Tanggapan Polri Soal Tudingan Media Rusia Ada Laboratorium Berbahaya Milik AS di Jakarta
Polri angkat bicara menanggapi soal laboratorium biologis berbahaya milik angkatan laut Amerika Serikat (AS) di Jakarta.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Media resmi pemerintah Rusia Sputnik menuding NAMRU-2, angkatan laut Amerika Serikat (AS) memiliki laboratorium biologis berbahaya di Indonesia.
Labortorium itu disebutkan berada di kawasan Jakarta.
Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan kewenangan untuk mendalami informasi tersebut ada di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maupun Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Kalau itu coba ke Kemenkes atau Kemenkes dulu," ujar Dedi saat dikonfirmasi, Sabtu (28/5/2022).
Dedi mengaku pihaknya masih belum dapat permintaan untuk berkoordinasi membahas masalah tersebut.
Termasuk, untuk mendalami tudingan yang disampaikan media pemerintah Rusia tersebut.
"Kecuali sudah ada permintaan untuk bersinergi membicarakan hal tersebut. Sejauh ini belum dapat info," kata Dedi.
Diberitakan sebelumnya, media resmi pemerintah Rusia Sputnik menyebut ada laboratorium biologis milik NAMRU-2, angkatan laut Amerika Serikat di Indonesia.
Laboratorium tersebut diduga kuat menjadi tempat penyimpanan patogen dan virus berbahaya.
Baca juga: Media Rusia Sebut Ada Lab Virus Berbahaya Milik AS di Jakarta, Mantan Menkes Bongkar Faktanya
Sputnik menyebut laboratorium tersebut berada di Jalan Percetakan Negara. Lokasinya berada di tengah perkampungan padat penduduk dan jalananan yang sempit.
Laboratorium tersebut sudah berdiri selama 40 tahun, tetapi kemungkinan besar tidak banyak orang yang tahu karena bentuk fisik bangunannya berupa rumah dan remang-remang.
Unit Penelitian Medis Angkatan Laut AS (NAMRU) berdiri di Guam pada tahun 1955 di bawah yayasan Rockefeller. Sedangkan detasemen NAMRU-2 di Jakarta telah dibuka pada tahun 1970 untuk mempelajari penyakit menular yang berpotensi menyerang militer-militer AS di Asia.
Menurut Dr Siti Fadilah Supari, seorang spesialis kardiologi yang menjabat sebagai menteri kesehatan Indonesia dari 2004 hingga 2009, kemanjuran keseluruhan penelitian Amerika dipertanyakan.
“Meskipun mereka fokus pada malaria dan tuberkulosis, hasilnya selama 40 tahun di Indonesia tidak signifikan,” ujar Siti Fadilah dikutip dari Sputnik, Sabtu (28/5/2022).
Baca juga: Rusia Pamer Senjata Baru, Rudal Hipersonik Tsirkon Mampu Tembak Sasaran Berjarak 1.000 Km
Dia menambahkan bahwa perjanjian antara Indonesia dan AS tentang pendirian laboratorium berakhir pada 1980. Siti Fadilah juga mengatakan kurangnya keterlibatan yang dari staf kesehatan Indonesia dalam proyek laboratorium tersebut sebagai alasan lain yang perlu dikhawatirkan.