara spontan, tanpa ada skenario sebelumnya, maka Ferdy Sambo akan melakukan penembakan ke dinding pada waktu yang tidak singkat.

"Tapi kalau menembaki dinding itu langsung dilakukan saat itu, saya nggak yakin itu nggak ada perencanaan sebelumnya," ungkap Novel Baswedan.

Novel mengatakan itu beradasarkan pengalamannya sebagai penyidik, yang saat di kepolisian juga lama menjadi penyidik pidana umum.

Menurutnya, soal penembakan dinding ini adalah poin penting, yang jadi pentunjuk terang akan adanya perencanaan sebelum pembunuhan itu.

Dia mencontohkan, seandainya ada orang yang disuruh memukul, ternyata yang disuruh itu malah menembak, maka untuk menyelamatkan orang yang disuruh itu tidak mungkin spontan.

"Kalau dia untuk menyelamatkannya spontan, berarti itu sudah direncanakan sebelumnya. Tidak mungkin tidak ada perencanaan," ungkapnya.

Ketika dalam pembelaannya meminta untuk tidak diberikan hukuman pada Sambo dan beberapa terdakwa lagi, dan mengarahkan kesalahan kepada Richard Eliezer, menurut Novel Baswedan justru semakin menggambarkan Richard sudah berkata jujur.

"Saya yakin bahwa Richard telah berkata jujur, karena itulah dia disalahkan rame-rame. Ini terjadi perlawanan untuk orang yang berkata jujur yang mau membuka suatu perkara apa adanya," ungkapnya.

Dia menilai serangan pada Richard yang berstatus Justice Collaborator tidak hanya diarahkan oleh Ferdy Sambo dkk, tapi juga oleh negara, sebab dia dituntut lebih tinggi dari tiga terdakwa lainnya.

"Ini yang dikhawatirkan," ucapnya.

Menurutnya, hal ini akan membahayakan di masa yang akan datang. Dia pun meminta orang yang paham hukum tidak membiarkan itu terjadi, sebab tidak akan ada lagi nanti yang orang mau bicara jujur.

"Kalau kita kemudian orang-orang yang paham hukum membiarkan ini terjadi, besok akan ditiru oleh orang lain lagi yang serupa, sehingga orang tidak akan mau menjadi justice collaborator. Kenapa? Karena resiko perlawanan semakin berat, dan negara atau penegak hukum tidak hadir melindungi orang-orang yang juur. Ini bahaya," tuturnya.

Pada perkara ini, Richard Eliezer dituntut oleh jaksa penuntut umum 12 tahun penjara.

Sementara tiga terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawati, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf, hanya dituntut 8 tahun penjara.

Adapun Ferdy Sambo yang menjadi terdakwa otak pembunuhan berencana ini dituntut hukuman seumur hidup.

Sidang pembacaan vonis untuk Ferdy Sambo akan disampaikan pada 13 Februari 2023.

Baca juga: Ferdy Sambo Siapkan Mental Hadapi Vonis Hakim di Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir Yosua

Baca juga: Jelang Vonis Ferdy Sambo 13 Februari 2023, Rasamala Aritonang: Jangan Ada yang Mempengaruhi

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved