Renungan Kristen
Renungan Harian Kristen - Ucapan Bibir yang Memuliakan Allah
Bacaan ayat: Ibrani 13:15 (TB) Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuli
Ucapan Bibir yang Memuliakan Allah
Bacaan ayat: Ibrani 13:15 (TB) Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya.
Oleh Pdt Feri Nugroho
Kata-kata itu tidak terlihat, namun berpengaruh besar bagi kehidupan.
Kata-kata dapat dipergunakan untuk membangun kehidupan atau menghancurkannya.
Pujian secukupnya akan membuat seseorang merasa dihargai. Penghargaan tersebut berpengaruh pada perkembangan kreatifitas.
Seseorang yang mendapat penghargaan secukupnya, akan memotifasinya untuk berbuat lebih bagi kehidupan.
Sementara itu, caci maki meskipun kecil, dapat membuat seseorang jatuh dan terpuruk. Perlu upaya ekstra untuk bangkit dari keterpurukan.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Jangan Berpaling dari Allah yang Benar
Beberapa orang berhasil bangkit namun dengan luka, sementara banyak yang terseok-seok.
Tidak jarang upaya untuk membalas dengan menyakiti yang lain, seakan menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari.
Jika terhadap sesama berlaku hal yang demikian, hampir-hampir sama ketika terkait dengan Tuhan.
Satu lidah di suatu waktu dapat memuliakan Tuhan dengan khusyuknya, dilain waktu dipakai untuk mencaci maki sesama.
Padahal sesama manusia adalah ciptaan Tuhan. Sadar atau tidak, menghina ciptaan, pada saat yang sama sedang menghina Penciptanya.
Yakobus mengumpamakan lidah sebagai api yang dinyalakan oleh api neraka; penuh dengan kejahatan yang tersembunyi tanpa diketahui dan disadari.
Waspadalah dalam mempergunakan lidah untuk berkata-kata.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Menjalani Kehidupan dengan Kecerian
Kata-kata yang diucapkan mungkin sudah dilupakan oleh yang mengatakannya namun perkataan yang didengar bisa diingat seumur hidup oleh yang mendengarnya.
Penulis surat Ibrani memakai konsep Perjanjian Lama tentang korban syukur dalam makna yang baru.
Korban syukur dalam Perjanjian Lama terkait erat dengan perbaikan hubungan antara Allah dengan manusia.
Korban syukur dapat berupa korban binatang yang disembelih. Korban binatang yang dipersembahkan dengan syukur atas suatu kebajikan yang diterima.
Daging korban dimakan bersama oleh yang mempersembahkan korban dan imam yang menumpangkan tangannya di atas kepala binatang korban.
Mereka memakannya di sekitar mezbah; ini semacam perjamuan bersama dengan roti tidak beragi.
Melalui binatang korban yang disembelih, menjadi tanda rekonsiliasi antara Allah dengan manusia.
Terhubung dengan Perjanjian Baru, korban binatang yang disembelih menjadi bayangan dari kematian Yesus Kristus di kayu salib yang berkurban dalam rangka penebusan, sekali dan untuk selamanya.
Itu sebabnya korban binatang tidak lagi diperlukan ketika wujud asli dari korban yang sesungguhnya telah ada, yaitu Yesus Kristus sebagai Anak Domba Allah.
Dalam terminologi yang demikian, penulis surat Ibrani memaknai ulang korban syukur; bukan lagi sebagai korban binatang yang disembelih, namun dalam tindakan kehidupan yang memuliakan Allah.
Tindakan tersebut adalah ucapan bibir yang senantiasa memuliakan Allah.
Korban syukur yang sesungguhnya telah dilakukan dalam Yesus Kristus, maka setiap orang yang percaya akan mempersembahkan kehidupannya untuk memuliakan Allah.
Sangat tepat jika Paulus menulis suratnya kepada jemaat di Roma, ia menyatakan: "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."
Hari ini kita hendak fokus pada lidah dan bibir kita, apakah telah dipakai untuk memuliakan Allah?
Telinga ada dua sementara lidah hanya satu; dapat kita maknai agar kita dua kali lebih cepat untuk mendengar, untuk mengerti dan memahami dan cukup satu kali berkata-kata.
Itupun kata-kata yang membangun kehidupan. Hindari latah yang tidak berguna. Buang segala perkataan kotor dari mulut.
Kata-kata yang menghina, merendahkan, bahkan mencaci maki. Ganti dengan kata-kata yang membangun kehidupan.
Ingat kita sudah ditebus dan disucikan, maka perkataan yang kita katakan hendaknya mencerminkan kesucian hidup.
Amin.
Renungan harian oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Palembang Siloam