Pemilu 2024

Mantan Napi Koruptor Dibolehkan Menjadi Calon Legislatif 2024, Syaratnya Harus Lakukan Ini

Selain itu, manan napir eks koruptor diwajibkan mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana melalui media massa.

Editor: Rahimin
grafis wawan/ruliyanto
Ilustrasi calon legislatif. Mantan Napi Koruptor Dibolehkan Menjadi Calon Legislatif 2024, Syaratnya Harus Lakukan Ini 

TRIBUNJAMBI.COM - Mantan napi koruptor dibolehkan menjadi calon legislatif di Pemilu 2024 mendatang.

Dibolehkannya mantan napi koruptor menjadi calon legislatif seperti sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI harus mengikuti aturan yang sudah dibuat.

Namun, mantan napi koruptor yang mau menjadi calon legislatif itu harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan.

Menurut UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mantan napi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif perlu membuat keterangan pernah dipenjara sebagai syarat administratif pencalonan.

Sesuai bunyi bunyi Pasal 240 Ayat (2) huruf c UU Pemilu Surat pernyataan bermeterai bagi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana.

Selain itu, manan napir eks koruptor diwajibkan mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana melalui media massa.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum akan membuat larangan eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai legislator pada pemilu mendatang.

Komisioner KPU RI Idham Holik bilang, dalam membuat aturan penyelenggaraan pemilu, pihaknya berpedoman di peraturan perundang-undangan.

Menurutnya, hak untuk dipilih diatur dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Di Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 berbunyi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Selain itu, di UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah mengatur hak untuk memilih dan dipilih.

Sesuai Pasal 43 Ayat (1) UU HAM pada pokoknya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu.

Bunyi pasal tersebut: Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 73 UU HAM mengatur soal pembatasan dan larangan hak serta kebebasan setiap warga.

Isinya: Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

"Dalam konteks ini, menjadi penting bagi kita untuk menelaah Pasal 43 Ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 dan Pasal 73 UU Nomor 39 Tahun 1999," katanya kepada Kompas.com, Minggu (11/9/2022).

Pada Pemilu 2019 lalu, KPU melarang eks napi koruptor mencalonkan diri sebagai peserta Pemilu.

Larangan untuk mantan napi koruptor itu diatur di PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

Namun, larangan napi korupsi mencalonkan diri di Pemilu 2019 digugat sejumlah pihak, diantaranya mantan napi korupsi.

Mahkamah Agung (MA) akhirnya membatalkan PKPU tersebut.

MA menyatakan bahwa larangan itu bertentangan dengan UU Pemilu.

"Itu bertentangan dengan UU Pemilu. UU Pemilu kan membolehkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu," kata Juru Bicara MA Suhadi kepada Kompas.com, Jumat (14/9/2018) lalu.

"Kalau PKPU kan menutup sama sekali kan. Bertentangan atau enggak itu? Ya kalau menurut MA ya bertentangan," lanjutnya.

Dari putusan MA ini, Idham bilang, menjadi satu pertimbangan KPU tak melarang napi korupsi mencalonkan diri di pemilu.

"Putusan MA adalah bersifat final dan mengikat. Kami wajib melaksanakan Putusan MA," katanya.

Pihaknya belum membuat aturan yang melarang mantan napi koruptor mencalonkan diri pada Pemilu 2024 nanti.

Idham bilang, untuk membuat aturan itu perlu revisi UU terkait.

"Sampai saat ini UU Nomor 7 Tahun 2017 khususnya Pasal 240 Ayat (1) huruf g masih berlaku," ujarnya.

Untuk calon legislatif dari mantan napi koruptor, katanya, diwajibkan mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana.

Pemilu 2019, aturan ini tertuang dalam Pasal 45A Ayat (2) PKPU Nomor 31 Tahun 2018.

"Melampirkan surat keterangan dari kepala lembaga pemasyarakatan yang menerangkan bahwa bakal calon yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap," kata Idham kepada Kompas.com, Selasa (23/8/2022) lalu.

Mantan napi koruptor juga diwajibkan melampirkan salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Selain itu harus melampirkan surat dari pemimpin redaksi media massa lokal maupun nasional bukti dimuatnya pemberitaan tentang status caleg sebagai mantan napi koruptor

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Begini Reaksi KPK Saat Presiden Jokowi Tegaskan Tak Akan Bebaskan Napi Koruptor

Baca juga: Rencana Bebaskan Napi Koruptor, Mahfud MD: Diburu Belum Dapat, yang Sudah Ada Malah Mau Dilepas

Baca juga: Koruptor Bebas Bersyarat, Mahfud MD Sebut Pemerintah Tak Boleh Ikut Campur

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved