Brigadir Yosua Tewas Ditembak
Prof Andi Hamzah Sorot Peran Komnas HAM Pada Kasus Kematian Brigadir Yosua Hutabarat
Berita terbaru josua, Ahli hukum pidana, Prof Andi Hamzah, menyoroti peran yang diambil Komnas HAM pada kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.
Penulis: tribunjambi | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Ahli hukum pidana, Prof Andi Hamzah, menyoroti peran yang diambil Komnas HAM pada kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.
Andi Hamzah dengan tegas mengatakan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat bukan ranah Komnas HAM menyelidikinya.
"Itu bukan peristiwa pelanggaran berat HAM," kata Prof Andi Hamzah, dikutip dari tayangan di Channel Youtube ILC, tayang pada 2 September 2022.
Dijelaskannya, semua pembunuhan adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), tapi bukan pelanggaran berat HAM.
"Tugas Komnas HAM untuk pelanggaran berat HAM seperti di Timor Timur dulu," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pada kasus di wilayah yang kini jadi Timor Leste itu, pada tahun 1999, ada kejahatan terhadap kemanusiaan secara meluas dan sistematik terhadap penduduk sipil.
Terjadi pembunuhan, deportasi paksa penduduk, penahanan ilegal, dan sejumlah perbuatan tidak manusiawi yang diarahkan terhadap warga sipil.
Sementara itu, pada kasus Ferdy Sambo, Komnas HAM kembali mendapatkan sorotan, setelah mengungkap dugaan adanya pelecehan seksual atas kematian Beigadir Yosua.
Baca juga: Terungkap Alasan Ferdy Sambo Berpeluang Dapat Hukuman Berat
Baca juga: Lagu Mengenang Brigadir Yosua, Cerita Serli Napitu Tentang Ajudan Merah Putih dan Anak Hasian
Dugaan itu disampaikan berdasarkan keterangan yang diperoleh mereka dari tersangka Kuat Maruf. Disebutkan peritiwanya di Magelang.
Komnas HAM kemudian memberikan rekomendasi agar kasus dugaan pelecehan itu diusut kepolisian.
Di sisi lain, kasus pelecehan yang sempat dilaporkan dihentikan penyidik kepolisian.
Alasannya, tidak terdapat tindak pidana pelecehan di Duren Tiga seperti yang ada dalam laporan Putri Candrawathi.
Sementara terkait dugaan yang terjadi di Magelang, tidak ada laporan yang masuk.
Kasus pelecehan bersifat delik aduan, harusnya diadukan langsung oleh korban atau keluarga korban ke kepolisian.
Pada kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat, Komnas HAM saat konfrensi pers menyampaikan ada lima kesimpulan dari isi rekomendasi Komnas HAM.
Pertama, terjadi pembunuhan pada Brigadir Yosua pada 8 Juli 2022 di Duren Tiga Nomor 46 Jaksel.
Kedua, pembunuhan Brigadir Yosua masuk kategori extra judicial killing
Ketiga, tidak adanya penyiksaan terhadap Brigadir Yosua berdasarkan hasil autopsi
Keempat, dugaan kuat terjadinya kekerasan seksual dilakukan Brigadir Yosua pada Putri Candrawathi di Magelang.
Kelima, terjadi obstruction of justice pada penanganan kematian Brigadir Yosua.
Menarik Simpati Publik
Putri Candrawathi diuntungkan atas temuan Komnas HAM soal dugaan kekerasan seksual yang dialamatkan ke Brigadir Yosua Hutabarat.
Menurut Pakar psikologi forensik dan pemerhati kepolisian, Reza Indragiri Amriel, pernyataan Komnas HAM itu bisa dipakai Putri menarik simpati publik.
Bahkan bukan tidak mungkin juga kelak dipakai oleh Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo untuk membela diri di pengadilan.
"Pernyataan Komnas itu jelas menguntungkan PC. Dia sekarang punya bahan menarik simpati publik," kata Reza, dikutip dari Kompas.com.
Reza menambahkan, Putri Candrawathi juga bisa jadikan pernyataan Komnas membela diri dengan harapan bisa bebas murni.
Menurut Reza, temuan Komnas HAM itu sebenarnya bersikap spekulatif.
Menurutnya, dugaan itu tak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum.
Sebabnya, Indonesia tidak mengenal persidangan yang digelar setelah terdakwa meninggal dunia.
Oleh karenanya, dalam kasus ini, mendiang Brigadir Yosua tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan Komnas HAM.
"Jadi, mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma belaka bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual," ucap Reza.
Demikian juga dengan Putri. Menurut Reza, betapa pun Putri mengeklaim sebagai korban kekerasan seksual dan Komnas HAM mengamininya, tetap tidak mungkin menerima hak-hak sebagai korban.
Sebab, undang-undang mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar Putri bisa mendapat restitusi dan kompensasi.(*)
Baca juga: Cerita Serli Napitu, Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua Jadi Perhatian Warga di Inggris
Baca juga: Putri Candrawathi Tak Ditahan, Keluarga Brigadir Yosua:Hukum Indonesia Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas