Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Waka LPSK Edwin P Pasaribu; Pelecehan Seksual Putri Candrawathi di Luar Nalar(1)

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengaku menerima banyak laporan pelecehan seksual.

Editor: Fifi Suryani
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, saat wawancara eklusif di Kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2022). 

Di hari yang sama kami bertemu dengan Bharada E. Dia juga mengajukan permohonan secara langsung dan juga menceritakan apa yang terjadi versi pertama.

Permohonan ibu PC secara resmi baru kami terima tanggal 14 Juli 2022 yang diajukan lewat kuasa hukumnya. Tanggal 16 Juli 2022 kami diagendakan bertemu dengan ibu PC di rumah pribadi saguling.

Di pertemuan itu ibu PC bersama Komnas Perempuan, seperti yang kami sampaikan bahwa kami tidak mendapat informasi apapun dari ibu PC saat itu.

Maksudnya tidak mendapat informasi, Ibu PC diam saja?

Iya dia di dalam kamar, staf kami bersama Komnas Perempuan menemui Ibu PC di rumah pribadi saguling. Ibu PC hanya berbaring di tempat tidur. 

Informasi yang saya dapatkan tidak pakai make-up, tidak pakai masker, tapi tidak ada yang bisa digali. Saat itu ibu PC hanya menangis saja. 

Pada umumnya laporan kekerasan seksual ada relasi kuasa artinya posisi pelaku lebih dominan ketimbang korban. Sini brigadir, sono istri jenderal, ini saja sudah gugur. Umumnya pelaku memastikan tidak ada saksi, walaupun bisa saja ada anomali.

Sementara peristiwa Duren TIga ada saksi lainnya selain saksi dan korban. Ada Ricky, Richard, dan Kuwat. Ini membuat kami bertanya-tanya benarkah peristiwa pelecehan seksual ini ada karena diluar nalar. 

Metode apa sebetulnya yang digunakan LPSK untuk menguji kebenaran laporan pelecehan seksual?

Kalau undang-undang memberikan empat syarat. Satu apakah pemohon memiliki sifat keterangan untuk mengungkap suatu perkara. Yang kami uji juga apa permohonan ini berdasarkan sesuatu kebenaran.

Kedua, kita mendalami tingkat ancaman, ada tingkat ancaman yang dihadapi pasca peristiwa tindak pidana. 

Yang ketika kita mendalami situasi medis dan psikologisnya. Ada tidak yang mengakibatkan dia terganggu misalnya sakit dan traumatik.

Keempat adalah apakah pemohon pernah melakukan kejahatan. Dan yang paling penting adalah kita melakukan sinkronisasi laporan pemohon karena kami mendapatkan laporan yang tidak sinkron.

Yang paling tidak sinkron dan krusial apa contohnya?

Kami mendapat informasi bahwa almarhum Brigadir Josua dapat luka tembak di belakang kepala tembus ke hidung. Luka tembak itu tidak mungkin terjadi kalau versi ceritanya tembak menembak. Itu tidak mungkin terjadi.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved