Begini Sosok Pendeta SAE Nababan di Mata Keluarga Gusdur, Dua Tokoh Sudah Dekat Puluhan Tahun

Pendeta SAE Nababan, yang meninggal dunia pada Sabtu (8/5/2021), ternyata cukup dekat dengan Abdul Rahman Wahid alias Gusdur.

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
FACEBOOK/KOLASE
Pendeta SAE Nababan, mantan Ephorus HKBP semasa hidup. SAE Nababan meninggal dunia pada Sabtu 8 Mei 2021 

TRIBUNJAMBI.COM - Pendeta SAE Nababan, yang meninggal dunia pada Sabtu (8/5/2021), ternyata cukup dekat dengan Abdul Rahman Wahid alias Gusdur.

Kedekatan Gusdus dan SAE Nababan mantan Ephorus HKBP itu, diungkapkan langsung oleh Alissa Wahid, putri Gusdur.

"Kami sering melihat Pendeta Nababan dan Gusdur," kata Alisa Wahid, dikutip Tribun dari tayangan lauching buku Selagi Masih Siang: Catatan Perjalanan Pdt Dr SAE Nababan.

Dia menyebut melihat keduanya sebagai tokoh yang menjadi penggerak pertama dan utama gerakan lintas iman.

"Saya katakan sebagai tokoh utama ya, itu tahun 1980an. Ternyata sudah lama ya. Saya sering melihat. Mereka Sudah dekat puluhan tahun," ungkap Alissa Wahid.

Putri Gusdur itu menyebut, pada masa itu organisasi berbasis agama tidak terlepas dari cengkraman Orde Baru di masa pemerintahan Soeharto.

"Orde Baru itu menginginkan tunduk mutlak. Ditekan," ucapnya.

Baik NU maupun HKBP, ungkapnya, sama-sama merasakan tekanan ini.

"Tapi NU dan HKBP yang paling kelihatan ya, konfliknya secara terbuka," ungkapnya.

Baca juga: SAE Nababan Meninggal Dunia, Saat Memimpin HKBP Digoyang Orde Baru

Dia menyebut kepemimpinan gusdur di NU ditantang oleh Orde Baru dengan memberikan dukungan ke calon yang lain.

Gusdur masa itu harus memilih pilihan sulit: melanjutkan kepemimpinan di NU atau melanggar aturan dalam NU.

Saat itu ada aturan di NU hanya bisa memimpin dua periode. Di sisi lain, Orde Baru memasang orang untuk menggantikan Gusdur.

"Dia memilih menyelamatkan NU dengan cara melanggar aturan, dalam tanda kutip. AD/ART dibuat berbeda (revisi)," ungkapnya.

Dalam sisi berbeda, ungkapnya, Pendeta SAE Nababan juga mengalami hal yang sama.

"Puncaknya di Sinode Godang ya, saya tahu itu menimbulkan dampak yang sama. Pendeta Nababan harus benar-benar berhadapan, karena jadi ada dua kepengurusan berbeda," tuturnya.

Dia menyebut Pendeta SAE Nababan merupakan pempimpin yang sosoknya tidak hanya berkharisma, tapi figur paripurna, sehingga bisa jadi teladan bagi generasi saat ini.

"Anak Kristiani di Indonesia bisa mempelajari meneladani beliau," ungkapnya dalam peluncuran buku Agustus 2020 itu.

Baca juga: Profil SAE Nababan Mantan Ephorus HKBP yang Meninggal Dunia di Jakarta

Digoyang Orde Baru

Pemerintahan Soeharto tidak sejalan dengan SAE Nababan yang saat itu menjadi Ephorus HKBP.

Ada perbedaan pandangan antara mereka, dan Nababan tidak mau menuruti kemauan pemerintahan Soeharto.

Pemerintahan orde baru tidak terima dengan kritisnya Nababan atas isu-isu kemanusiaan dan keadilan.

Hal itu membuat posisi Pendeta SAE Nababan sebagai Ephorus HKBP saat itu berusaha dilengserkan.

Kepemimpinannya diintervensi Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas).

Ini merupakan lembaga yang dibentuk Soeharto pada tahun 1988, yang mengangkat Jenderal Try Sutrisno jadi ketuanya.

Tugasnya adalah mengkoordinasi upaya departemen dan instansi lain untuk stabilitas nasional, dan menyelesaikan segala yang dianggap sebaai hambatan, gangguan dan tantangan pemerintahan.

Campur tangan Bakorstanas pada akhirnya menyebabkan kemelut bertahun-tahun di tubuh HKBP, dan dualisme di gereja tersebut, antara Pro Nababan dan Pro Simanjuntak.

Profil Singkat Sang Doktor Teologi

SAE Nababan telah meninggal dunia pada Sabtu 8 Mei 2021 di RS Medistra Jakarta.

Nama lengkapnya adalah Soritua Albert Ernst Nababan tapi lebih dikenal dengan nama SAE Nababan.

Baca juga: Profil Yosua Thomas Pemeran Taslim Preman Pensiun 5, Jago Bela Diri dan Joget TikTok

Ia lahir di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara 24 Mei 1933.

Ia meraih gelar doktor bidang teologi ia dapatkan dari Universitas Heidelberg Jerman, pada usia 30 tahun.

Catatan perjalanan hidup Pendeta Dr SAE Nababan ini sudah tertuang dalam buku berjudul 'Selagi Masih Siang' yang diluncurkan tahun 2020 lalu.

Di dalam buku itu juga terungkap bagaiman Intervensi rezim orde baru terhadap kepemimpinan Nababan di HKBP.

SAE Nababan memperistri Alida Lientje Lumbantobing.

Hasil pernikahan itu, mereka dikaruniai dua orang putra dan seorang putri.

SAE Nababan merupakan saudara kandung dari Asmara Nababan seorang tokoh HAM di Indonesia, dan Panda Nababan seorang politisi PDI Perjuangan.

Ia dikenal sebagai sosok yang cukup dekat dengan orang-orang yang mendorong reformasi di era orde baru.

Di antaranya adalah Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.

Ia turut terlibat memfasilitas pertemuan kekuatan sosial politik menjelang reformasi.

Baca juga: SAE Nababan Meninggal Dunia, Saat Memimpin HKBP Digoyang Orde Baru

Baca juga: Profil SAE Nababan Mantan Ephorus HKBP yang Meninggal Dunia di Jakarta

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved