Jokowi Mau 'Tolong' KPK Tapi Ditolak Partai dan DPR, Mahfud MD Sebut Banyak Koruptor Ketakutan
Mahfud MD mengatakan para koruptor kini tengah bersatu untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jokowi Mau 'Tolong' KPK Tapi Ditolak Partai dan DPR, Mahfud MD Sebut Banyak Koruptor Ketakutan
TRIBUNJAMBI.COM-Polemik di internal Komisi Pemberantasan Korupsi semakin panas setelah puluhan pegawainya yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bicara.
Banyak tudingan muncul bahwa TWK hanya jadi alat untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang telah lama dibidik.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ikut menanggapi panasnya KPK saat ini.
Ia mengatakan para koruptor kini tengah bersatu untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Mahfud koruptor-koruptor itu bersatu dan menyerang lembaga antirasuah itu karena takut kasusnya akan terbongkar.
Ia menegaskan bahwa dirinya selalu mendukung KPK, namun ada pihak-pihak yang berpandangan lain.
Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Mahfud MD: Sekarang Korupsi Itu Lebih Gila dari Zaman Orde Baru
Baca juga: Kata LBH Jakarta Setelah Kabareskrim Tolak Laporan ICW Soal Dugaan Gratifikasi Ketua KPK
Baca juga: Laporan ICW Ditolak, Polri Tak Mau Ikut Campur Kisruh KPK, Kabareskrim: Mohon Jangan Tarik-tarik
"Saya sangat hormat pada anak-anak ini semua. Tetapi orang yang merasa punya data lain dan koruptor-koruptor yang dendam dan koruptor yang belum ketahuan tetapi takut ketahuan ini sekarang bersatu untuk hantam itu," tutur Mahfud dalam diskusi dengan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) serta sejumlah pimpinan universitas di Yogyakarta, Sabtu (5/6/2021) dikutip dari Tribunnews.com.
Mahfud juga menjelaskan bahwa upaya penguatan KPK tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau lembaga eksekutif.
Namun ada pihak-pihak yang lain yang juga harus terlibat seperti DPR dan partai politik (parpol).
"Keputusan tentang KPK itu tidak di pemerintah saja, ada di DPR, partai dan civil society ini akan pecah juga," ujarnya.
Ia mencontohkan kala itu Presiden Joko Widodo hendak mengeluarkan Peraturan Perundang-Undangan (Perpu) untuk menghentikan revisi UU KPK.

Namun hal itu tidak terjadi karena ditolak oleh DPR dan partai.
"Ketika Presiden mengeluarkan Perpu untuk Undang-Undang itu kan hantam kanan kiri. Bahwa DPR tidak setuju dan partainya tidak setuju. Bagaimana ingin mengeluarkan Perppu tapi ditolak, artinya permainan ini tidak mudah," kata dia.