Pengamat Minta Rencana Skema Subsidi Tertutup untuk Pertalite Dibatalkan

Pemerintah berencana menerapkan skema subsidi tertutup BBM jenis Pertalite. Namun langkah itu mendapat kritikan agar rencana itu dibatalkan.

Editor: Teguh Suprayitno
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ilustrasi SPBU Pertamina. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA – Pemerintah berencana menerapkan skema subsidi tertutup BBM jenis Pertalite. Namun rencana itu mendapat kritikan bahkan didesak agar dibatalkan.

Menurut Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, subsidi melalui pembatasan pembelian Pertalite dengan penetapan kriteria konsumen tidak tepat.

Alasannya, sulit merumuskan kriteria siapa yang berhak membeli Pertalite harga subsidi. Dan lebih sulit lagi menerapkan kriteria di SPBU.

Selain itu, mekanisme tersebut akan ada 2 harga berbeda antara harga subsidi dan non subsidi. Adanya dua harga berbeda mendorong moral hazard, baik dilakukan SPBU, maupun konsumen.

“Berdasarkan alasan tersebut, sebaiknya rencana pembatasan Pertalite dan Solar melalui penetapan kriteria harus dibatalkan,” kata Fahmy, Rabu (1/6/2022), seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Naik, Jokowi: Kita Tahan-tahan Agar Petralite Tidak Naik

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) RI Edy Priyono sebelumnya menyampaikan, kenaikan subsidi BBM dan LPG merupakan dampak dari kenaikan harga migas di pasar global.

Oleh karena Indonesia masih banyak mengimpor migas, maka saat harga beli naik, otomatis pemerintah harus menaikkan porsi subsidi ketika ingin mempertahankan harga di masyarakat.

Pemerintah tetap mempertahankan subsidi BBM khususnya jenis Pertalite dan LPG tiga kilogram, untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga-harga komoditas, imbas dari ketidakpastian global.

Edy mengungkapkan, pemerintah sebenarnya bisa saja mencabut subsidi dan melepas BBM jenis Pertalite serta LPG tiga kilogram dengan harga keekonomian demi menjaga stabilitas APBN. Tapi opsi tersebut tidak dipilih, dan pemerintah justru menambah anggaran belanja untuk subsidi energi.

Terlebih, subsidi energi, khususnya LPG, dinilai banyak yang kurang tepat sasaran, karena banyak dinikmati oleh kelas menengah-atas.

Baca juga: Penyelewengan BBM Subsidi di Kalimantan Barat Rugikan Negara Rp10 Miliar, Polisi Tangkap 24 Pelaku

Dengan skema subsidi terbuka seperti saat ini, lanjutnya, dikhawatirkan volumenya bisa menjadi tidak terbatas, karena masyarakat yang harusnya tidak masuk kategori penerima subsidi karena tidak miskin atau rentan miskin justru ikut menikmatinya.

Maka dari itu, kata dia, pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan transformasi skema subsidi, dari subsidi terhadap barang menjadi subsidi terhadap orang atau sistem tertutup. “Agar lebih tetap sasaran, hanya mereka yang miskin atau rentan miskin yang menikmati,” kata Edy dalam keterangan tertulis, Kamis (26/5) lalu.

Berita ini telah tayang di Kompas.tv

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved