WAWANCARA EKSKLUSIF

WAWANCARA EKSKLUSIF Dirut Garuda Irfan Setiaputra Soal Rp70 T dan Amanah Utang Menggunung

Untungnya beberapa lessor memberikan respons positif mereka mau menerima negosiasi yang diajukan Garuda Indonesia.

Editor: Duanto AS
(TRIBUN/DANY PERMANA)
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra, mengatakan amanah yang diberikan harus dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab. Ia mengakui bukan hal mudah menghadapi kondisi keuangan utang perusahaan yang membengkak sampai Rp70 triliun.

"Kalau saya diganti terima dengan baik kalau tidak diganti juga akan saya teruskan dengan baik. Memang tidak dapat dipungkiri kita kebetulan dalam situasi yang tidak baik situasi fight mempertahankan, memastikan Garuda Indonesia tetap terbang," ucapnya saat wawancara khusus dengan Tribun Network, Senin (16/8).

Menurutnya, sudah banyak langkah yang dilakukan jajaran dewan direksi agar Garuda Indonesia bisa membayar biaya sewa ke lessor. Irfan menuturkan berbagai langkah tersebut adalah negosiasi ulang hingga upaya melakukan pengembalian pesawat.

"Problemnya kita punya fixed cost tidak bisa turun. Sementara pendapatannya sebagai variabel costnya terlalu banyak yang fixed. Kita tidak perlu menyalahkan siapa-siapa karena cukup normal di sebuah industri yang dari waktu ke waktu selalu tumbuh," urainya.

Untungnya beberapa lessor memberikan respons positif mereka mau menerima negosiasi yang diajukan Garuda Indonesia.

Irfan mengurai negosiasi sewa yang ini berhasil menurunkan cost perusahaan sebesar 11 juta dolar AS setiap bulan.Persoalan pelik yang dihadapi national flag carrier hanya bisa selesai jika mobilitas orang tidak lagi dibatasi sehingga berdampak ke peningkatan load factor.

"Beberapa asumsi yang kita punya seperti bulan Desember tahun 2020 tidak terjadi. Sebelumnya lagi ada larangan mudik dan sebagainya. Dan terakhir PPKM. Alhamdulilah ada beberapa lessor yang bisa menerima negosiasi Garuda Indonesia," pungkasnya.

Berikut petikan wawancara khusus Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan Manajer Pemberitaan Tribun Network Rachmat Hidayat dengan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra, Senin (16/8).

Apa yang Anda rasakan melanjutkan tugas sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia di tengah utang yang menggunung Rp70 triliun?
Saya mau luruskan dulu ada tujuh agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) kemarin tapi yang utama adalah laporan keuangan. Kalau mengamati direksi dan komisaris dikurangi ini mungkin bisa terawang ditanyakan ke Kementerian BUMN dasarnya apa. Background-nya apa. Saya juga masih cari tahu.
Nah apa rasanya masih diminta lagi, amanah. Waktu saya diminta itu untuk jabatan 5 tahun walaupun tidak menutup kemungkinan menghentikan sebelum waktu habis. Rasanya apa? datar saja ya. Memang sebelum RUPST ini saya ada waktu ketemu pihak kementerian. Saya sampaikan ini ada agenda perubahan pengurus perseroan. Kalau saya diganti monggo karena saya tidak ada kepentingan sama sekali. Kalau tidak diganti juga akan saya teruskan dengan baik.

Dalam RUPST struktur direksi dan komisaris dirampingkan, apakah berpengaruh ke efisiensi perseroan?
Basis gaji itu kan ada bagiannya dirut, wadirut dapat sekian persennya. Penghilangan satu direktur dan penghilang dua komisaris kalau dilihat segi persentasenya tidak gede-gede amat. Tapi kalau sisi rupiah relatif kita bisa bilang besar atau kecil. Buat saya besar tapi kalau buat Garuda tidak besar-besar amat. Dan lebih tidak besar-besar banget karena di awal Agustus bahwa direksi dan komisaris sementara waktu dipotong gaji 25 persen. Jadi lebih tidak terlalu berasa.
Yang paling penting pengurangan jumlah direksi dan komisaris ini memberikan sinyal kepada pihak internal ataupun eksternal bahwa kita akan terus menerus mencari cara melakukan efisiensi dan upaya penghematan.
Kita melakukan upaya efisiensi terhadap karyawan masa komisaris dan direksi tidak berubah. Kan begitu.Saya tadinya memprediksi jumlah direksi bukan cuma tinggal enam tetapi tinggal empat dengan beban kerja yang tetap sama.

Pemegang saham berharap ada quick win langkah cepat mengurangi kerugian, saya mendengar negosiasi ulang kepada lessor dan melakukan pengembalian pesawat?
Negosiasi dengan lessor dan urusan SDM sebenarnya sudah dari awal kita lakukan dari saat pandemi terjadi. Karena bisnis kita terpuruk habis. Jumlah penumpang babak belur pernah sampai 90 persen.Problemnya kita punya fixed cost tidak bisa turun. Sementara pendapatannya sebagai variabel costnya terlalu banyak yang fixed. Kita tidak perlu menyalahkan siapa-siapa karena cukup normal di sebuah industri yang dari waktu ke waktu selalu tumbuh.
Industri penerbangan ini kan selama 40 tahun terakhir growth secara dunia. Jadi tidak salah juga. Di saat pandemi ini kita punya fixed cost susah turunnya. Dua faktor fixed cost yang cukup menantang memang sewa pesawat dan soal SDM.Dari tahun lalu kita sudah negosiasi dengan mereka persoalannya ini adalah basis commercial. Perjanjian kita tidak bisa diberhentikan atau early termination. Kita harus bayar sampai habis masa bayarnya. Kita negosiasi sewanya. Tahun lalu kita menurunkan 11 juta dolar AS setiap bulan.

Berapa pesawat yang dipulangkan agar kita dapat holiday payment?
Sepanjang 2020 tidak ada yang dikembalikan. Di tahun 2021 ada 13 pesawat kita masih negosiasi lagi. Kita masih terus nego lagi menterminasi pesawat sebagian pembayarannya sudah dihentikan.
Ada kabar tidak semua lessor baik artinya terindikasi pidana karena melakukan kickback?
Saya presdir bukan polisi atau jaksa. Saya kerjanya ke depan bukan ke belakang. Menurut saya itu bukan ranah saya. Kita purely berdasarkan commercial. Semenetara persoalan korupsi kickback dan sejenisnya kita ikuti saja proses KPK. KPK ketok palunya bukan lessor tapi prinsipal.
Di banyak kasus Garuda membeli pesawat lalu menjual ke lessor. Sudah menemukan bukti-bukti adanya garuda dengan prinsipal pembuat pesawat atau manufaktur. Sampai saat ini secara faktual saya tidak punya evidence apapun. Lagipula saya ini presiden bukan investigator, saya tidak punya keahlian di situ.

Di antara kontrak dengan lessor ada yang menyebut harganya tidak wajar?
Betul sekali, memang ada saya waktu mau masuk Garuda Indonesia grafik sewa pesawat garuda yang termahal di dunia.

Krusial poinnya apa?
Saya belum lahir waktu itu. Kalau berandai-andai kalau saya beli Alphard Rp1 miliar lalu saya jual ke leasing company. Alphard itu kemudian disewakan 25 juta setahun.
Mungkin pada waktu itu dibeli alphard Rp1 M tapi yang beli alphard bilang sama dealer tolong tambahin velgnya dong. kulitnya diganti, sound system diganti dong. Setelah bayar selesai nanti Alphard tersebut jadi milik dia.
Mungkin karena saya belum lahir saya itu. Biayanya Rp1 miliar tapi yang beli Alphard bilang sama dealer tolong tulis Rp1,7 miliar dong nanti yang Rp500 juta dikasih ke samping saudara teman. Kirim ke Afghanistan misalnya.
Lalu saya jual Alphard tersebut Rp2 miliar ke leasing company. Mereka juga tidak masalah. Pada saat perusahaan untung Rp300 juta. Benarkan velgnya dibeli. Bukan urusan saya pak. Saya nggak ngerti kenapa harganya jadi mahal.

Jumlah lessor berapa dan perjanjiannya berlaku untuk berapa tahun?
Sekarang ada 30 lessor. Kalau masa perjanjiannya macam-macam ada yang 10 tahun. Paling lama 12 tahun. Tapi ini jangan dibagi rata karena ada satu lessor yang jumlah pesawatnya 9 dan berbeda-beda. Waktu mulainya berbeda.
Sepanjang melakukan re-negosiasi yang gagal sama sekali ada tidak?
Gagal sama sekali tidak ada tapi berhasil 100 persen baru sebagian. Karena kita ngomongnya selain harga sewa juga bagaimana penyelesaian utang. Mungkin kita jangan bayar sewanya aja. Ada beberapa yang straight dan ada beberapa yang fleksibel. Karena mereka juga dalam kondisi yang tidak mudah. Tapi kita harus win-win bisnis carinya.
Kecuali mereka kekeh maunya mereka. Kita juga kekeh maunya kita. Tapi mayoritas dengan banyak variasinya mereka mau diajak ngomong.

Konon katanya terlalu banyak jenis pesawat yang dikelola Garuda dan kesalah model bisnis yang seharusnya fokus penerbangan domestik, bisa di elaborasi?
Jenis pesawat kita ini menakjubkan udah kaya showroom kita semua punya. Boeing, Narrow Body, Airbus Narrow Body kalau kita gabung dengan Citilink. Kemudian kita punya CRJ dan ATR dengan spesifikasi macam-macam. Saya tidak tahu apakah kemauan manajemen atau tekanan.
Makanya Garuda disenangi oleh produsen pesawat. Tetapi dampaknya jadi tidak efisien. Pilot tidak bisa dipindahkan, kedua kalau pesawat rusak kan tidak bisa di parkirkan pesawat jenis lain. Jadi ada beberapa persoalan komplikasi.Model bisnis sebenarnya tidak ada yang salah. Tolong dipahami mandat Garuda kan menghubungkan suku-suku bangsa dan provinsi dan pulau.
Implikasinya pesawat kecil dalam negeri pesawat besar ke luar negeri. Selama puluhan tahun bisnis kita domestik menguntungkan ke luar negeri selalu rugi. Kalau saya sebagai orang garuda, garuda tidak serius amat terbang ke luar negeri. (tribun network/reynas abdila)

Baca juga: WAWANCARA EKSKLUSIF Kepala PPATK Soal Transaksi Keuangan Rp2 Triliun Akidi Tio

Baca juga: WAWANCARA EKSKLUSIF Akidi Tio Bukan Konglomerat Indonesia, Kepala PPATK Blak-blakan (Bagian II)

Baca juga: WAWANCARA EKSKLUSIF Kapolda Jambi Covid-19 Meningkat Drastis di Jambi, Adakah Varian Delta?

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved