Firli Bahuri Dilaporkan ke Dewas KPK, Alumni AJLK2020: Suami Istri Kental Konflik Kepentingan

Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi 2020 telah melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Editor: Teguh Suprayitno
Tribunnews/Irwan Rismawan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dilaporkan ke Dewas. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA- Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi 2020 (AJLK2020) telah melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Ketua KPK itu dilaporkan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku ke Dewan Pengawas (Dewas).

Alumni AJLK2020 menilai penerimaan hymne KPK sebagai hibah berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Laporan Alumni AJLK2020, berangkat dari peristiwa pemberian penghargaan kepada Dra. Ardina Safitri sebagai pencipta hymne KPK. Dra. Ardina Safitri adalah istri dari Firli Bahuri sendiri.

Demikian salah satu Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi 2020 Korneles Materay dalam keterangannya di Kantor KPK, Rabu (9/3/2022).

“Hubungan suami istri ini kami pandang kental dengan nuansa konflik kepentingan. Tak hanya itu, proses penerimaan hymne KPK sebagai hibah juga berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Korneles Materay.

Baca juga: KPK Ungkap Fakta Baru Soal Mobil Mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono

Korneles menganggap, penunjukkan dan pemberian penghargaan kepada Dra. Ardina Safitri sebagai pencipta hymne KPK, jelas menggambarkan benturan konflik kepentingan.

“Benturan konflik kepentingan ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 (PerKom 5/19) tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di Komisi Pemberantasan Korupsi,” katanya.

“Dua regulasi itu pada dasarnya menjelaskan bahwa konflik kepentingan terjadi saat keputusan yang diambil oleh seorang pejabat publik berkaitan erat dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Sehingga berpengaruh terhadap netralitas keputusan tersebut. Penjelasan ini membuat pelanggaran yang dilakukan Firli semakin terang. Sebab, pihak yang ditunjuk dan diberikan penghargaan merupakan istrinya sendiri,” sambungnya.

Selain itu, Korneles menduga Firli tidak mendeklarasikan konflik kepentingan dalam pembuatan hymne KPK tersebut. Padahal, soal deklarasi diatur dalam PerKom 5/19 yang isinya mewajibkan setiap Insan KPK untuk memberitahukan kepada atasannya.  

Dalam konteks ini, seharusnya Firli mendeklarasikannya kepada komisioner lain dan Dewan Pengawas. Peristiwa ini juga menggambarkan ketiadaan mekanisme check and balance di internal KPK.

Baca juga: Dua Wakapolda Lolos Seleksi Administrasi Pejabat Tinggi di KPK, Berikut Daftar Lengkapnya

“Kami juga mengkhawatirkan adanya dominasi peran Firli dalam pengambilan kebijakan lembaga, yang membuat seolah menghapus prinsip kolektif kolegial dari sisi kepemimpinan di KPK,” kata Korneles.

Tidak hanya kepada Firli Bahuri, Korneles menambahkan laporan etik yang disampaikan Alumni AJLK2020 juga mempersoalkan pernyataan Komisioner KPK, Alexander Marwata.

Alex menyebutkan hymne KPK merupakan hibah dari Dra Ardina Safitri.

Sementara menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah menyebutkan bahwa penerimaan Hibah harus memenuhi sejumlah prinsip, salah satunya kehati-hatian.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved