YLBHI Tuding Ketua KPK Firli Bahuri Lakukan Maladministrasi, TWK Tak Ada Dalam Undang-Undang
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati turut melontarkan kritikan keras pada KPK.
Kritikan Keras YLBHI ke KPK, Sebut yang Tidak Berwawasan Kebangsaan Itu Firli Bahuri
TRIBUNJAMBI.COM – Tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus jadi sorotan publik.
Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK dan terancam dipecat.
Berbagai spekulasi muncul karena banyak penyidik KPK yang tengah menangani kasus korupsi besar justru tak lolos TWK.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati turut melontarkan kritikan keras pada KPK.
Menurutnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang justru tidak memiliki wawasan kebangsaan.
Baca juga: Novel Baswedan Akhirnya Bicara soal Kaitan TWK KPK dengan Pilpres 2024
Baca juga: Pimpinan KPK Lili Pintauli Kena Masalah, Diduga Bocorkan Rahasia KPK, Penyidik Siap Jadi Saksi
Baca juga: Rizieq Shihab Tanya: Apakah TWK KPK Bentuk Balas Dendam Terhadap Umat Islam?
Sebab, menurut Asfinawati, Firli menggunakan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menyingkirkan 75 pegawai yang tidak lolos tes.
“Yang tidak berwawasan kebangsaan adalah Firli Bahuri karena dia melanggar hukum dan dia melanggar undang-undang dasar pada akhirnya,” kata Asfinawati dalam konferensi pers, Minggu (13/6/2021).
Asfinawati menegaskan, TWK terhadap pegawai KPK sebagai syarat alih status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak dimuat dalam undang-undang (UU) dan peraturan pemerintah (PP).
Menurut dia, Firli telah melakukan tindakan malaadministrasi.
“Kalau ada pejabat publik melakukan suatu hal yang tidak bersumber dari undang-undang, kalau dalam bahasa Ombudsman, dia melakukan administrasi menggunakan wewenang di luar kewenangan yang diberikan,” ucap dia.
Selain menyebut Firli melakukan tindakan malaadministrasi, Asfinawati berpandangan, tindakan Firli terkait TWK pegawai KPK juga dapat dikatakan melanggar kebebasan berpikir dan berpendapat.
Ia juga menilai Firli melanggar putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menyatakan seharusnya tidak ada pegawai KPK yang dirugikan dalam proses alih status menjadi ASN.
“Jadi sebetulnya tindakan Firli Bahuri dan kawan-kawan itu dalam dalam bahasa Ombudsman malaadiministrasi,” ujar Asfinawati.
“Di dalam bahasa hak asasi manusia, melanggar tadi kebebasan berpikir berpendapat dan lain-lain, dan di dalam bahasa konstitusi dia melanggar penafsir konstitusi yaitu Mahkamah Konstitusi,” kata dia.
Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK.
Dari jumlah itu, ada 24 pegawai KPK yang diberikan kesempatan untuk mengikuti pembinaan, meski masih memiliki potensi gagal diangkat menjadi ASN.
Sementara itu, 51 pegawai lainnya akan diberhentikan karena dinilai memiliki katagori “merah” dna tidak bisa dibina.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/ketua-kpk-firli-bahuri-02.jpg)