Renungan Kristen
Renungan Harian Kristen - Warisan dari Tuhan yang Menjamin Masa Depan
Bacaan ayat: Mazmur 16:5-6 (TB) Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.
Kaya, miskin, harta benda, cantik, ganteng, jelek, dan berbagai label yang dibuat dalam kategori tertentu adalah budaya manusia; ciptaan manusia dalam sejarah dan dimaknai dengan tujuan tertentu.
Pernahkah Tuhan membedakan manusia berdasarkan kriteria tersebut? Tidak pernah.
Setiap orang tanpa terkecuali, diciptakan dari debu tanah yang mendapatkan nafas kehidupan dari Allah.
Dalam prespektif (sudut pandang), bagaimana mungkin berharganya seseorang kemudian dinilai berdasarkan warna kulit, kekayaan yang dimiliki atau status sosialnya?
Penamaan dan pelabelan yang dibuat awalnya hanya untuk membedakan, dengan tujuan mempermudah menata potensi masing-masing yang dimiliki.
Seiring waktu penamaan dan pelabelan justru melekat secara personal dan dijadikan alat ukur untuk memisahkannya dengan yang lain.
Munculah pengelompokan berdasarkan warna kulit, kekayaan, ras, dan lain-lain; dengan berbagai atribut sifat yang dilekatkan.
Ironis bukan ketika, pada suatu masa pernah terjadi, melekatkan label budak pada seseorang yang berkulit hitam dan tuan kepada yang berkulit putih.
Untunglah label itu telah tergilas oleh waktu ketika seorang yang berkulit gelap dipilih untuk memimpin mereka yang berkulit putih.
Sebuah lompatan budaya yang hendak mengembalikan harkat dan martabat manusia sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan.
Umat Tuhan di masa Perjanjian Lama memakai undi untuk menemukan kehendak Tuhan.
Ketika memasuki tanah perjanjian, undian dilakukan untuk menetapkan suku mana yang akan memperoleh wilayah tertentu. Bagian itu menjadi warisan turun temurun, dari generasi ke generasi.
Tanah warisan tidak boleh beralih karena jual beli. Semua harus kembali kepada ahli waris suku dalam tahun Yobel.
Apapun keadaan dan kondisi tanahnya, diterima sebagai berkat Tuhan, tanpa harus iri hati dengan bagian yang diterima oleh saudaranya yang lain.
Dalam prespektif yang demikian, Pemazmur menyebut mereka yang hidup saleh adalah orang yang berbahagia.