Sidang Ferdy Sambo
Putri Candrawati Ngaku Dilecehkan, Pakar Sebut Tak Ada Bukti Kuat, Sulit Dapat Keringanan Hukuman
Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo dan istri, Putri Candrawati, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat tak miliki bukti kuat pelecehan
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo dan istri, Putri Candrawati, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat tak miliki bukti kuat pelecehan yang dituduhkan.
Dengan tidak ada bukti pelecehan tersebut tidak akan memberikan keringan hukuman kepada keduanya atas peristiwa penembakan di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan itu.
Keraguan untuk mendapatkan keringan bagi kedua terdakwa tersbeut disampaikan Hibnu Nugroho, Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Sebab, hingga saat ini, belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Putri Candrawati menjadi korban kekerasan seksual dari Brigadir Yosua.
Namun yang ada saat ini bahwa dugaan kekerasan baru berdasar pada pengakuan Putri semata.
Baca juga: Rekaman CCTV Diputar di Sidang, Bharada E Tersudut, Sambo Ucap Terimakasih dan Ingin Hakim Objektif
"(Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi) memang tidak mempunya bukti seperti dalil-dalil yang disampaikan. (Sambo) hanya menyampaikan marah, marah sebabnya apa? Buktinya mana?" kata Hibnu, Selasa (20/12/2022).
Menurutnya, pengakuan Putri tidak cukup untuk membuktikan adanya kekerasan seksual.
Terlebih dijadikan alasan untuk melakukan pembunuhan Brigadir Yosua.
Maka kata Hibnu, harus ada bukti lain yang memperkuat keterangan istri Ferdy Sambo itu.
Jika memang terjadi pelecehan, seharusnya saat itu Putri langsung melapor ke pihak kepolisian.
Sehingga pihak berwenang segera mencari bukti-bukti.
Baca juga: Analisa Mantan Hakim, Andai Benar Ferdy Sambo Tak Ikut Tembak Brigadir Yosua
Perkara kekerasan seksual umumnya dibuktikan dengan hasil visum korban.
Namun, visum dapat menjadi bukti hanya jika peristiwa kekerasan baru saja terjadi.
Sementara, pada kasus Putri, pemerkosaan diklaim terjadi pada 7 Juli 2022, sehingga visum tidak mungkin lagi dilakukan kini.
"Itu kesalahan sejak awal, kenapa tidak dilakukan pembuktian. Kita kan kalau bicara hukum bicara bukti. Apalagi bicara visum, itu harus secepatnya. Bisa 2-3 hari sudah sembuh. Itu kesalahan fatalnya di situ," ujar Hibnu.