Radhar Panca Dahana Meninggal karena Sakit, Begini Kenangan Semasa Hidup dan Sajak Fenomenalnya
Radhar Panca Dahana seorang sastrawan dan budayawan utup usia diumurnya yang menginjak 56 tahun.
TRIBUNJAMBI.COM, PAMULANG - Radhar Panca Dahana seorang sastrawan dan budayawan utup usia diumurnya yang menginjak 56 tahun.
Kini dunia seni Indonesia kehilangan budayawan itu untuk selama-lamanya.
Radhar meninggal setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo (RSCM), Jakarta Pusat, karena penyakit jantung yang dideritanya.
"Saya tahu tadi jam 20.30 WIB dari kakak saya dan istrinya almarhum," kata Ratih (54), adik dari Radhar, saat ditemui di rumah duka yang berada di kawasan Jalan Villa Pamulang Blok CF 6, Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Kamis (22/4/2021) malam.
Sebelum meninggal, almarhum sedang melakukan perawatan berupa cuci darah akibat riwayat penyakit yang dideritanya.
Namun, nyawa almarhum tak dapat tertolong usai serangan jantung menimpa dirinya dikala sedang menjalani perawatannya.
"Jam 7 itu dia masih tau dia katanya kritis. Sebelumnya jam 7 itu kena serangan jantung. Terus masih diusahakan. Tapi ternyata katanya sudah meninggal dunia," jelasnya.
Baca juga: Bukan Hanya Kurma yang Jadi Favorit Nabi saat Ramadhan, Ada Madu yang Bermanfaat untuk Imun Tubuh
Baca juga: Nathalie Holscher Istri Sule Hamil Setelah Rutin 40 Hari Makan Kurma Muda dan Air Buah Zuriat
Adapun keluarga almarhum berencana memakamkan jenazah pada Jumat, 23 April 2021 usai melaksankan ibadah Shalat Jumat.
"Kita rencananya sih di Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan besok bada dzuhur setelah Shalat Jumat," ungkapnya
Suasana rumah duka almarhum Radhar Panca Dahana di Villa Mutiara Pamulang, Kota Tangsel pada Rabu (22/4/2021). (Warta Kota/Rizki Amana) (Rizki Amana)
Sosok bertanggungjawab
Kepergian Radhar meninggalkan duka bagi keluarganya.
"Kesedihan kita yaitu kita berasa kehilangan sekali," kata Ratih
Ratih bercerita semasa hidup almarhum dikenal sebagai sosok yang tangguh dan bertanggung jawab terhadap keluarganya.
Puluhan tahun almarhum harus bersahabat dengan sejumlah penyakit yang dideritanya.
Bahkan, berkali-kali ia harus menjalani sejumlah pengobatan untuk mengurangi rasa sakit yang menemaninya.
Baca juga: PN Jambi Kabulkan Gugatan Universal Support Soal Wanprestasi Tambang Batu Bara
Namun rasa sakit itu tak menjadi halangan, justru menjadi sahabat baginya dalam menjalani kesibukan aktifitasnya.
"Dia orangnya baik suka menolong orang intinya itu. Walaupun dia sakit dia tetap bertanggung jawab sama keluarga apapun itu. Seminggu dia tiga kali cuci darah tapi dia masih mencari nafkah, masih menanggung keluarganya masih aktif dalam keadaan covid-19 ini dia juga masih berusaha. Sudah 21 tahun jalani cuci darah," jelasnya.
Radhar merupakan sosok sastrawan dan budayawan yang kerap menghiasi sejumlah teater tanah air.
Namanya mulai dikenal seantero pelaku seni tanah air melalui karya ciptaannya dalam bentuk esai sastra, cerita pendek, dan puisi yang dipublikasikan di sejumlah surat kabar Indonesia.
Karya-karya sajak dirinya pun sempat diabadikan melalui cetakan buku berjudul 'Lalu Aku' yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama dengan cetakan pertama diterbitkan pada Juni 2011.
Tak cukup hanya membuat karya-karya tersebut, pria kelahiran Jakarta 22 Maret 1965 itu turut pula ambil andil dalam sejumlah kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dirinya menjadi seorang panel atau penyusun mateei Debat Cawapres 2019 jilid III maupun Pilkada 2020 Kota Tangsel.
Selain itu, pria yang sempat mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia pada dan studi Sosiologi di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Paris, Perancis juga sebagai pendiri dari Perhimpunan Pengarang Indonesia serta Presiden Federasi Teater Indonesia.
Berikut kutipan salah satu karya sajak Radhar Panca Dahana yang diabadikan pada buku berjudul 'Luka Aku'.
Baca juga: Terminal Alam Barajo, Kota Jambi, Bakal Sediakan Layanan Tes GeNose C19
SETAN-MALAIKAT, AKU MENUJUMU
jika malaikat itu,
angin darat nelayan;
garam di sepiring nasi;
alakazam ali baba;
senyum mimpi di pagi hari;
bau mulut tidur anakku;
betis drupadi lima pandawa;
cahaya yang memelukmu;
atau
seteguk air di tandus ginjalku,
ia, tak ada padaku.
jika setan itu,
kucing menari malam hari;
jenda besi semua fantasi;
cermin suara hamlet yang fana;
bom berbunga di stasiun kereta;
kecoa berenang dalam supku;
kata tak habis di bibirmu;
kemeja kerja hari libur
atau
nafas menggerit paruparuku
yang tenggelam
ia tak ada, padaku
karena, akulah malaikat itu
akulah setan itu
dan bumi menepi
hingga sayap melesatku
menujuMu.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com / Penulis: Rizki Amana