Bilyet Giro Rp 2 Triliun dari Anak Akidi Tio Ternyata Bodong, Siapa Saja yang Bakal Terjerat Hukum?
Sumbangan Rp 1 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumsel dari keluarga Akidi Tio berbuntut persoalan hukum. Bilyet giro senilai Rp 2 triliun yang b
Termasuk adanya keterlibatan pihak penerima dari kalangan pejabat publik.
"Keterlibatan pejabat publik seperti ini memerlukan perhatian PPATK agar tidak mengganggu nama baik yang bersangkutan dan institusi kepolisian," ujarnya.
Hasil penelusuran PPATK pun menemui titik terang.
Dian menyebut duit Rp 2 triliun yang disebutkan dalam bilyet giro itu tidak ada.
"Sampai kemarin, kami sudah melakukan analisis dan pemeriksaan, dan dapat disimpulkan kalau uang yang disebut dalam bilyet giro itu tidak ada.
Kepolisian juga sudah melakukan pengecekan dan hasilnya benar, saldo donasi ternyata tidak sampai Rp 2 Triliun," tutup Dian.

Siapa Saja yang Bisa Dijerat Hukum?
Praktisi Hukum Abdul Fickar Hadjar menilai tidak hanya putri Alm Akidi Tio, Heriyanti yang bisa ditetapkan tersangka dalam kasus hibah Rp2 triliun yang diduga tidak ada.
Fickar menerangkan, pihak-pihak yang turut membantu publikasikan hibah Rp 2 triliun juga bisa ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Orang-orang yang memungkinkan peristiwa itu terpublikasi juga harus menjadi tersangka karena membantu publikasinya," kata Fickar saat dikonfirmasi, Rabu (4/8/2021).
Diketahui, penyerahan dana bantuan turut disaksikan Gubernur Sumsel H Herman Deru, Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri, Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Dra Lesty Nuraini Apt Kes dan Danrem 044/Gapo, Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji.
Menurutnya, penetapan tersangka bisa dijerat kepada pihak yang membantu seolah dana hibah Rp2 triliun tersebut asli dan tidak bohong.
"Penetapan tersangka itu bisa ditetapkan kepada mereka mereka yang membantu seolah olah telah terjadi sumbangan dana tersebut. Termasuk pihak Pemda perlu juga dicurigai," jelasnya.
Lebih lanjut, Fickar menuturkan para tersangka nantinya bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Bisa dituntut dengan UU ITE dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang penyebaran informasi berita bohong," tukasnya.
Sumber: Tribunnews.com