Pemilihan Presiden
Gatot Nurmantyo Minta PT Dihapus, Demokrat: Rakyat Berhak Dapat Banyak Pilihan Capres
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo ingin aturan Presidential Threshold bisa dihapus Mahkamah Konstitusi.
TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengajukan gugatatan ke Mahkamah Konstitusi terkait Presidential Threshold.
Gatot Nurmantyo ingin MK menghapus ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold sebesar 20 persen tersebut.
Keinginan Gatot Nurmantyo itu disambut positif Partai Demokrat.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, partainya menghormati dan menghargai langkah Gatot Nurmantyo tersebut.
Kamhar Lakumani bilang, Pesidential Threshold selama ini menghambat tampilnya putra dan putri terbaik bangsa di panggung kepemimpinan nasional.
Padahal, kata Kamhar Lakumani, rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan calon presiden dan wakil presiden.
"Rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan calon presiden dan wakil presiden. Kita tak kekurangan stok calon pemimpin bangsa yang berkualitas dan handal," ujarnya saat dihubungi, Selasa (14/12/2021).
Menurut Kamhar Lakumani, degan terbatasnya pilihan calon presiden dan wakil presiden berakibat pada pembelahan di masyarakat.
Seperti contoh, Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 yang hanya menyajikan dua pasangan calon.
"Biaya sosial, ekonomi, dan politik yang mesti ditanggung sebagai bangsa malah jauh lebih besar. Ini malah kontra produktif dengan ikhtiar konsolidasi demokrasi yang hendak dituju," ujar Kamhar Lakumani.
Dikatakan Kamhar Lakumani, Undang-Undang Dasar 1945 pun hanya menyebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan partai politik dan gabungan partai politik, tanpa ada ketentuan soal Presidential Threshold.
Makanya, Partai Demokrat sependapat dengan pemikiran yang menilai presidential threshold perlu ditinjau kembali.
Kamhar Lakumani berpandangan, setiap partai politik yang telah memenuhi ketentuan dan berhak menjadi peserta pemilu semestinya bisa mengusung pasangan capres dan cawapres, baik sendiri-sendiri maupun dalam bentuk koalisi.
"Tak hanya membatasi pilihan rakyat, (presidential threshold) ini juga bertentangan dengan fungsi partai politik dalam hal rekruitmen kepemimpinan nasional," katanya.
Gatot Nurmantyo mengajukan permohonan ke MK agar ketentuan ambang batas pencalonan presiden 20 persen dihapus.
Gatot Nurmantyo meminta MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pasal tersebut menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Menurut Refly Harun, kuasa hukum Gatot Nurmantyo, pasal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2), 6A Ayat (5), dan 6A Ayat (2) UUD 1945.
"Telah mengakibatkan pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilihan umum," kata Refly dalam surat permohonan, dikutip Kompas.com, Selasa (14/12/2021).
Bukan itu saja, penggunaan ambang batas untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden potensial mengamputasi satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin masa depan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Baca juga: Wakil Ketua KPK Ini Sarankan Firli Bahuri Jangan Bicara Soal Presidential Threshold
Baca juga: PKB Ingin Saat Pilpres 2024 Bisa Bentuk dan Pimpin Poros Koalisi, Ini Tujuannya
Baca juga: Survei Indikator Politik Indonesia, Pemilih Jokowi Dukung Ganjar dan Prabowo di Pilpres 2024