Sidang Ferdy Sambo
Sidang Pembunuhan Brigadir Yosua, Febby Mutiara Pakar Hukum UI Minta Fokus Pembuktian Pasal 340
Pakar Hukum Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson, meminta hakim dan jaksa fokus pembuktian Pasal 340 pada sidang pembunuhan Brigadir Yosua
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM - Pakar Hukum Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson, meminta hakim dan jaksa fokus pembuktian Pasal 340 KUHP dalam sidang pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.
Dia mengatakan, pada sidang yang sudah berlangsung sejauh ini, masih lebih banyak berkutat pada aspek yang tidak berkaitan langsung dengan pasal yang dituduhkan pada terdakwa.
Misalnya keterangan saksi Susi, ART Ferdy Sambo yang ramai jadi pembicaraan karena dianggap berbohong, tidak memiliki kaitan langsung dengan pembunuhan.
"Mereka (saksi) berkelitnya bukan di Pasal 340, tapi justru pada pasal yang tidak berkesuaiaan. Sebaiknya janganlah terbawa skenario pihak sana," ucap Febby, dalam tayangan TV One.
Untuk pembuktian adanya pembunuhan berencana, ungkapnya, harus jelas kapan perencanaan tersebut dilakukan, siapa saja yang terlibat, peluru mana yang menyebabkan, bagaimana cara menembak, dan banyak aspek lainnya.
"Itulah yang lebih penting, membuktikan soal ada tidaknya unsur perencanaan. Kalau pembunuhan (Pasal 338) itu sudah pasti ada," ungkapnya.
Pada kesaksian sebelumnyan di PN Jakarta Selatan, Susi banyak ditanyakan oleh jaksa dan hakim tentang peristiwa di Magelang dan Rumah Saguling.
Berkali-kali ART Ferdy Sambo itu menjawab tidak tahu. Dia juga telah mengubah sebagian isi berita acara pemeriksaan (BAP) di persidangan.
Menurutnya, keterangan saksi Susi sudah tidak lagi diyakini oleh majelis hakim, yang terlihat dari tanggapannya di ruang sidang.
Berkali-kali hakim meminta saksi supaya tidak bohong, dan juga menjelaskan ancaman pidana terkait kesaksian palsu.
Febby menilai, dari celutukan hakim selama persidangan, cukup jelas banyak kesaksian dari kelompok ART yang tidak diyakini lagi kebenarannya.
Menurut pandangan perempuan bergelar doktor itu, saksi Susi seperti sudah menghafal jawaban yang akan disampaikan.
"Keterangan dia sesuai dengan BAP, tapi terkesan menghapal BAP memang. Ada pada sutu saat, hakim bertanya kepada dia, belum selesai hakim nanya, dia sudah menjawab. Artinya dia sudah tahu apa yang akan ditanyakan dan akan jawab apa," tuturnya.
Selanjutnya ada saat hakim bertanya suatu fakta yang tidak ada di dalam BAP, tapi saksi berfikir lama baru menjawab.
"Padahal itu hal yang sehari-hari ada di rumah itu. Harusnya kan kesaksian itu apa yang dia lihat, dia dengar, dia alami, itu saja yang disampaikan," tuturnya.
Kesaksian sejumlah ART yang terkesan menyudutkan almarhum Brigadir Yosua Hutabarat, menurutnya, tak terlepas dari adanya relasi kuasa antara Ferdy Sambo-Putri Candrawati dengan para saksi kalangan ART.
Ada kemungkinan para saksi itu mengalami ketakutan apabila bicara apa adanya di persidangan, sehingga berusaha memberikan jawaban yang menurut saksi bisa membantu sang majikan.

Tak Ada Saksi Pelecehan
Pada sidang pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat ini, narasi pelecehan seksual masih terus dibawa pihak terdakwa, yang diduga untuk upaya meringankan dari ancaman pidana mati.
Bahkan saat berhadapa dengan Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Yosua, dengan yakin Ferdy Sambo mengatakan pembunuhan ini terjadi tak terlepas dari perlakuan korban pada Putri Candrawati.
"Bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat kemarahan saya atas permbuatan anak bapak kepada istri saya. Itu nanti dibuktikan di persidangan," kata Ferdy Sambo sambil menatap Samuel, di ruang sidang.
Pada sidang terbaru, Susi yang menjadi saksi mengungkapkan dia tak mengetahui adanya pelecehan di Magelang.
"Ada tidak tindakan pelecehan terhadap ibu PC?" tanya hakim pada susi.
"Kalau saya tidak tahu," jawab Susi. Jaksa mempertegas lagi, dan Susi masih dengan jawaban yang sama.
Baca juga: Profil dan Biodata Ronny Talapessy Pengacara Bharada Richard Eliezer Kasus Pembunuhan Brigadir J
Baca juga: Profiling Brigadir Yosua Berkepribadian Ganda, Keluarga Beri Bantahan, Pengamat Anggap Tak Relevan
Hal senada juga dikatakan Kuat Maruf. Melalui kuasa hukumnya, Irwan Irawan, menyebut tidak tahu ada pelecehan.
"Dia tidak tahu, hanya mendapatkan ibu di depan kamar, sedang tergeletak di pakaian yang belum dicuci itu," ucap Irwan, dikutip dari liputan Kompas TV.
Pengacara Putri Candrawati, Febri Diansyah, masih terus yakin adanya pelecehan di Magelang.
Dia menyebut bukti-bukti sudah ada, dan juga telah diketahui oleh jaksa.
"Seluruh bukti yang kami sampaikan, itu sudah dipegang oleh JPU. Kenapa? Kami dapatkan bukti-bukti tersebut dari berkas perkara yang diserahkan oleh jaksa penuntut umum," ungkapnya.
Dia bilang nanti di persidangan akan menyampaikan bukti lain di persidangan yang akan datang, saat mereka mendapatkan sesi.
Sebagaimana diketahui, Brigadir Yosua Hutabarat tewas di rumah dinas Polri Duren Tiga Nomor 46, pada 8 Juli 2022.
Anggota Polri yang dulu dididik Brimob tersebut tewas dengan sejumlah luka tembak di tubuhnya.
Dia dimakamkan di Sungai Bahar, Jambi, pada 11 Juli 2022.
Sementara kasus ini awalnya disebut sebagai baku tembak antara Bharada Richard Eliezer dengan Brigadir Yosua Hutabarat.
Belakangan terungkap ternyata itu hanya skenario fiktif yang dibuat oleh Ferdy Sambo dkk.
Peristiwa sebenarnya dalam tragedi menjelag petang itu adalah penembakan searah ke arah Brigadir Yosua. (*)
Baca juga: Brigadir Yosua Diprofilkan Bagai Pelaku Kejahatan, Ahli Kriminolog Forensik Tagih Fairness
Baca juga: Rasamala Aritonang Mencecar Rommer Soal Brigadir Yosua ke Holywings, Hakim Ingatkan Fokus Dakwaan