Kim Jong Un Tantang Amerika Perang, Tak Peduli Rakyatnya Lagi Kelaparan
Pemimpin Korea Utara menantang Amerika perang, tak peduli dengan kondisi rakyatnya yang tengah dilanda kelaparan.
Saat itu pun, kelangkaan pangan dipicu kegagalan panen akibat bencana alam banjir.
Sejak bencana kelaparan parah itu, produksi dan distribusi pangan di Korut belum sepenuhnya pulih.
Hal ini terlihat pada besarnya bantuan pangan dari luar negeri.
Menurut estimasi Korea Selatan, Pyongyang membutuhkan setidaknya 1,2 juta ton bahan pangan untuk mencegah bencana kelaparan.
Hal senada diperingatkan Kantor Koordinasi Kemanusiaan PBB (OCHA).
Menurut juru bicaranya, dampak pandemi "semakin memperparah” situasi kemanusiaan di Korut tahun ini. Diperkirakakan, sebanyak 10,6 juta penduduk membutuhkan bantuan pangan.
April silam, Kim Jong Un mengimbau warganya untuk menyiapkan diri menghadapi "situasi paling buruk” usai musim panen.
Imbauan serupa pernah dikampanyekan kakeknya, Kim Il Sung, yang mengajak rakyat melakukan "mars penderitaan” sebagai tugas patriotik melawan bencana kelaparan.
Arti Pesan Korea Utara Siap Berperang
Pesan Kim Jong Un yang siap berperang dengan Amerika merupakan pernyataan pertama terhadap Pemerintahan Biden yang berjanji melakukan "pendekatan praktis yang terkalibrasi" agar tercapai denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea.
Sebelumnya Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Presiden AS Joe Biden dalam pertemuan puncak di Washington sepakat untuk melakukan diplomasi untuk menyelesaikan masalah nuklir Korea Utara.
Pesan Kim Jong Un yang siap berperang dengan Amerika ini dilontarkan sebelum kedatangan Perwakilan Khusus AS untuk Korea Utara yang baru, Sung Kim, ke Korea Selatan, akhir pekan ini.
Sung Kim direncanakan mengadakan pembicaraan trilateral dengan rekan-rekannya dari Korea Selatan dan Jepang.

Meski secara terbuka Kim Jong Un menantang AS berperang, para ahli mengatakan tidak adanya kritik terhadap AS menandakan kesediaan Kim untuk melakukan pembicaraan.
"Korut tampaknya telah memutuskan arah untuk melanjutkan pembicaraan dengan AS dalam kerangka kerja yang luas, meskipun kemungkinan akan membahas waktu dan ruang lingkup dengan China," ujar Yang Moo-jin, profesor di Universitas Studi Korea Utara seperti dikutip tribun-medan.com dari Yonhap.