Kisah Tragis Anak-anak Palestina Tewas Dibom Israel: Itu Benar-benar Kejam
Ketegangan antara Israel dan Palestina akhir-akhir ini dianggap sebagai yang terburuk.
TRIBUNJAMBI.COM- Ketegangan antara Israel dan Palestina akhir-akhir ini dianggap sebagai yang terburuk.
Sejak beberapa hari lalu serangan udara kedua negara ini terus memanas.
Akibat konflik yang terus memanas banyak warga menjadi korban.
Bahkan serangan Israel membuat anak-anak turut menjadi korban.
Salah satunya putri dari Hasan al-Attar.
Hasan berdiri dengan tenang di dalam kamar mayat.
Ia menatap jasad putrinya, Lamya, dan tiga anak lainnya yang masih satu keluarga.
Mengenakan rompi pemadam kebakaran, Hasan membungkuk untuk mencium putrinya.
Baca juga: Israel Dibombardir Roket dari Suriah, Khawatir Pertempuran Meluas di Timur Tengah, Begini Reaksi AS
Baca juga: Inilah Kekuatan Mengerikan yang Dimiliki Pasukan Hamas untuk Hancurkan Israel
"Doakan dia," kata koleganya sambil menepuk pundak Hasan.
Dilansir Al Jazeera, Lamya dan para saudaranya - Amir, Islam al-Attar, dan Mohammed al-Attar - tewas pada Jumat (14/5/2021) malam waktu setempat di Beit Lahia.
Mereka tewas akibat serangan udara Israel yang mengebom rumah tempat mereka tinggal.
Beit Hanoun merupakan satu dari sekian daerah yang menjadi sasaran pemboman udara selain Jabalya, kota utara di Jalur Gaza.
Beit Hanoun menjadi saksi bisu pemboman udara yang hampir tanpa henti, ditambah dengan penembakan artileri berat.
Seorang juru bicara militer Israel, Jonathan Conricus, mengatakan, serangan sebelum fajar diluncurkan, termasuk 160 pesawat tempur yang lepas landas dari enam pangkalan udara pada Jumat (14/5/2021) lalu.
Sekitar 450 rudal dan peluru digunakan untuk menyerang 150 target dalam waktu 40 menit.
Gaza saat diserang Israel
Jonathan mengatakan, serangan itu ditujukan untuk menghancurkan sistem terowongan bawah tanah di Gaza.
Namun, Abedrabbo al-Attar, seorang penduduk Beit Lahia, mengatakan bahwa serangan itu menargetkan warga sipil.
"Kami meninggalkan rumah kami sambil berteriak, setelah rumah (di mana Lamya dan anak-anak lain berada) di sebelah kami dihancurkan," kata Abedrabbo.
"Kami pikir kami semua akan mati. Tidak ada pejuang perlawanan di daerah itu, dan Israel membom segalanya, lebih dari 50 serangan tanpa henti," lanjut ayah enam anak itu.

Abedrabbo mengatakan, keluarganya dan keluarga saudara laki-lakinya berjalan kaki sekitar 8 kilometer sebelum mencapai sekolah UNRWA untuk pengungsi di Palestina, di seberang Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza.
“Anak-anak kami tidur di lantai kosong,” katanya.
"Kami tidak membawa apa-apa, dan kami tidak tahu apakah rumah kami masih berdiri," imbuh pria 40 tahun tersebut.
Lusinan keluarga dari kota-kota utara Gaza juga mengungsi.
Baca juga: Lebanon-Suriah Serang Israel, Markas Militer Dibombardir Rudal Bantu Palestina
Di gedung bernama Abraj al-Nada, para keluarga tidak dapat pergi karena kebakaran hebat dan meminta bantuan Palang Merah.
"Ini adalah perang terburuk yang pernah saya alami dalam hidup saya, dan saya telah melihat beberapa di antaranya. Itu benar-benar kejam," ujar Abedrabbo.
Unggahan Perpisahan
Eskalasi menjelang fajar di Jalur Gaza mengakibatkan banyak warga mengunggah 'perpisahan' mereka di media sosial.
Satu di antaranya adalah Diaa Wadi, seorang penduduk Shujaiyah.
"Halo dunia. Saya dan keluarga saya berada di bawah target pemboman artileri dan pesawat tempur pendudukan Israel.
Kami telah membagikan diri kami di sudut berbeda di ruangan yang sama.
Masing-masing dari kami memegang tas, dengan kertas-kertas dan beberapa barang milik kami, saling memandang.
Sekarang kami merasa takut. Ini adalah momen tersulit dan terberat sepanjang hidupku!" tulis Diaa.
Dua jam kemudian, setelah serangan mereda, Diaa Wadi berharap dirinya bisa melihat matahari di pagi hari.
"Bahkan jika kita tidak pernah melihat matahari lagi, kita semua untuk Yerusalem," katanya.
Semua Telah Hancur

Di Beit Hanoun, seluruh area pemukiman dihancurkan oleh serangan udara.
Satu di antara warga Palestina yang tinggal di daerah itu adalah Mohammed al-Zoni.
Ia mengatakan, sebanyak 30 rumah hancur.
Al-Zoni juga menambahkan, berkat pertolongan Tuhan, tidak ada yang terbunuh.
Keluarga dapat melarikan diri segera setelah serangan dimulai.
"Kami sedang duduk di rumah ketika tanpa ada peringatan apa pun, pengeboman dimulai," ujar Al-Zoni.
“Kaca dari jendela menghujani kami. Keluarga saya tinggal dengan kerabat di daerah yang berbeda untuk saat ini, tetapi Israel perlu mengetahui satu hal, dan itu adalah kami akan tetap di sini," tegasnya.
Saat orang-orang di Gaza mulai pulih dari 'mimpi buruk' mereka, beberapa yang lain akan terus mengubur kenangan tentang orang tercinta yang telah meninggalkan mereka.
Seperti yang terjadi Rafat Tanani.
Pada Rabu (12/5/2021) malam, Rafat dan seluruh keluarganya tewas dalam serangan Israel di daerah Sheikh Zayed di Gaza utara.
Dia dan istrinya Rawya (36) yang sedang hamil, dan anak-anak mereka Ismail, Adham, Amir, dan Mohammed - semuanya berusia di bawah 8 tahun - terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan.
Tim penyelamat membutuhkan waktu sehari untuk mengevakuasi mayat keluarga tersebut.
"Cara Israel menargetkan rumah-rumah warga sipil dan membunuh anak-anak serta menggusur orang benar-benar tidak tepat," kata sepupu, Rafat Jameel.
"Apa yang kami alami sekarang jauh lebih buruk daripada serangan di tahun 2014. Penembakan dan serangan udara kali ini gila," tuturnya.
Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul Cerita Pilu Korban Serangan Israel di Palestina, Warga: Perang Terburuk.