Wawancara Eksklusif
Forum DAS Bicara Kondisi Sungai di Jambi, Kondisinya Memprihatinkan, Ini Harus Dipulihkan
DI Provinsi Jambi, ada dua DAS yang ditangani forum tersebut, yaitu DAS Batanghari dan DAS Pengabuan.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Deddy Rachmawan
Sontak dijawab muridnya, air sungai itu cokelat. Itu tidak bisa disalahkan, karena kondisinya memang begitu.
Dalam dua dekade terakhir, kondisi sungai di Provinsi Jambi semakin memprihatinkan.
Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) kemudian dihadirkan Kementerian Kehutanan pada 2013 lalu untuk bekerja sama menangani daerah aliran sungai yang ada pada setiap provinsi.
DI Provinsi Jambi, ada dua DAS yang ditangani forum tersebut, yaitu DAS Batanghari dan DAS Pengabuan.
Bagaimana kondisi DAS tersebut saat ini dan apa yang sebaiknya dilakukan untuk menjaga kondisi aliran sungai? Hal itu diungkapkan ketua Forum DAS Provinsi Jambi, Tagor Mulia Nasution dalam petikan wawancara berikut.
Apa saja tugas dan peran Forum DAS dalam menangani persoalan aliran sungai di Provinsi Jambi?
Tagor Mulia Nasution : Forum DAS membahas mengenai Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama DAS Batanghari, kemudian juga ada DAS Pengabuan. Forum DAS ini dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan (sekarang KLHK) nomor 1 tahun 2013. Kemudian itu ditindaklanjuti oleh Gubernur Jambi melalui peraturan daerah nomor 1 tahun 2013 tentang pembentukan Forum DAS. Kemudian di-SK-kan oleh gubernur.
Saya sebelum pensiun diminta untuk menjadi ketua Forum DAS periode 2018-2023. Karena ini berkaitan dengan lingkungan, sesuai dengan latar belakang saya yang banyak berkecimpung di bidang lingkungan, baik pertanian, perkebunan, ketahanan pangan, juga akhirnya di Pemda, saya akhirnya menerima dan setuju menjadi ketua, sehingga keluarlah SK Gubernur.
Kami diberikan sekretariat di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lingung (BPDASHL) Batanghari di Telanaipura, difasilitasi di sana sehingga dapat melaksanakn kegiatan. Sampai hari ini kami sudah bisa membentuk 7 Forum DAS di kabupaten/kota.
Batanghari, Muarojambi, Tanjung Jabung Timur, Kota Jambi belum.
Komposisi kepengurusan orang-orang yang tergabung dalam Forum DAS seperti apa?
Tagor: Komposisi orang-orang di Forum DAS itu terdiri dari yang PNS dan non-PNS. Yang PNS ini biasanya kepala dinas yang ada sangkutannya dengan lingkup lingkungan hidup, seperti Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan, Bapppeda, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, juga ada Dinas ESDM, yang erat hubungannya dengan lingkungan dan air.
Yang non-PNS kita ajak kawan-kawan yang sudah pensiun yang punya kepedulian dengan lingkungan. Kemudian dari perguruan tinggi, NGO, dan kawan-kawan lain yang punya kepedulian dengan lingkungan.
Apa yang menjadi tugas Forum DAS ini?
Tagor: Tugas kita, untuk diketahui bersama, bukan eksekutor. Kita mencoba mencari tahu apa yang terjadi di DAS Batanghari ini. Kita lihat ke lapangan, kita coba melihat apa yang memengaruhi kejadian-kejadian itu di lapangan.
Kita analisis, rumuskan ke kawan-kawan, kita adakan workshop supaya bisa tahu bagaimana pendapat ahli, bagaimana kondisi real di lapangan. Kita berikan saran ke gubernur di akhir tahun, apa yang terjadi, apa saran kita untuk tindak lanjutnya untuk mengendalikan lingkungan ini sehingga lingkungan ini indah lestari.
Di akhir 2020 kemarin kita berikan saran dan rekomendasi ke gubernur. Kita kirimkan juga ke bupati/wali kota se-Provinsi Jambi ini. Harapan kita, bersama-sama kita perbaiki.
Apa saran yang sangat mendasar yang diberikan Forum DAS kepada pemerintah?
Tagor: Kondisi DAS Batanghari memang sudah memprihatinkan. Artinya, sudah ditetapkan oleh Kementerian LHK bahwa DAS ini harus dipulihkan.
DAS ini sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya.
Kita lihat bersama, memang benar itu adanya, karena dulu Sungai Batanghari ini diutamakan oleh masyarakat di pinggir sungai masih digunakan untuk mandi dan cuci. Sekarang, itu tidak mungkin digunakan lagi, karena sudah keruh, sudah cokelat.
Ada seorang guru bercerita, bertanya kepada muridnya air itu warna apa. Sontak dijawab muridnya, air sungai itu cokelat. Itu tidak bisa disalahkan, karena kondisinya memang begitu.
Sekarang, kalau surut, tebingnya bisa 12 meter, saking jauhnya permukaan air itu. Tapi kalau banjir, kiri-kanan bisa 5 km (berpotensi). Ini pendangkalannya sudah luar biasa, sedimentasinya sudah sangat tinggi.
Kita ketahui, DAS Batanghari ini luasnya 4,9 juta hektare. Mulai dari puncak Gunung Kerinci. DAS itu bukan hanya kiri-kanan Sungai Batanghari, tapi mulai dari festmen area mulai dari atas Gunung Kerinci sampai Sungai Batanghari termasuk danau-danau dan sungai-sungai kecil.
Baca juga: VIDEO Warga Kampung Tengah Bersihkan Sampah yang Terbawa Naiknya Air Sungai Batanghari
Baca juga: Ketinggian Air Sungai Batanghari Capai 14 Meter, BPBD Provinsi Jambi Siagakan Armada
Baca juga: Debit Sungai Batanghari Naik, BPBD Tebo Pastikan Tak Memperpanjang Status Siaga Banjir
Baca juga: 82 Penumpang Jadi “Korban” Penyekatan Jalan Jambi-Palembang, Empat Bus Disuruh Putar Balik
Itu areanya sangat memprihatinkan. Tidak peduli hutan lindung, hutan produksi, semuanya dirambah.
Kita lihat juga di Solok Selatan yang ada juga aliran Sungai Batanghari, berbatasan dengan Jambi, di situ juga ada perambahan hutan. Kondisi ini yang kita lihat, kita rumuskan, berikan saran kepada gubernur agar bisa memberikan perintah kepada bawahannya dan Forkopimda, agar kita bisa melestarikan Sungai Batanghari ini. Ini tidak bisa kerja sendiri, harus bersama-sama mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa.
Dari luasan DAS Batanghari yang Bapak sebut, daerah mana yang paling kritis?
Tagor: Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Merangin, Sarolangun, dan Bungo. Ini memengaruhi betul.
Kalau di Kerinci, hutan di sana ditebang, ditanam kopi atau tanaman monokultur. Kalau di daerah bawah, Merangin, kita tahu sendiri Lembah Masurai sudah seperti itu kondisinya, ada PETI. Sungai Manau, sungai sudah rata dengan sawah.
Kemudian di Sarolangun kondisinya juga ada pertambangan emas, batu bara. Begitu juga Bungo, hampir sama kasusnya, mulai dari Rantau Pandan itu sudah keruh airnya. Ini karena kegiatan di kiri-kanan sungai bahkan di sungai itu.
Perbandingan beberapa tahun lalu dengan sekarang sudah jauh berbeda signifikan. Kalau kita biarkan terus, apa yang bisa kita wariskan untuk keturunan-keturunan kita selanjutnya?
Tapi sekarang, alhamdulillah, kami berterima kasih sekali Kapolda langsung turun tangan, terutama untuk memberantas PETI dan ilegal driling.
Bagaimana temuan Forum DAS terkait kondisi air Sungai Batanghari?
Tagor: Kami mengadakan audiensi dengan dinas terkait, coba diskusi, dari apa yang sudah mereka ambil sampel mereka mencoba menguji di laboratorium. Mereka bilang Sungai Batanghari itu memang sudah tidak layak lagi dimanfaatkan, kecuali itu di-treatment (dipulihkan) lagi. Tapi itu biayanya sangat tinggi sekali. Informasi dari Kerinci dan Bungo, hampir 75 persen anggaran PDAM itu untuk treatment, menyehatkan air untuk bisa diminum.
Sungai Batanghari pun seperti itu, sudah sangat-sangat tidak layak. Mulai dari kotoran, bakteri. Inilah kondisinya, makanya ini diklasifikasikan untuk dipulihkan lagi.
Yang mengambil kebijakan tetap pemerintah daerah, apa langkah-langkah yang akan diambil untuk pelestarian itu.
Tapi asal kita kerja, asal bersama-sama, kompak, saya rasa ini bisa. Kita harus yakin
Selama bergelut di Forum DAS, kita akan menemui permasalahan yang kompleks, termasuk sosial kemasyarakatan. Bagaimana Forum DAS menghadapi ini?
Tagor: Kalau saya melihat ini dan pengalaman di lapangan, dulu tidak ada perambahan, tidak ada PETI, tapi masyarakat aman, tentram, tenang, sejahtera tanpa ada itu.
Okelah, sekarang ada tuntutan penduduk bertambah, segala macam, tapi ada istilahnya ada paksaan dari oknum-oknum pengusaha, cukong-cukong.
Misalnya, awalnya di Sungai Manau tidak ada masyarakat desa, itu orang luar semua.
Pengalaman juga di Bajubang, tidak ada orang desa, justru orang desa itu membantu kita waktu itu. Tapi setelah mereka lihat orang luar menikmati, akhirnya mereka ikut, kemudian meluas. Itu yang berat.
Di awalnya ada faktor pembiaran, karena itu di depan mata tapi dibiarkan melanggar hukum. Padahal kalau masih sedikit, belum ada perlawanan. Jadi, menurut saya, itu bisa asal jangan ada faktor pembiaran dan kompak. Selain itu, perlu upaya yang berkesinambungan.
Pengalaman saya, ada satu kekuatan yang dahsyat. Ini adalah kekuatan dari bawah, kekuatan dari masyarakat. Kami menemui ada kelompok masyarakat yang menjaga hutan. Mereka berani jamin hutan yang diserahkan kepada mereka akan dijaga sebagai hutan adat. Setelah saya tanya, karena ada feedback-nya bagi mereka, karena mereka sudah menjual karbon.
Ada pendapatan mereka di sana, ada kesejahteraan mereka, sehingga tanggung jawab untuk menjaga hutan ada.
Bagaimana, kok bisa? Karena pohon-pohon yang besar-besar itu sudah dijual ke 'bapak angkat'. Bapak angkat pohon dalam arti kata itu, bukan ditebang. Pohon itu tetap tegak di situ kemudian ada istilahnya si bapak, misalnya membeli batang itu 1 tahun 200 ribu rupiah untuk dijaga. Itu pohon tidak akan ditebang.
Dapat kami simpulkan bahwa kekuatan dari kelompok-kelompok pemerhati di desa ini harus tumbuh di setiap daerah. Kalau bisa di setiap desa, setiap kecamatan harus ada kelompok masyarakat yang menjadi pemerhati lingkungan ini. Ini dahsyat karena mereka ini bisa menjaga hutan itu 24 jam, sementara kalau petugas hanya sebatas surat perintah tugasnya saja.
Apa optimistis dengan kelompok-kelompok masyarakat ini dengan pecinta-pecinta alam seperti ini?
Tagor: Saya rasa kita harus yakin, semua sisi kita dorong untuk optimis melestarikan lingkungan ini. Kita tidak bisa kerja sendiri, sementara kekuatan itu adalah yang dari bawah.
Kami kebetulan didukung juga dengan bantuan Jerman melalui Kementerian LHK. Kegiatannya mulai dari pembinaan masyarakat untuk lingkungan sampai ke pelaksanaan kegiatan itu.
Kalau kita lihat dari hulu ke hilir Sungai Batanghari, apakah kompleksitas masalahnya sama?
Tagor: Kalau kompleksitas masalah hulu dan hilir ini tentu berbeda, karena kalau hilir masalahnya itu memang ada juga pemanfaatan lahan yang sampai ke pinggir sungai, MCK yang sangat besar sekali pengaruhnya terhadap bakteri, dan pembuangan sampah ke sungai.
Kalau di daerah hulu tidak seperti itu, karena mereka rata-rata bermukimnya tidak di pinggir-pinggir sungai. Mereka lebih banyak menebang hutan dn menanaminya dengan tanaman monokultur. Ini sudah mulai diinisiasi oleh Kementerian LHK dengan menggabungkan tanamam produktif ditambah dengan kayu, sehingga kita harapkan tutupan lahan itu akan semakin tinggi dan serapan air hujannya pun akan semakin besar.
Kalau untuk sedimentasi, seperti apa di Sungai Batanghari?
Tagor: Kita bukan fokus ke sedimentasi, tapi kita juga ada ahli sedimentasi dari Unja dan Unbari. Menurut mereka, sedimentasi yang sudah sangat tinggi. Kita melihat adanya pendangkalan. Kalau kemarau, tampak pulau-pulau pasir.
Itu adalah sedimentasi yang tinggi. Sehingga, sekarang tidak ada lagi jalan kapal, untuk tongkang saja kadang tidak bisa lagi. Akibatnya, biaya kebutuhan masyarakat Jambi tinggi, karena barang-barang harus dibawa ke darat. Padahal dulunya pakai kapal bisa masuk ke Sungai Batanghari. Makanya saya bilang, kalau ini kita biarkan ke depan akan lebih parah lagi, bisa jadi kenangan saja Sungai Batanghari ini. Ini tidak bisa kita biarkan.
Apa tantangan bagi Forum DAS untuk penanganan sungai di Jambi ke depannya?
Tagor: Tantangan ke depan ini, bagaimana kita meyakinkan tokoh-tokoh masyarakat kemudian anggota anggota dewan, karena anggota dewan ini kan representasi dari masyarakat. Inilah bagaimana mereka juga harus satu pemikiran dengan kita.
Jangan terlalu menokohkan bahwasanya ini kebutuhan masyarakat, padahal sebenarnya tidak. Masyarakat dulu bisa tenang, tetap sejahtera, anak-anaknya sehat mandi di sungai itu, tidak justru seperti sekarang. Dengan adanya PETI, apakah masyarakat kita kaya? Padahal tidak. Masyarakat seperti itu saja, biasanya justru cukong-cukong yang kaya.
Oleh karena itu, kami melalui Forum DAS mencoba bagaimana memberikan pencerahan kepada masyarakat agar masyarakat jangan berpikir jangka pendek saja, bagaimana lingkungan ke depan, bagaimana anak cucunya.
Apa pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat yang menilai mendengarkan tayangan ini?
Tagor: Pada kesempatan ini saya sebagai Ketua Forum DAS Provinsi Jambi mengajak, mari kita lestarikan lingkungan kita dengan melaksanakan kegiatan harus memikirkan dampak negatifnya. Jangan hanya melaksanakan kegiatan dengan berpikir untuk pendek, tapi ke depannya akan merugikan anak cucu kita. Saya mengajak kita untuk bekerja untuk pelestarian lingkungan. (are)