Waspada Penyintas Covid-19 Dibayangi Ancaman Gangguan Kejiwaan Mulai dari Kecemasan hingga Depresi

Sejumlah ahli mengungkapkan, para penyintas Covid-19 terancam  mengalami gangguan kejiwaan berupakan rasa cemas

Editor: Heri Prihartono
ist
ilustrasi pencegahan virus corona atau Covid-19 

TRIBUNJAMBI.COM - Sejumlah ahli mengungkapkan, para penyintas Covid-19 terancam  mengalami gangguan kejiwaan berupakan rasa cemas

Tim psikiater dari Universitas Oxford , Inggris  mendapati sejumlah  fakta bahwa para penyintas Covid-19 masih dibayangi ancaman gangguan mental.

Permasalahan mulai dari kecemasan dan gangguan mood jadi yang paling banyak ditemukan.

Dari penelitian itu bahwa satu dari tiga penyintas Covid-19 berisiko menderita gangguan mental atau neurologis.

Ternyata gangguan dikatakan mulai muncul dalam waktu enam bulan.

Hasil peneltian ini diterbitkan di jurnal Lancet Psychiatry pada hari Selasa (6/4), menganalisis catatan kesehatan dari 236.379 pasien yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat.

Ditemukan bahwa 34% dari mereka  telah didiagnosis dengan penyakit neurologis atau kejiwaan dalam waktu enam bulan.

Gangguan kecemasan (17%) dan gangguan mood (14%) adalah yang paling umum ditemukan. Kedua gangguan ini disebut tidak terkait dengan seberapa ringan atau parahnya infeksi virus yang dialami.

Dilansir oleh Reuters, peneliti yang terlibat memang tidak menyebutkan dengan jelas bagaimana virus itu dikaitkan dengan kondisi kejiwaan seperti kecemasan dan depresi.

Namun, masalah tersebut adalah diagnosis paling umum di antara 14 gangguan yang mereka lihat.

"Meskipun risiko individu untuk gangguan tersebut kecil, namun efeknya di seluruh populasi mungkin cukup besar," kata Paul Harrison, profesor psikiatri di Universitas Oxford

Kasus berat pasca-Covid seperti stroke , demensia , dan gangguan neurologis lainnya sebenarnya cenderung lebih jarang terjadi.

Tetapi jumlahnya cukup signifikan, terutama pada penderita Covid-19 dengan gajala yang lebih parah.

Di antara pasien dengan gejala parah tersebut, sekitar 7% di antaranya mengalami stroke dan hampir 2% didiagnosis dengan indikasi  demensia setelah enam bulan.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa penyakit otak dan gangguan kejiwaan lebih umum terjadi setelah Covid-19 daripada setelah flu atau infeksi saluran pernapasan lainnya," ungkap Max Taquet, psikiater di Universitas Oxford, yang ikut meneliti fenomena ini.

Sayangnya studi ini belum mampu menunjukkan mekanisme biologis atau psikologis yang terlibat. Para peneliti hanya mendesak agar identifikasi lebih lanjut dilakukan untuk untuk pencegahan atau mengobatinya.

Penelitian yang sama, oleh yang peneliti yang sama pula, pada tahun lalu menemukan bahwa 20% penyintas Covid-19 didiagnosis dengan gangguan kejiwaan dalam waktu tiga bulan.

Lea Milligan, kepala eksekutif dari badan amal penelitian MQ Mental Health mengatakan, penelitian seperti ini perlu menjadi perhatian sebab risiko yang ditimbulkan memang nyata adanya.

"Dampak Covid-19 erhadap kesehatan mental individu bisa sangat parah. Penyakit ini berkontribusi pada penyakit mental yang sudah meningkat dan membutuhkan penelitian lebih lanjut yang mendesak," ungkapnya.

SUMBER ARTIKEL : POS KUPANG DAN KONTAN.CO.ID

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved