Sidang Ferdy Sambo
Keterangan Ahli Pada Sidang Ferdy Sambo Perkara Pembunuhan Berencana Brigadir J
Pada sidang Ferdy Sambo dkk hari ini beragendakan mendengarkan keterangan ahli, yakni ahli hukum pidana dan ahli psikologi forensik.
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
Sidang Ferdy Sambo dkk Terkait Pembunuhan Berencana Brigadir Josua Hutabarat
TRIBUNJAMBI.COM - Pada sidang Ferdy Sambo dkk hari ini beragendakan mendengarkan keterangan ahli.
Ada tiga orang yang dihadirkan pada sidang perkara pembunuhan berencana pada Brigadir Yosua Hutabarat ini, Rabu (21/12/2022).
Mereka yang didengarkan keterangannya adalah dua orang ahli hukum pidana dan satu orang lagi ahli psikologi forensik.
Jaksa Penuntut Umum dan Kuasa Hukum Terdakwa lebih terlihat banyak menggali keterangan ahli psikologi forensik, Reni Kusumowardhani.
Reni adalah Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor).
Lembaga yang dipimpinnya diminta penyidik untuk melakukan profiling para terdakwa dan korban.
Dikutip dari Wikipedia, Psikologi forensik adalah cabang dari ilmu psikologi yang berhubungan dengan dampak dari faktor afektif, kognitif, dan perilaku pada individu dengan proses hukum.
Pada paparannya di ruang sidang, Reni mengatakan Ferdy Sambo memiliki kecerdasan di atas rata-rata orang seusianya.
Sifat bekas kadiv propam itu, ungkapnya, emosional dan butuh dukungan untuk melakukan tindakan yang besar atau keputusan berat.
Sementara Putri Candrawati menurut penelitian yang mereka lakukan, pribadi yang membutuhkan sosok yang bisa memberikan rasa aman baginya.

Dia menyebut rasa aman itu bisa saja dari orang tua, suami, bahkan juga dari ajudan yang telah dia percayai.
Adapun Richard menurutnya polisi yang emosinya masih labih, dengan kecerdasan rata-rata orang seusianya.
Baca juga: Bharada E Berani Tembak Brigadir Yosua Kata Ahli Psikologi Forensik Karena Patuh dengan Ferdy Sambo
Untuk kepribadiannya, menurutnya sosok yang sangat patuh pada atasan, terlebih pada orang yang punya pangkat jauh di atasnya.
Sedangkan Bripka Ricky Rizal dia sebut memiliki kecerdasan di atas rata-rata, dengan kepribadian yang lebih tenang.
Dua ART Ferdy Sambo yang turut diprofiling adalah Kuat Maruf dan Susi.
Hasil penelitian mereka, dua orang ini memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata orang seusia mereka.
Kasus Pembunuhan Berencana
Sehari yang lalu, JPU menghadirkan ahli digital forensik, Heri Priyanto, yang sehari-hari dinas di Polri.
Dia menunjukkan hasil rekaman CCTV yang telah dianalisis di laboratorium forensik.
Pada video yang diputarnya di ruang sidang, jelas terlihat saat Putri Candrawati dan Kuat Maruf naik langsung dari lantai ke lantai 3 rumah Saguling.
Saat itu tidak sendiri, tapi ditemani oleh Kuat Maruf. Mereka naik berdua sesaat setelah tes PCR.
Adapun pada sidang sebelumnya, Putri Candrawati mengaku setelah PCR ke lantai dua menemui suami.
Dia kemudian makan, lalu naik ke lantai tiga, dan di sana menceritakan peristiwa di Magelang.
Tidak ada disebutnya ditemani Kuat Maruf naik lift di rumah Jalan Saguling.
Demikian juga saat kesaksian Kuat, dia mengaku hanya di lantai 1, padahal ikut naik ke lantai 3.
Pada rekaman itu, tidak terlihat Ferdy Sambo pakai sarung tangan saat turun di rumah dinas di Duren Tiga Nomor 46.
Sedangkan saksi yang menyatakan saat itu Ferdy Sambo memakai sarung tangan ada dua orang.
Baca juga: Bocor! Isi Pemeriksaan Psikologi Forensik Apsifor Pada Brigadir Yosua Hutabarat
Rommer mengatakan melihatnya saat Ferdy Sambo turun dari mobil.
Sedangkan saksi Richard Eliezer mengungkapkan dia lihat Ferdy Sambo pakai sarung tangan hitam kala menembak bagian kepala Brigadir Yosua Hutabarat.
Pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis, mengatakan dari rekaman CCTV sudah jelas ada kebohongan yang dibuat Richard Eliezer, yang berstatus juctice collaborator.
Sementara Febri Diansyah, Penasihat Hukum Putri Candrawati mengatakan, tidak adanya penggunaan sarung tangan di CCTV, sudah menggugurkan asumsi terjadinya perencanaan.
Berkat CCTV, menurut bekas juru bicara KPK itu, sejumlah poin dalam dakwaan jaksa penuntut umum telah gugur.
Tanggapan Ahli Pidana
Dosen Ilmu Hukum Universitas Trisakti, yang juga mantan hakim, Asep Iwan Iriwawan, menyebut sarung tangan bukanlah satu-satunya bukti untuk menyebut adanya perencanaan.
Dia menyebut, saat jenderal bintang 2 membiarkan Bharada E menembak Yosua, menjadi petunjuk bagi hakim.
Apalagi Ferdy Sambo kemudian menembaki dinding, yang diduga menjadi bagian dari upaya mengubah jejak dari penembakan menjadi baku tembak.
"Otak pelaku pembunuhan tidak harus ikut melakukan penembakan. Soal perencanaan juga ada pertemuan yang dilakukan di Duren Tiga," ungkap Asep, dikutip dari Komaps TV.
Senada, Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting menilai, tidak terlihatnya Ferdy Sambo pakai sarung tangan di rekaman CCTV, belum membuktikan tidak adanya pembunuhan berencana.
Menurut dia, sarung tangan hanya bagian kecil dari upaya pembuktian perencanaan pembunuhan.
Konteks sarung tangan pada kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini hanya untuk membuktikan apakah Sambo turut menembak atau tidak.
Sebelumnya dalam sidang pada Selasa (20/12/2022), diputarkan rekaman CCTV yang menunjukkan kejadian di rumah Jalan Saguling.
Dalam rekaman itu, Ferdy Sambo tidak tampak menggunakan sarung tangan hitam saat keluar dari rumah pribadinya di Saguling.
Baca juga: Reza Khawatir Hasil Pemeriksaan Psikologi Forensik Brigadir Yosua Tidak Valid
Selain itu, rekaman CCTV tersebut juga menunjukkan peristiwa di depan rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam rekaman itu, Sambo juga terlihat tidak mengenakan sarung tangan hitam saat turun dari mobil.
Brigadir Yosua Hutabarat merupakan anggota Polri yang berasal dari Jambi yang tewas ditembak di Duren Tiga pada 8 Juli 2022.
Setelah pembunuhan dilakukan autopsi, dan hasilnya ditemukan ada 7 luka tembakan masuk.
Hasil pemeriksaan lanjutan, ada perbedaan peluru yang menembus kepala dengan dada.
Bharada E mengaku hanya melakukan penembakan ke arah bagian depan Yosua.
Dia menyebut setelah dia menembak, Yosua jatuh tersungkur.
Ferdy Sambo dia sebut maju mendekati korban yang tergeletak telungkap, kemudian menembak ke arah kepala.
Namun Ferdy Sambo membantah itu menembak, dan juga menyebut tak pernah menyuruh Bharada E melakukan penembakan. (*)
Baca juga: Psikolog Forensik Reni Kusumowardhani: Keterangan Bu Putri Layak Dipercaya
Baca juga: Aktivis Perempuan Ini Ragukan Putri Candrawati Jadi Korban Kekerasan Seksual