Asal Usul Pesugihan Babi Ngepet Berawal dari Zaman Majapahit, di Depok Lagi Heboh

Warga Depok Jawa Barat tengah dihebohkan dengan penangkapan yang diduga babi ngepet.

Editor: Teguh Suprayitno
TribunJakarta/Dwi Putra Kesuma
Babi yang diduga jadi-jadian dan diamankan warga di Kelurahan Bedahan, Sawangan, Kota Depok, Selasa (27/4/2021). 

“Jadi memang benar-benar jelas. Itu mulai dari dia jubah hitam sampai dia berubah ngepet, jelas. Sampai dia berubah wujud jadi babi, itu warga sudah ngintip semua dari rumah masing-masing, gitu,” tutur Abdul Rosad.

Abdul Rosad juga mengaku, warga ramai-ramai bugil agar bisa menangkap babi ngepet itu.

Hal ini karena mereka percaya babi ngepet itu tak bisa terlihat atau tertangkap saat warga masih mengenakan pakaian lengkap.

Kisah babi ngepet memang bukan hal asing bagi masyarakat Indonesia, utamanya kalangan suku Sunda dan suku Jawa.

Foto : Babi yang diduga jadi-jadian buat heboh warga di Kelurahan Bedahan, Sawangan, Kota Depok.
Foto : Babi yang diduga jadi-jadian buat heboh warga di Kelurahan Bedahan, Sawangan, Kota Depok. (Istimewa)

Mitos pesugihan dan babi ngepet sudah ada sejak lama, menurut makalah “Cerita-Cerita Pesugihan di Jawa” oleh Mashuri.

Peneliti bernama Samuel Harthoorn telah mencatat soal pesugihan tuyul dan Nyi Blorong dalam laporan yang terbit pada 1860.

Lalu, peneliti bernama Hendrik Alexander van Hien menerbitkan laporan berisi catatan soal pesugihan pada 1894.

Mengutip Mashuri, ritual pesugihan di Jawa selalu terkait dengan sosok-sosok legenda hingga tokoh sejarah. Pesugihan bisa terkait dengan tuyul, babi jadi-jadian, harimau jadi-jadian, hingga Sunan Kalijaga.

Soal pesugihan babi jadi-jadian atau babi ngepet ini, sejarawan Cliford Geertz adalah salah seorang yang mencatat keberadaan mitosnya dari hasil penelitian pada dekade 1950.

Baca juga: Capres Nurhadi Ditangkap, Kaget Tengah Malam Didatangi Kapolres Usai KRI Nanggala Dijadikan Candaan

Geertz tinggal di sebuah desa di Kediri, Jawa Timur pada 1952. Lalu, ia meneliti masyarakat Bali pada 1957 hingga 1958.

Hasil penelitian itu membuahkan buku History of Java atau Abangan, Santri, dan Priyayi.

Geertz mencatat, pesugihan babi hutan itu terkenal sebagai babi ngepet, ama menthek, dan kebleg.

Budaya Jawa dan Nusantara sendiri mengenal babi sebagai sumber protein hewani.

Melansir Historia, masyarakat Jawa di zaman Majapahit, orang Dayak Ngaju, hingga orang Makassar abad ke-16 biasa makan babi.

Suku Jawa sendiri mengenal istilah celengan yang terkait dengan babi hutan atau celeng dalam bahasa Jawa.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved