Konflik di Hutan Restorasi
Dua Orang Staf PT REKI Disandera Warga, Tiga Pos Pengamanan Turut Dibakar Puluhan Orang
Dua orang staf PT REKI disandera warga. SAD Batin Sembilan disandera. PT Reki diserang warga. Pos simpang macan dirusak.
Penulis: tribunjambi | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Dua orang staf PT REKI (PT Restorasi Ekosistem Indonesia) disandera warga yang diduga pembuka lahan di kawasan hutan, Rabu (16/6/2021).
Satu di antara yang staf yang disandera tersebut adalah Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan.
Mereka disandera saat oknum pembuka lahan masuk secara paksa ke kawasan hutan restorasi tersebut.
Selain itu kelompok tersebut juga membakar pos pengamanan Simpang Macan, Sungai Kandang, dan 51.
Terkini, kedua sandera telah berhasil dibebaskan setelah polisi dari Polres Batanghari datang ke lokasi.
Dari rilis yang diterima Tribun, sekelompok orang itu mengatasnamakan warga RT 36 Dusun Kunangan Jaya 2 Desa Bungku, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
Kronologi yang dipaparkan Manager Perlindungan Hutan PT REKI, TP Damanik, 30 orang warga RT 36 memasukkan alat berat ke kawasan Hutan Harapan Simpang Macan Dalam, pada 28 Mei 2021.
Mereka masuk secara paksa dengan cara merusak portal pos Simpang Macan.
Selanjutnya Tim Pengamanan Hutan Harapan meminta mereka mengeluarkan alat berat itu karena tidak ada izin penggunaan alat berat dalam kawasan hutan.
Kelompok warga yang diketuai oleh KA mengirimkan berita acara kepada manajemen PT REKI bahwa mereka akan tetap membawa masuk alat berat dengan atau tanpan izin manajemen Hutan Harapan.
Mereka berdalih penggunaan alat berat itu untuk perbaikan jalan poros RT 36.
Manajemen Hutan Harapan mengajak mereka dialog, dengan mengundang lima perwakilan warga duduk bersama di basecamp Hutan Harapan.
Namun warga menolak dan meneruskan aktivitas ilegal itu.
Manajemen Hutan Harapan mengajukan permohonan penertiban terkait izin penggunaan alat berat di kawasan hutan kepada Dinas Kehutanan Jambi dan Gakkum KLHK (SPORC).
Upaya persuasif dilakukan Dishut Jambi dengan mengirimkan tim Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari.
Dialog antara Tim KPHP dan Ketua RT 36 bersama perwakilan masyarakat RT 36 tidak membuahkan kesepakatan.
“Upaya persuasif yang kami lakukan tidak diindahkan, kami melaporkan upaya perusakan portal dan masuknya alat berat di Hutan Harapan tanpa izin oleh warga di Hutan Harapan ke Polsek Bajubang 3 Juni 2021,” kata Damanik.
Upaya memasukkan alat berat ke kawasan hutan itu masih terus dilakukan warga.
Pada 16 Juni, saat tim Linhut patroli di area Simpang Macan Dalam, ditemukan satu alat berat dikawal tiga orang.
Sempat terjadi perdebatan antara tim Linhut Hutan Harapan dan tiga orang itu tapi tidak berlangsung
lama.
Tiga pria itu setuju untuk membawa keluar alat berat dari Hutan Harapan dan kedua belah pihak berpisah secara baik-baik.
Namun saat tiba di basecamp Hutan Harapan, pukul 16.30 WIB manajemen mendapatkan kabar dari personel pengamanan pos Simpang Macan terjadi penyerbuan sekelompok orang yang diduga dari RT 36 dan sekitarnya.
Selain merusak pos, kelompok tersebut menyandera R (warga SAD Batin Sembilan) dan BS ke RT 36.
Tak lama setelah laporan penyanderaan itu, manajemen Hutan Harapan kembali mendapat kabar dari personel lapangan bahwa pos pengamanan Hutan Harapan di Sungai Kandang dibakar warga.
Kelompok warga ini bersiap menuju pos pengamanan Simpang Macan Luar untuk membakar.
Sekitar pukul 19.18 WIB tim Polsek Bajubang menuju Tempat Kejadian Perkara.
Dua jam kemudian, personel Hutan Harapan di lapangan mengabarkan Pos 51 dibakar massa yang diduga warga RT 36, RT 29, dan Simpang Macan Dalam pukul 18.30 WIB.
Jumlah warga yang terlibat pembakaran diperkirakan 50 orang.
Polres Batanghari yang dipimpin Kabag Ops Kompol Abdul Roni tiba di lokasi penyanderaan pukul 03.00.
Selanjutnya melakukan negosiasi dengan perwakilan warga RT 36.
Dalam proses negosiasi tersebut, warga meminta ganti rugi Rp 450 juta kepada manajemen Hutan Harapan sebagai ganti rugi hasil produksi sawit yang busuk.
Sekitar pukul 05.00 WIB, Tim kepolisian Polres Batanghari berhasil melepaskan dua staf Hutan Harapan, dan membawa mereka kembali ke basecamp Hutan Harapan tanpa ada cedera.
Pihak kepolisian memastikan tidak ada pemenuhan ganti rugi Rp 450 juta menebus dua staf Hutan
Harapan.
“Kami sudah melakukan berbagai upaya persuasif, tapi warga terus menolak. Kami serahkan kasus perusakan, pembakaran pos pengamanan, dan penyanderaan staf Hutan Harapan kepada aparat
yang berwenang,” terang Damanik.
Fakta lapangan, ada indikasi kuat kejadian itu didominasi kepentingan oknum dari luar.
Ia berharap kasus pembakaran pos pengamanan dan penyanderaan warga Batin Sembilan tidak memantik konflik horizontal.
Baca juga: Film Kinipan Hadirkan Kisah Kehancuran Ekositem Indonesia
Baca juga: Pria Ini Berhasil Raup Untung Rp 54 Juta per Bulan dari Manipulasi Sistem Cashback Ecommerce