Pengusaha Kegirangan Jokowi Hapus Limbah PLTU Batu Bara dari Daftar B3, Walhi: Itu Sangat Bahaya!

Jokowi menghapus abu sisa pembakaran batu bara di PLTU dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun B3 memicu perdebatan.

Editor: Teguh Suprayitno
istimewa via Tribun Batam
Ilustrasi tambang batu bara. 

Pengusaha Kegirangan Jokowi Hapus Limbah Batu Bara dari Daftar B3, Walhi: Itu Sangat Bahaya!  

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghapus abu sisa pembakaran batu bara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) memicu perdebatan.

Penghapusan limbah yang dikenal dengan nama Fly Ash Bottom Ash (FABA) itu banyak mendapat penolakan dari aktivis dan penggiat lingkungan.

Keputusan Jokowi itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PP No. 22/2021 merupakan turunan dari UU Cipta Kerja dan revisi atas PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Dalam Pasal 459 ayat (3) huruf c tertulis, pemanfaatan limbah nonB3 sebagai bahan baku yang pada lembar Pasal Demi Pasal di halaman 94 dijelaskan limbah tersebut adalah FABA batu bara untuk pembuatan produk konstruksi seperti semen.

Baca juga: Jhoni Allen Panas Gatot Nurmantyo Ngaku Ikut Diajak Kudeta AHY, Siapa, Jenderal Jangan Asal Bunyi!

Baca juga: AHY Sulit Menangkan Dualisme Partai Demokrat, Pengamat: Masalahnya Yasonna Laoly Ini Kader PDIP

"Pemanfaatan Limbah nonB3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Circulating Fluidized Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan," demikian isi dalam PP tersebut dikutip, Jumat (12/3/2021).

Pada Pasal 461 ayat (1) huruf a hingga d, dijelaskan bahwa pemanfaatan limbah nonB3 yaitu abu batu bara dari PLTU sebagai substitusi bahan baku pembuatan beton, batako, paving block, beton ringan, dan bahan konstruksi lainnya yang sejenis.

Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, awal Juli ini. Kementerian ESDM menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) Juli 2020 sebesar US$52,16 per ton turun sebesar US$0,82 per ton atau 1,54 persen dibandingkan Juni 2020 sebesar US$52,98 per ton, penurunan tersebut disebabkan minimnya permintaan ekspor batu bara untuk pasar global khusunya China dan India.
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, awal Juli ini. Kementerian ESDM menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) Juli 2020 sebesar US$52,16 per ton turun sebesar US$0,82 per ton atau 1,54 persen dibandingkan Juni 2020 sebesar US$52,98 per ton, penurunan tersebut disebabkan minimnya permintaan ekspor batu bara untuk pasar global khusunya China dan India. (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.)

Selain itu, limbah ini juga bisa dimanfaatkan untuk industri semen, pemadatan tanah, dan bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Meski begitu, dalam aturan ini tidak disebut berapa banyak porsi limbah batu bara dari PLTU yang wajib dimanfaatkan sebagai bahan baku.

Ketentuan dalam Pasal 459 ayat (1) hanya menyebutkan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah nonB3 atau pihak lain dapat melakukan pemanfaatan limbah nonB3.

Sedangkan pada ayat (2), tertulis bahwa pemanfaatan limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib tercantum dalam Persetujuan Lingkungan yang ditetapkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Selain limbah batu bara, Jokowi juga mengeluarkan limbah penyulingan sawit atau yang biasa dikenal dengan spent bleaching earth (SBE) dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Dalam Lampiran XIV PP 22/2021, SBE dicantumkan dalam daftar limbah nonB3. Limbah penyulingan sawit itu diberi kode N108. "Proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani atau nabati yang menghasilkan SBE hasil ekstraksi (SBE Ekstraksi) dengan kandungan minyak kurang dari atau sama dengan 3 persen," bunyi penjelasan limbah spent bleaching earth di Lampiran XIV PP Nomor 22 Tahun 2021.

Baca juga: Permintaan Amien Rais pada Jokowi, Mahfud MD: Bunuh Orang Hukumannya Neraka Jahanam

Baca juga: Dicap Organisasi Preman, Japto: Pemuda Pancasila Dikatakan Haram Jadah, Ini Kita Buktikan

Aturan itu berubah dari Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014. Pada aturan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, SBE masuk dalam kategori limbah B3. Saat itu, pemerintah mencantumkan spent bleaching earth ke dalam kategori bahaya 2. Limbah sawit itu diberi kode B413.

Keputusan Jokowi mengeluarkan abu sisa pembakaran batu bara dan limbah penyulingan sawit dari daftar limbah berbahaya disambut gembira kalangan pengusaha.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved