Masker Transparan Jadi Solusi Difabel Komunikasi Saat Pandemi Covid-19

Masker transparan jadi salah satu solusi agar penyandang tunarungu tetap bisa berkomunikasi saat pandemi Covid-19.

Penulis: Nurlailis | Editor: Teguh Suprayitno
Tribunjambi/Nurlailis
Masker transparan jadi salah satu solusi agar penyandang tunarungu tetap bisa berkomunikasi saat pandemi Covid-19. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Masker jadi kendala besar bagi penyandang tunarungu berkomunikasi. Sementara saat pandemi Covid-19 semua orang diwajibkan menggunakan masker.

Ketua DPP Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) Provinsi Jambi, Angga Nikola Fortuna mengatakan teman tuli berkomunikasi dengan membaca gerak bibir lawan bicaranya.

Salah satu solusi agar teman tuli bisa berkomunikasi saat pandemi adalah dengan menggunakan masker transparan.

“Masker transparan memang agak mahal. Sekarang kami membutuhkan masker transparan agar bisa mengerti ucapan lawan bicara tanpa buka masker,” ungkap Angga dalam Diskusi “Suara Teman Tuli dan Problematikanya”, Sabtu (28/8).

Angga juga mengungkapkan persoalan vaksin yang dihadapi teman tuli. Banyak teman tuli yang belum melakukan vaksin karena takut dan butuh pendampingan untuk melakukan vaksin.

“Sampai sekarang PPKM, teman tuli baru sadar sendiri. Sulit untuk mendapatkan kerja karena harus ada sertifikat vaksin,” ujarnya.

Persoalan kerja juga jadi permasalahan bagi teman tuli padahal ada banyak potensi dari teman tuli yang berguna dalam dunia kerja. Tidak banyak perusahaan yang mau mempekerjakan teman tuli sementara usaha saat pandemi pendapatannya menurun.

Salah satu cafe yang mempekerjakan teman tuli di Jambi ada Kopi Ketje yang berada di kawasan Jelutung.

Heny, selaku owner Kopi Ketje Jambi mengaku memang butuh waktu untuk mempekerjakan teman tuli di cafe miliknya terlebih masalah komunikasi.

Baca juga: Bangung Sensitivitas pada Disabilitas, Jurnalis Perempuan di Kota Jambi Belajar Bahasa Isyarat

Namun baik karyawan ataupun teman tuli bisa sama-sama saling belajar hingga akhirnya masalah komunikasi tidak jadi halangan.

“Kita belajar dari teman tuli karena potensi mereka sangat luar biasa. Mereka sangat tekun dalam bekerja. Kita berusaha untuk menganggap mereka sama,” ucap Heny.

Saat ini ada 7 orang teman tuli yang bekerja di Kopi Ketje. Kedepannya ia sedang mempersiapkan cafe baru dan tetap akan mempekerjakan teman tuli.

“Saat pandemi covid ini semua usaha besar atau kecil kena dampaknya. Namun apa yang bisa kita lakukan untuk Jambi ini. Setelah berbincang sama suami jadi kepikiran untuk memperkerjakan kawan-kawan disabilitas,” ungkapnya.

Dalam Diskusi “Suara Teman Tuli dan Problematikanya” juga hadir Ketua Jurusan Tunarungu Wicara SLBN Sri Soedewi Jambi, Andam Litasari.

Baca juga: Alasan Pemerintah Jakarta Pusat Pilih Hapus Mural Kami Lapar Tuhan

Ia menyampaikan saat pandemi semua pembelajaran tidak semaksimal tatap muka. Terlebih bagi anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan perhatian lebih. Pembelajaran saat ini hanya menggunakan aplikasi zoom.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved