KLB Partai Demokrat
Moeldoko Diminta Mundur dari KSP, Ngabalin Ucapkan Selamat Karena Terpilih sebagai Ketum Demokrat
Tenaga ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin memberikan ucapan selamat kepada Moeldoko yang secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA-- Setelah resmi terpilih menjadi ketua Umum Partai Demokrat versi KLB, kini Moeldoko mendapat beragam ucapan selamat dari para temannya.
Tenaga ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin memberikan ucapan selamat kepada Kepala KSP Moeldoko yang secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa Deli Serdang.
Ngabalin memastikan, keputusan Moeldoko bersedia ditunjuk menjadi ketua umum Partai Demokrat tidak ada kaitannya dengan jabatannya sebagai kepala KSP.
"Sikap dan keputusan diambil Moeldoko ketika didatangi kemudian diminta menjadi ketua umum partai Demokrat dalam KLB kemarin itu adalah keputusannya tidak mungkin dan mustahil kalau beliau tidak memberikan pertimbangan yang sangat serius," kata Ngabalin, dalam program Apa Kabar Indonesia Malam, Minggu (7/3/2021).
Baca juga: Hari Ini AHY Akan Geruduk Kemenkumham Bersama 34 Pimpinan DPD, Tunjukkan Bukti KLB Tak Sah
Ngabalin mengakui, saat menjalankan tugas di KSP, dirinya sama sekali tidak pernah diajak bicara Moeldoko tentang keputusannya bergabung ke Partai Demokrat sebagai ketua umum.
"Karena jujur saya mau katakan dan ini saya sampaikan bahwa kami tidak pernah membahas dan membicarakan tentang masalah Partai Demokrat di kantor staf presiden. Begitu juga beliau juga beliau tidak pernah membicarakan kepada kami mengenai organisasi HKTI sangat proporsional Pak Moeldoko itu meletakkan posisinya," katanya.
Baca juga: AHY Melawan KLB Sumut, Panggil Kader Demokrat Seluruh Indonesia Serukan Pernyataan Ini
"Beliau mampu menempatkan mana tugas-tugas yang harus dilakukan terkait dengan memback up kebijakan Bapak Presiden di kantor staf presiden dan mana urusan beliau yang tidak mengajak kami bicara," ujarnya.
Ngabalin pun mengapresiasi sikap Moeldoko yang mampu memisahkan antara tugasnya di KSP dengan hal yang bersifat pribadi.
"Itu sebabnya saya memberikan apresiasi kepada beliau dan saya kira sah sah saja kalau kemarin begitu beliau secara aklamasi dipilih kemudian sayapun sebagai kawan sahabat dan anak buah saya harus memberikan apresiasi dan selamat atas amanat dan tanggung jawab yang diberikan kepada Pak Moeldoko," ujarnya.
Moeldoko disarankan mundur dari KSP
Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya meminta agar Moeldoko mengundurkan diri dari jabatan Kepala Kantor Staff Kepresidenan (KSP) terkait diusungnya dirinya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa Deli Serdang, Sumatera Utara.
Yunarto menyebut, tak elok apabila seorang kepala KSP merangkap jabatan sebagai ketua umum sebah partai politik.
"Yang jauh lbh penting dari urusan internal partai demokrat, alangkah baiknya Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) tidak boleh merangkap Ketua Umum Partai," tulis Yunarto Wijaya di akun Twitternya, Sabtu (6/3/2021).
Baca juga: Cuitan Mendalam Annisa Pohan Terkait KLB Partai Demokrat, Hingga Sebut Keadilan Sudah Lama Hilang
Terlebih, kata dia, kepala KSP merupakan representasi dari pemerintah.
"Menteri saja seeloknya bukan pengurus partai, apalagi Kepala KSP yang jelas-jelas mewakili wajah kepala pemerintahan/negara," ungkapnya.
Ada skenario khusus
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani turut prihatin dengan tindakan pengambilan kepengurusan Partai Demokrat yang dilakukan dengan Kongres Luar Biasa (KLB) hingga pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.
Saiful Mujani menilai, kini 'hidup dan mati' partai Demokrat ada di tangan Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM.
"Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak," tulisnya di akun Twitter, dikutip pada Sabtu (6/3/2021).
Dalam beberapa kasus pengambilalihan parpol sebelumnya, Yasonna memenangkan pihak yang menggelar KLB atau yang dituding 'mengambilalih paksa' sebuah parpol.
Baca juga: AWALNYA Bantah Mau Kudeta AHY, Mendadak Moeldoko Terima Jadi Ketum Partai Demokrat Versi KLB Medan
Terakhir terjadi pada kasus Partai Berkarya dimana Tommy Soeharto hampir saja disingkirkan setelah kubu KLB disahkan oleh Kemkumham.
Beruntung, saat menggugat ke pengadilan, partai Berkarya yang dirintis Tommy berhasil kembali.
Apabila nantinya Yasonna mengakui kepengurusan Demokrat versi Moeldoko, Saiful Mujani menyebut, bahwa itu pertanda Partai Demokrat akan benar-benar mati.
"Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD Ahy, lonceng kematian PD makin kencang," jelasnya.
Saiful Mujani menyebut, seandainya Yasonna mensahkan kepengurusan Demokrat versi Moeldoko dan kubu AHY mempermasalahkannya ke pengadilan, itu juga bukan perkara mudah.
Sebab, ia menilai akan ada proses panjang meskipun kubu AHY memiliki legalitas sekalipun.
Baca juga: Sosok ini Blak-blakan Sebut Ditawari Uang Rp30 Juta untuk Ikut KLB Partai Demokrat
"PD Ahy selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" jelasnya.
Saiful Mujani membayangkan seandainya Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.
"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," tandasnya
Baca juga: AWALNYA Bantah Mau Kudeta AHY, Mendadak Moeldoko Terima Jadi Ketum Partai Demokrat Versi KLB Medan
"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," terangnya.
Ia pun menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh partai Demokrat.
"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara.
Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," ungkapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Sama-sama Bekerja di KSP, Ngabalin Ucapkan Selamat kepada Moeldoko Terpilih sebagai Ketum Demokrat,