Kopassus
BEGINI Syarat Masuk Kopassus yang Merupakan Satuan Elite TNI AD, Wajib Ikuti Latihan Berat Ini
Setiap anggotanya yang tergabung di dalamnya dianggap memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat
TRIBUNJAMBI.COM - Di Indonesia, profesi menjadi seorang abdi negara atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) sangat diinginkan oleh banyak negara.
Terlebih bila bisa tergabung di satuan elite TNI AD, Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Seperti yang diketahui, Kopassus juga merupakan bagian dari Komando Utama tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat.
Setiap anggotanya yang tergabung di dalamnya dianggap memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian dan antiteror.
Lalu seperti apa syaratnya untuk mendaftar menjadi pasukan Kopassus?
Untuk menjadi bagian dari Kopassus sendiri, merupakan kebanggaan bagi setiap pasukan TNI AD
Pasalnya, untuk menjadi prajurit Kopassus bukan hal yang mudah.
Terlebih pasukan baret merah ini digadang-gadang sebagai satu pasukan yang terbaik di dunia.
Setidaknya, calon anggota Kopassus harus bisa lari 2,4 kilometer dengan waktu 12 menit, 40 kali push up dalam semenit, tidak takut ketinggian dan lainnya.
Lalu bagaimana proses rekruitmennya?
Pasukan elite TNI AD, Komando pasukan Khusus atau Kopassus, memang sudah terkenal kehebatannya di mata militer dunia.
Namun, sebelum seorang prajurit bisa mendapatkan baret merah dan brevet komando kebanggaan korps tersebut, prajurit harus melewati pelatihan khusus yang nyaris melewati kemampuan batas manusia.

Tahap demi tahap akan dilalui untuk bisa tergabung di satuan itu.
Tahapan pertama yakni Tahap Basis, yaitu pemusatan pelatihan di Pusat Pendidikan Pelatihan Khusus, Batujajar, Bandung.
Di sini, calon prajurit komando dilatih keterampilan dasar.
Seperti menembak, teknik dan taktik tempur, operasi raid, perebutan cepat, serangan unit komando, navigasi darat dan berbagai keterampilan lain.
Selesai latihan basis, dilanjutkan dengan Tahap Hutan Gunung yang diadakan di Citatah, Bandung.
Di sini, para calon prajurit komando berlatih untuk menjadi pendaki serbu, penjejakan, anti penjejakan, survival di tengah hutan.
Dalam Pelatihan Survival, calon Prajurit komando harus bisa hidup di hutan dengan makanan alami yang tersedia di hutan.
Dengan latihan ini Prajurit Komando harus bisa membedakan tumbuhan yang beracun dan dapat dimakan, dan juga mampu berburu binatang liar untuk mempertahankan hidup.
Baca juga: Seragam Baru Kopassus Untuk Perang Hutan Bisa Matikan Musuh dengan Mudah, Sempurna Dalam Kamuflase
Baca juga: AKSI Kopassus Bantai Pasukan Elite SAS Inggris hingga Gurkha yang Coba Bantu Malaysia di Kalimantan
Tahap latihan hutan gunung diakhiri dengan long march dari Situ Lembang ke Cilacap dengan membawa amunisi, tambang peluncur, senjata dan perlengkapan perorangan.
Dalam bukunya yang berjudul Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan, yang diterbitkan QailQita Publishing, 2014, mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo membeberkan pengalamannya saat mengikuti latihan Kopassus.
Mengintip "neraka" di Cilacap
Latihan terberat sudah menanti saat sampai di Cilacap. Ini merupakan latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.
Di sini, materi Latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Para calon prajurit komando harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.
“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” kata Pramono.
Dalam latihan itu para calon prajurit komando dilepas pagi hari tanpa bekal, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.
Selama “pelolosan” si calon harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.
Dalam pelolosan itu, kalau siswa sampai tertangkap maka itu berarti neraka baginya karena dia akan diinterogasi layaknya dalam perang.
Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.
Dalam kondisi seperti itu, si prajurit harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.
Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.
Pada akhirnya, mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.
Selama tiga hari siswa menjalani latihan di kamp tawanan. dalam kamp tawanan ini semua siswa akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.
Baca juga: 3 Manfaat Membaca Surat Yasin, Lengkap Bacaan Yasin 83 Ayat dan Terjemahan
Baca juga: Polisi Selidiki Insiden Tenggelamnya Pekerja Jembatan Merangin, Pihak Rekanan Bungkam
“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa. Namun, para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie.
Beratnya persyaratan untuk menjadi prajurit kopassus dapat dilihat dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.
Nilai standar fisik untuk prajurit nonkomando adalah 61, namun harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.
Begitu juga kemampuan menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.
“Hanya mereka yang memiliki mental baja yang mampu melalui pelatihan komando. Peserta yang gagal akan dikembalikan ke kesatuan Awal untuk kembali bertugas sebagai Prajurit biasa,” tutup mantan Danjen Kopassus ini.
(Tribunjambi.com)