Editorial

Punya Rektor Kok Koruptor

Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan Karomani sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri

Editor: Deddy Rachmawan
kompas.com/syakirun ni'am
Rektor Universitas Lampung Karomani saat hendak dibawa ke rumah tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka suap dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri, Minggu (21/8/2022) 

“Punya Rektor Kok Koruptor”. Begitu salah satu tulisan di spanduk yang dibawa mahasiswa Universitas Lampung atau Unila yang berunjuk rasa di depan gedung rektorat kampus mereka, Senin (22/8).

Demonstrasi yang dipicu oleh suap yang diterima oleh Rektor Unila Karomani.

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sudah menetapkan Karomani sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur mandiri.

Karomani tak sendiri. Wakil Rektor bidang Akademik Heryandi dan Ketua Senat Unila M Basri juga menyandang status tersangka.

Sedangkan satu orang lainnya yang ditetapkan tersangka dari pihak luar kampus adalah AD yang diduga menjadi pemberi suap untuk penerimaan mahasiswa baru.

Baca juga: Link Pendaftaran Mahasiswa Baru 15 PTN Lewat Jalur Mandiri - Unpad, UI, Undip, ITB, UNY, UNS

Dunia kampus yang dikenal merupakan tempat orang-orang berpendidikan, terdidik menjadi tercoreng dengan ulah Karomani cs.

Ia menjadikan jalur mandiri ladang memperkaya diri dengan mematok tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta untuk calon mahasiswa baru yang mengikuti seleksi jalur mandiri di Unila.

Karomani bukanlah rektor pertama di negeri ini yang tersangkut kasus korupsi. Tak perlu jauh-jauh melihat.

Beberapa rektor di Universitas Jambi juga pernah tersangkut kasus hingga harus masuk terungku. Karomani sendiri  disebut-sebut pernah menjadi pejabat di perguruan tinggi ini.

Kita tentu ingat dengan kasus yang dialami oleh bekas Ketua Umum PPP, Romahurmuziy. Dari kasus terkait jual beli jabatan, KPK kemudian mendalami kasus ini terkait pemilihan rektor di sejumlah universitas islam negeri.

Maka tak heran, bila kemudian masyarakat merasa bahwa proses pemilihan rektor di perguruan tinggi lebih kental nuansa politik ketimbang akademik.

Aksiomatik memang dan tentu tidak selalu begitu. Namun bila ini benar sangat kentara aroma transaksional di sana.

Tak heran pengamat pendidikan Darmaningtyas membahasakannya proses pemilihan rektor di PTN tidak jauh berbeda dengan pemilihan pejabat negara. Itu satu hal.

Baca juga: Karomani Total Terima Rp5 Miliar dari Mahasiswa Baru, Warek & Ketua Senat Unila Ikut Jadi Tersangka

Adapun terkait jalur mandiri, Darmaningtyas pun sudah kerap menyuarakan bahwa jalur tersebut berpotensi menjadi celah korupsi.

Tak heran meski jalur mandiri diatru dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan, toh Darmaningtyas sejak awal mendorong penghapusan pasal tentang penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di UU Pendidikan tersebut.

Dan kita pun heran bagaimana bisa ada orang tua yang rela menyuap untuk masuk perguruan tinggi negeri, apapun itu motifnya.

Dunia pendidikan sudah seharusnya bersih dari praktik-praktik seperti itu. Kampus adalah dunia tempat menempa calon-calon pemimpin.

Keteladanan pemimpin yang bersih yang harus ditularkan kepada civitas akademika. (*)

Sumber: Tribun Jambi
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved