Ketika Teman Tuli Belajar Daring, Saling Membantu Sesama Orangtua
M Ghefary Pradaka (13) merupakan siswa tunarungu kelas 2 di SMPLB Sri Soedewi Provinsi Jambi. Sudah hampir dua tahun ia belajar secara online.
Penulis: Nurlailis | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUNJAMBI.COM - M Ghefary Pradaka (13) merupakan siswa tunarungu kelas 2 di SMPLB Sri Soedewi Provinsi Jambi. Sudah hampir dua tahun ia belajar secara online. Saat mengerjakan tugas menggambar ia ditemani oleh ibunya, Nurfaidah yang juga seorang guru SD.
Terlihat sesekali Fahri, sapaan akrabnya menanyakan apakah yang dikerjakannya benar atau tidak. Interaksi di antara keduanya dilakukan dengan bahasa isyarat.
Fahri mengaku kurang paham dengan pelajaran jika dilakukan secara daring. Berutung ia bisa tetap mengerjakan tugas berkat arahan dari ibunya.
Nurfaidah atau yang biasa disapa Nufa mengatakan cukup sulit untuk mengajari anaknya karena ia sendiri belum terlalu bisa bahasa isyarat.
“Fahri ini sudah bisa membaca hanya makna apa yang dia baca itu belum paham. Untuk membuatnya lebih paham harus disertai gambar,” ungkapnya.
Nufa juga tidak selalu bisa mengajarkan anaknya karena harus bekerja. Menyiasati hal ini ia bekerjasama dengan orangtua murid yang lain yang kebetulan tinggal dekat rumahnya, yaitu orangtua Habibi.
“Jadi saling membantu sesama orangtua yang punya anak tuli. Tapi itu antara saya dan orangtua Habibi saja karena posisinya dekat dengan rumah,” ucapnya.
Sama seperti anak-anak lainnya, terkadang lebih tertarik pada handphone dibandingkan belajar. Menyiasati hal ini Nufa membuat peraturan bahwa HP hanya diberikan saat akhir pekan.
“Fahri sendiri memiliki minat terhadap renang dan program komputer yang ia pelajari secara otodidak,” katanya.
Secara nilai, Nufa mengaku Fahri mengalami penurunan. Ia menganggap ketika bertemu guru anak punya beban untuk bisa mengerjakan sesuatu.
Namun ketika belajar di rumah anak jadi kurang motivasi untuk belajar karena menganggap orangtuanya yang mengajar.

Baca juga: Teman Tuli dan Kopi, Saat Tunarungu Diberdayakan Dunia Kerja
Baca juga: Teriakan Tunarungu di Tengah Pandemi, Butuh Masker Transparan Hingga Kesulitan Belajar Daring
Pada 2020 sempat ada pertemuan tatap muka selama lebih kurang dua bulan. Itupun hanya dilakukan 3 jam setelah itu pulang.
Satu kelas Fahri berisi 8 orang. Meski datang ke sekolah mereka tetap menerapkan protokol kesehatan. Ia mengaku lebih senang belajar di sekolah.
Hingga saat ini belum ada pelajaran via zoom untuk kelas Fahri, jadi benar-benar orangtua yang membimbing di rumah. Selain pertemuan tatap muka yang dilakukan pada 2020, beberapa waktu lalu juga diadakan simulasi ANBK untuk SMPLB Sri Soedewi.(lai)