Vaksinasi Covid

Moeldoko Disuntik Vaksin Nusantara Walau Sudah Divaksin 2 kali : Saya Menghargai Kerja Anak Bangsa

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memilih untuk disuntik Vaksin Nusantara untuk mencegah penularan Covid-19 walaupun sudah divaksin Sinovac 2 kali.

Editor: Rohmayana
ist
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memilih untuk disuntik Vaksin Nusantara untuk mencegah penularan Covid-19 walaupun sudah divaksin Sinovac 2 kali. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Jika kebanyakan orang memilih untuk divaksin Covid-19 menggunakan vaksin Sinovac.

Tapi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memilih untuk disuntik Vaksin Nusantara untuk mencegah penularan Covid-19.

"Hari ini, saya menerima suntikan vaksin Nusantara untuk mencegah penularan Covid-19 dari Letjend (Purn) Terawan Agus Putranto di RSPAD Gatot Soebroto."

"Vaksin ini memakai metode dendritik."

"Bahan dasarnya berasal dari sel darah saya sendiri."

"Setelah sel itu melalui proses di laboratorium, sel darah tersebut kembali dimasukkan ke dalam tubuh saya."

"Sebuah inovasi dari anak bangsa untuk berperan serta dalam mengatasi pandemi Covid-19."

"Meski sebelumnya sudah lengkap divaksin 2 kali, saya ingin mencoba Vaksin Nusantara sebagai dukungan pribadi pada kerja keras anak bangsa."

"Semoga dukungan saya secara pribadi ini tidak diasumsikan macam-macam," katanya di akun instagram @dr_moeldoko, Jumat (30/7/2021).

Baca juga: Vaksin Sinovac Dosis Ketiga Diperkirakan Mulai Disuntikkan Januari 2022, Ini Penjelasan Menkes

Sebelumnya, mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta dukungan Komisi VII DPR, agar uji klinik fase III Vaksin Nusantara bisa berlanjut.

"Kami ucapkan terima kasih luar biasa teman-teman Komisi VII DPR, yang begitu sangat mendukung program Vaksin Nusantara."

"Saya salut, karena tadinya saya merasa dalam kesendirian," ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (16/6/2021).

Ia mengaku bingung alasan pemerintah tidak mengizinkan uji klinik tahap 3 vaksin besutannya.

Padahal, pengembangan vaksin ini telah memasuki tahap akhir.

"Uji klinik fase 3 ini bisa terwujud dengan legalitas, karena rasanya baru terjadi di sini di Indonesia (penelitian vaksin tidak berlanjut)."

"Dan mudah-mudahan rasa gamang saya bisa hilang, karena temen-temen Komisi VII ini bisa support," ucapnya.

Baca juga: Peringatan Amanda Manopo Agar Menghargai Perasaan Dukanya: Bukan Keluarga Jangan Seperti Keluarga

Menurut Terawan, dalam kesepakatan sebelumnya bersama Menteri Kesehatan,
Kepala BPOM, dan Kepala Staf Penerangan TNI AD, uji klinik fase III tidak dapat dilanjutkan.

Saat itu, pemerintah menyepakati Vaksin Nusantara dijadikan 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2', bukan berlanjut sebagai vaksin Covid-19.

"Saya katakan tidak bisa (lanjut) kalau dalam kondisi seperti ini, karena kami sangat taat pada pemerintah."

"Jadi kami akan taat dan kesepakatan 3 menteri."

"Itu mengikat, kalau mengikat ya kami tidak bisa akan laksanakan."

"Kami mohon bantuan dari Komisi VII agar diizinkan menyelesaikan riset, karena ini tinggal selangkah lagi menuju uji klinis III," pinta Terawan.

Di akhir RDP, dalam kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, Komisi VII menyatakan dukungan atas pengembangan Vaksin Nusantara.

"Komisi VII DPR mendukung penuh pengembangan Vaksin Nusantara oleh Dokter Terawan Agus Putranto."

"Dan mendesak kelanjutan uji klinis Fase III Vaksin Nusantara tersebut sesuai dengan kaidah uji klinis," papar Eddy.

Baca juga: Sempat Viral Karena Kabur Setelah Isi BBM, Pengemudi BMW Balik Lagi ke SPBU Bawa Keluarganya

Sebelumnya, tim peneliti di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto tak lagi meneliti Vaksin Nusantara.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa mengungkapkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menyatakan penelitian Vaksin Nusantara memiliki kelemahan yang bersifat critical dan major.

Penelitian itu berjudul Uji Klinis Adaptif Fase 1 Vaksin yang Berasal dari Sel Dendritik Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein SARS-CoV-2 pada Subjek yang Tidak Terinfeksi Covid-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2.

Kelemahan yang bersifat critical dan major dari penelitian tersebut, kata Andika, harus direspons oleh tim peneliti.

Oleh karena itu, kata Andika, pemerintah mencarikan solusi, agar penelitian untuk menemukan solusi alternatif atas vaksin Covid-19 tetap berlanjut, sekaligus para peneliti tetap melengkapi respons yang harus diberikan dan diserahkan kepada BPOM.

"Mereka bisa terus, tetapi dengan penelitian yang berbeda."

"Jadi sama sekali tidak melanjutkan."

"Jadi kalau melanjutkan kan mungkin apakah disebut fase kedua atau bahkan mungkin fase-fase yang selanjutnya."

"Jadi berbeda dan judulnya pun dipilih berbeda," kata Andika saat konferensi pers di Markas Pomdam Jaya Jakarta, Selasa (20/4/2021).

Untuk itu, lanjut dia, tim peneliti di RSPAD Gatot Soebroto membuat penelitian baru yang bebeda dari Vaksin Nusantara.

Meski demikian, kata Andika, penelitian tersebut secara umum memiliki kemiripan dengan Vaksin Nusantara, dalam hal penggunaan sel dendritik.

Namun demikian, kata dia, bedanya adalah penelitian tersebut lebih sederhana dan tidak menghasilkan vaksin.

"Ini tidak ada hubungannya dengan vaksin, sehingga tidak perlu izin edar."

"Karena memang dilakukan menggunakan metode yang autologus, dan tidak ada produksi massal, sehingga tidak diperlukan izin edar," jelas Andika. (*)

SUMBER:  WartaKotalive.com 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved