Hari Guru Nasional 2021
Inilah Suka Duka Mengajar di Masa Pandemi Covid-19, Jadi Tamparan Bagi Guru
Berita Merangin-Pandemi Covid-19 menjadi tamparan bagi guru dalam memberikan pemahaman bagi siswa agar pelajaran yang diberikan
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Nani Rachmaini
*Bincang Pada Peringatan Hari Guru
TRIBUNJAMBI.COM, BANGKO – Pandemi Covid-19 menjadi tamparan bagi guru dalam memberikan pemahaman bagi siswa agar pelajaran yang diberikan sampai dan dapat dipahami.
Menjadi guru tidak mudah dan tidaklah sulit. Namun yang menjadi tantangan bagaimana ilmu yang diajarkan dapat dipahami oleh siswa.
Dengan perkembangan jaman dan ditengah pandemi membuat metode pembelajaran ikut berkembang.
Terlebih dalam dua tahun terakhir sejak pandemi Covid-19 melanda negeri menjadi tantangan tersendiri pada guru.
Bagaimana tidak, dengan adanya pandemi ini membuat pembelajaran tatap muka tidak dapat dilakukan. Melainkan dilakukan dalam jaringan (daring) atau yang sering disebut dalam online.
Peringatan HUT PGRI dan Hari Guru tahun 2021 menjadi refleksi bagi para Guru dalam meningkatkan kemampuannya ditengah pandemi covid-19 dan ditengah perkembangan dunia teknologi.
Seperti yang disampaikan Drs Widodo selaku Guru Produktif Pemasaran, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Merangin.
Dia menyebutkan menjadi guru merupakan profesi yang mulia dengan mencerdaskan anak bangsa dan dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Dia mengatakan bahwa sejak 10 Oktober 1990 mengajar di Kabupaten Merangin telah terjadi banyak perubahan dalam dunia pendidikan.
Menjadi guru yang diikuti dan diterima melalui ikatan dinas dari IKIP Jakarta yang saat menjadi Universitas Negeri Jakarta merupakan panggilan jiwa. Meskipun profesi yang dulu dianggap kurang sejahtera dan kurang diminati, tidak menyurutkan pria kelahiran Subang, Jawa Timur itu padam.
“Menjadi guru memang belum cita cita, tapi setelah kuliah timbul niat menjadi guru. Apalagi ibu saya seorang guru sekolah dasar. Walaupun itu bukan profesi yang diminati karena penghasilannya rendah, tapi sekarang kita lihat banyak peminatnya,” ujar guru yang kala itu kuliah di Jurusan Pendidikan Dunia Usaha.
Meski saat kuliah mengambil Jurusan Pendidikan Dunia Usaha, Widodo lebeih memilih mengajar dengan materi computer.
Dipilihnya komputer itu lantaran ilmu baru, sehingga menjadi tantangannya. Sebab sejak awal mengajar SMEA atau yang kini dikenal SMK itu belum ada yang bisa.
Mengabdi di Kabupaten Merangin atau di Kota Bangko yang disebut sebagai kota kecil tak membuat pengabdiannya terhenti.
“Terpenting bagaimana saya bisa mengabdi dan menularkan kemampuan saya untuk masyarakat yang ada di Sumatera. Alhamdulillah hingga sekarang saya masih tetap mengajar ditempat yang sama,” katanya.
Disaat ini dari anggapan banyak masyarakat bahwa menjadi guru itu merupakan profesi yang menguntungkan. Sebab pasti menerima gaji meskipun tidak mengajar dan bisa lebih santai saat pulang sekolah.
Justru situasi pandemi menurutnya menjadi tamparan bagi guru, sebab memiliki beban yang lebih berat tidak dapat bersantai lagi.
"Masa pandemi ini suatu tamparan buat seorang guru karena banyak yang mengatakan enak. Dengan pandemi ini beban guru berlipat ganda," katanya.
Dia menyebutkan bahwa sebelum pandemi serta guru datang pagi, pulang sore hari. Setelah pulang merasa bebas.
"Kalau sekarang hampir 24 jam menjadi guru walaupun daring tetap memberikan tugas, menerima tugas, mengoreksi hingga menjawab tugas siswa hingga tengah malam," ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa hingga tengah malam, beban guru tetap ada. Bahkan saat libur pun guru saat ini kerap memberikan dan menerima tugas siswa.
Kemudian yang menjadi tantangan yakni rendahnya respon siswa yang saat guru memberikan tugas melalui grup whatsapps.
Dia mengakui jika rendahnya respon itu dipengaruhi siswa yang lebih memilih pulang kampung untuk membantu orang tua. Sementara di kampungnya tidak terkoneksi internet secara baik.
"Tidak semua daerah siswa itu memiliki sinyal, siswa dituntut menggunakan media handphone. Dengan sinyal yang kurang menjadi kendala, itu masalahnya. Belum lagi siswa yang tidak memiliki kuota,"
Hal itu membuat persentase siswa yang mengerjakan tugas yang diberikan guru sekitar 70 persen.
Sebagai solusi atas kendala yang dihadapi itu guru berinisiatif untuk mengumpulkan beberapa siswa yang mendapatkan penjelasan tentang materi pelajaran.
Siswa yang dikumpulkan itu pun tidak sekali banyak melainkan hanya beberapa saja. Hal itu guna menghindari kerumunan dan mencegah penyebaran Covid-19.
Tentu itu bagian dari tantangan seorang guru, sebab harus berulang kali menjelaskan materi yang sama dengan siswa yang berbeda.
Hal yang menjadi dilema bagi seorang guru memberikan pemahaman pada siswa. Sebab siswa yang memiliki karakter masing masing, ada yang malas dan ada yang rajin.
Kemudian yang menjadi dilema seorang guru yang tidak dapat mengenali karakter siswa baru karena hanya mengetahui nama dan proses belajar sejak awal dengan daring.
"Kelas X itu kita nggak tahu mana muridnya, murid pun nggak tahu mana gurunya. Kita belum kenal karakter masing-masing. Kalau kelas XI dan XII kita udah mengenal karakter mereka," ujarnya.
Sehingga dibutuhkan kesabaran dalam memberikan pemahaman pada siswa. Dengan pandemi ini hal positif bagi siswa dapat menggunakan handphone untuk hal positif bukan lagi untuk hal negatif.
Dia berharap pandemi dapat berlalu dengan kerjasama semua pihak yang saling bahu membahu untuk menerapkan protokol kesehatan.
"Pandemi Covid-19 sangat berdampak pada dunia pendidikan. Karena kita tidak maksimal mengajar. Kadang kadang materi yang disampaikan itu tidak sampai, tapi kita berusaha lebih dari 50 persen sampai," katanya.
Sementara kekurangan daring itu dalam memberikan penjelasan atas materi pelajaran itu kurang maksimal. Bahkan sampai diatasi dengan video juga siswa masih kerap kali bertanya materi yang sudah dijelaskan secara rinci.
Sebab jika pembelajaran secara tatap muka itu siswa yang dapat memahami pelajaran itu hingga 60 pesen sudah sangat bagus. Sementara dengan pandemi Covid-19 ini dilengkapi dengan berbagai media penjelasan materi harus lebih maksimal.
"Dengan bertemu secara langsung memudahkan guru dalam memberikan penjelasan materi pelajaran dan siswa juga dapat langsung bertanya dan dijelaskan guru," katanya.
Dengan bertatap muka itu dapat segera memberikan solusi atas ketidakpahaman siswa. Sementara dengan daring terdapat jeda waktu.
"Apa yang kita jelaskan itu belum tentu langsung dipahami siswa, karena kemampuan masing masing siswa berbeda," katanya.
SMK 1 memiliki tujuh jurusan dengan jumlah siswa sekitar 1300 siswa. (Tribunjambi.com/ Darwin Sijabat)
Baca juga: Tak Punya Dewan Pengupahan, UMK Merangin 2022 Mengacu Pada UMP Jambi
Baca juga: Peringatan Hari Guru di SMPN 11 Kota Jambi Diramaikan Berbalas Pantun dan Permainan Enggrang