Penanganan Covid
Peneliti Pandemi Covid-19 Minta Vaksin Gotong Royong Dibatalkan: Pantaskah Vaksin Diperjualbelikan?
dr Dicky Budiman, epidemiolog sekaligus peneliti pandemi dari University Australia, menyarankan rencana penggunaan istilah vaksin gotong royong.
TRIBUNJAMBI. JAKARTA - Renacana pemerintah untuk menggunakan istilah Vaksin Gotong Royong atau vaksin berbayar menuai pro kontra.
Seperti dikatakan dr Dicky Budiman, epidemiolog sekaligus peneliti pandemi dari Griffith University Australia, menyarankan rencana penggunaan istilah vaksin gotong royong tidak perlu ada.
Menurut Dicky, dalam situasi saat ini, yang diperlukan adalah memberikan vaksin gratis kepada masyarakat.
Hal itu disampaikan Dicky saat dialog bertajuk Pantaskah Vaksin Diperjualbelikan?
Dialog ini disiarkan kanal YouTube Holipis Channel, Kamis (15/7/2021).
"Jadi menurut saya sih, kalau saya diminta pendapat dan kesimpulan,
ya udah batalin aja, atau enggak usah ada lah Vaksin Gotong Royong itu. Ini aja yang gratis semuanya," kata Dicky.
Baca juga: Cara Mencegah Jamur pada Aglonema dengan Pupuk Daun dan Fungisida
Dicky menilai, jika memang kemampuan keuangan pemerintah terbatas dalam mengadakan vaksin,
sebaiknya pihak swasta langsung ke pemerintah membayai.
Sehingga, tak dibiarkan masyarakat membayar vaksin.
"Urusannya biar dengan pemerintah.
Saya bukan orang keuangan, tapi intinya masyarakat tidak boleh diarahkan harus bayar," ucapnya.
Ia juga menjelaskan, untuk keluar dari situasi krisis, yakni berbicara keberhasilan vaksinasi, adalah cakupan.
Sehingga, jika cakupannya ingin banyak maka jangan berbayar.
Baca juga: Rekomendasi Makanan saat Isoman, Batasi Asupan Gula dan Garam
Dicky pun menceritakan bagaimana Singapura memberlakukan vaksin Sinovac secara berbayar.
Namun, hal itu agar masyarakat tidak mengambil Sinovac.
Tapi, Pemerintah Singapura menyediakan vaksin Pfizer secara gratis kepada masyarakatnya.
"Jadi, ketika mereka mengeluarkan kebijakan itu supaya memilih yang memiliki efikasi tinggi, yaitu Pfizer khususnya."
"Dan artinya mereka tetap mengarahkan untuk meningkatkan cakupan itu, enggak ada vaksin berbayar."
"Mereka free. Kalau bicara membayar, mereka harga normalnya aja mahalan Ffizer daripada Sinovac."
"Tapi toh pemerintahnya memilih yang selain lebih mahal, tapi akan mengarah pada cakupan threshold immunity," pungkasnya.
Baca juga: 1,4 Juta Dosis Vaksin Sinopharm dari China Tiba di Indonesia, Dukung Vaksinasi Gotong-royong
Update Vaksinasi
Sejak program vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari 2021, pemerintah sudah menyuntikkan dosis pertama kepada 39.943.004 (19,18%) penduduk hingga Kamis (15/7/2021).
Sedangkan dosis kedua sudah diberikan kepada 15.876.777 (7,62%) orang.
Dikutip dari laman kemkes.go.id, rencana sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah 208.265.720 penduduk yang berumur mulai dari 12 tahun.
Hal ini untuk mencapai tujuan timbulnya kekebalan kelompok (herd immunity).
Karena ketersediaan jumlah vaksin Covid-19 bertahap, maka dilakukan penahapan sasaran vaksinasi.
Untuk tahap pertama, vaksinasi Covid-19 dilakukan terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).
Yang meliputi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan sampai saat ini, jumlah SDM Kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 adalah 1.468.764 orang, sedangkan populasi vaksinasi sebanyak 12.552.001 orang. (Fransiskus Adhiyuda)
SUMBER : WartaKotalive.com