Renungan Kristen
Renungan Harian Kristen - Hidup Adalah Perjumpaan Antara Debu Tanah dengan Nafas Hidup Allah
Bacaan ayat: Kejadian 2:7 (TB) ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
Hidup Adalah Perjumpaan Antara Debu Tanah dengan Nafas Hidup Allah
Bacaan ayat: Kejadian 2:7 (TB) ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Oleh Pdt Feri Nugroho
Diawal panggilannya sebagai seorang yang akan memimpin umat Tuhan dari perbudakan di Mesir, Musa merasa tidak percaya diri.
Rasa tidak percaya diri ini bukan tanpa alasan, mengingat dia tahu persis siapa yang akan dihadapinya; Fir'aun, sang raja Mesir.
Musa berdalih bahwa dia tidak akan bisa memberi jawab ketika ditanya tentang siapa Tuhan yang mengutusnya. Ia juga berdalih tentang ketidakmampuannya untuk berbicara secara baik.
Belum lagi, ia harus dapat membuktikan tentang keberadaan Tuhan yang disembah, agar Fir'aun mengijinkan mereka keluar dari Mesir.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Allah Selalu Mencukupi Apa yang Kita Perlukan
Keberatan-keberatan Musa bukan tanpa dasar. Ia paham bagaimana budaya Mesir kuno memahami keberadaan Fir'aun beserta dengan rakyatnya.
Fir'aun diposisikan sebagai Tuhan bagi rakyat Mesir. Dia mempunyai otoritas untuk mengendalikan kesejahteraan dan keamanan Mesir.
Ia mempunyai kuasa para dewa untuk mengatur kehidupan rakyat.
Sementara pada saat yang sama, rakyat hanya dipandang sebagai debu tanah yang tidak ada harganya. Rakyat harus tunduk mutlak dibawah kuasa Fir'aun.
Menentang Fir'aun berarti berhadapan dengan kematian.
Dapat kita bayangkan betapa galaunya Musa ketika dipanggil untuk membawa umat Tuhan keluar dari Mesir, dengan terlebih dahulu harus berhadapan dengan Fir'aun.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Percaya Bahwa Allah Ada Melalui Karya-Nya
Terhadap kegalauan Musa, Tuhan Menjawab dengan memberitahukan nama-Nya. Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU. Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu."
Bahwa Allah yang mengutus Musa adalah Allah yang kekal dalam keberadaan-Nya.
Secara tidak langsung, jawaban tersebut hendak meniadakan Fir'aun yang dipertuhankan di Mesir. Bahwa Allah yang mengutus Musa adalah Allah yang keberadaan-Nya melampaui Fir'aun.
Musa berdampingan dengan Harun, saudaranya, dan diperlengkapi dengan mujizat yang akan meyakinkan Fir'aun akan kuasa Allah yang lebih besar, yang disembah oleh Musa.
Lalu, apa hubungannya dengan manusia diciptakan dari debu tanah yang mendapat nafas hidup dari Allah?
Berhadapan dengan paham Mesir kuno bahwa rakyat itu hanya debu tanah dan hanya Fir'aun yang diposisikan sebagai Tuhan, Alkitab membawa pesan yang sungsang.
Alkitab menyatakan dengan tegas, apapun keadaan manusia, baik sebagai rakyat maupun sebagai Fir'aun, semuanya sama-sama diciptakan dari debu tanah yang mendapatkan nafas hidup (roh) dari Allah sehingga menjadi mahkluk yang hidup.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Dia Adalah Allah yang Berkarya
Semua orang tanpa terkecuali, pada hakekatnya adalah debu tanah yang mendapatkan roh kehidupan dari Allah.
Itulah sebabnya, ketika manusia mati maka debu tanah akan kembali kepada debu tanah dan roh akan kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.
Sebagai debu tanah yang mendapatkan roh dari Allah, manusia menjadi ciptaan yang hina sekaligus mulia dihadapan Allah.
Manusia yang demikian diposisikan oleh Allah sebagai penguasa, pengelola dan penakluk bumi. Manusia mendapat mandat, sekaligus tanggung jawab untuk memelihara kehidupan, sesuai maksud Allah dalam menciptakan kehidupan.
Sadar atau tidak; jabatan, harta benda, kekayaan, kepandaian, bentuk fisik (cantik, ganteng), dan lain-lain; diposisikan sebagai tempat bagi seseorang untuk merasa berharga atau tidak berharga.
Seorang pemuda bisa merasa minder hanya karena jerawat tumbuh di muka.
Atau orang dewasa yang bersaing mendapatkan jabatan demi harga diri.
Keberhargaaan diri kita tidak pernah melekat pada apa yang kita pakai atau miliki.
Keberhargaaan diri yang dilekatkan pada kepemilikan hanyalah budaya yang diciptakan manusia itu sendiri.
Harga diri kita terletak pada hakekat diri kita yang diciptakan dari debu tanah dan mendapatkan nafas hidup dari Allah.
Siapapun kita, tanpa terkecuali, adalah berharga di hadapan Tuhan.
Mari terus mensyukuri berkat Tuhan dalam kehidupan; sampai tiba waktunya debu tanah akan kembali kepada debu tanah dan roh akan kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.
Amin
Renungan Kristen oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Palembang Siloam