Djoko Tjandra Dituntut Hukuman 4 Tahun Penjara, Boyamin Saiman Sebut Sudah Maksimal
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman merespons tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa Djoko Tjandra.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Djoko Tjandra dituntut empat tahun penjara, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal ini mengundang komentar dari berbagai pihak termasuk Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman merespons tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa Djoko Tjandra.
Boyamin menyebutkan bahwa dirinya menghormati serta menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada proses persidangan.
"Aku melihatnya tuntutan itu prinspinya pertama menghormati proses persidangan."
Boyamin Saiman mengungkapkan, tuntutan yang diberikan jaksa kepada Djoko Tjandra sudah maksimal.
Karena, kata Boyamin, tuntutan kepada pemberi lebih rendah dari yang menerima, yakni aparat penegak hukum.
Baca juga: Suku Bunga Kredit Bank Turun, Ini Syarat Pengajuan Pinjaman KUR di BRI, BNI, BTN dan Bank Mandiri
Lantas dia menyeimbangkan tuntutan jaksa yang juga diberikan kepada terdakwa lainnya yang diduga menerima suap dari Djoko Tjandra.
Yakni, Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
"Tuntutan Pinangki empat tahun, Djoko Tjandra empat tahun, ya saya kira dari sisi tuntutan itu sudah cukup adil karena sama dengan Pinangki," ucapnya.
Baca juga: Harga Mobil Bekas Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia Makin Murah, Turun Rp 5 Juta per Unit
Tidak hanya itu, terkait putusan nantinya, Boyamin menyebut akan tetap menghormati proses persidangan.
Karena, kata Boyamin, putusan hukuman, baik itu lebih tinggi atau lebih rendah dari tuntutan jaksa, merupakan kewenangan majelis hakim.
"Soal putusan nanti apakah naik seperti Pinangki atau sama, atau turun, nanti kita lihat."
"Tapi tampaknya kalau di Pengadilan Jakarta Pusat terkait dengan kasus Djoko Tjandra ini kan naik."
"Baik yang terkait dengan surat palsu yang menyangkut Anita dan Prasetyo Utomo yang di Jaktim itu naik."
"Kemarin Andi Irfan Jaya dan Pinangki juga naik, ini nanti kita tunggu dan prinsipnya saya menghormati keputusan itu," tuturnya.
Dituntut 4 Tahun
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
JPU menyatakan Djoko Tjandra terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.
"Menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata JPU saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021).
"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan perintah terdakwa ditahan di rumah tahanan."
"Dan denda sejumlah Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," sambungnya.
Adapun hal-hal yang dianggap memberatkan tuntutan antara lain Djoko Tjandra dianggap tidak mendukung program pemerintah, dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.
Sedangkan hal meringankan, Djoko Tjandra bersikap sopan selama jalannya proses persidangan.
"Hal-hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan," jelas jaksa.
Selain membacakan tuntutan, JPU juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan pada 4 Februari 2021.
Alasannya, karena Djoko Tjandra dianggap sebagai pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.
"Menyatakan permohonan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra untuk menjadi justice collaborator tidak diterima."
"Joko Soegiarto Tjandra merupakan pelaku utama, sehingga permohonan justice colaborator tidak diterima," papar jaksa.
Terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Djoko Tjandra, didakwa menyuap Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari, sebanyak 500 ribu dolar AS, dari total janji 1 juta dolar AS.
Lewat suap itu, Djoko Tjandra bermaksud agar Pinangki menyelesaikan permasalahan hukum yang menjeratnya, dengan mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung.
Tujuan penerbitan fatwa MA itu supaya pidana penjara selama 2 tahun yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009, tidak dieksekusi.
Djoko Tjandra sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa MA tersebut.
Dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun, tidak bisa dieksekusi.
Hal itu sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Akan tetapi, karena terdakwa Djoko Tjandra tahu status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.
Kemudian, Pinangki menyanggupi menghadirkan pihak swasta, yaitu Andi Irfan Jaya, untuk bertransaksi dengan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA.
Atas perbuatan menyuap penyelenggara negara, Djoko Tjandra diancam melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP. (Rizki Sandi Saputra/Danang Triatmojo)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Djoko Tjandra Dituntut Hukuman 4 Tahun Penjara, Boyamin Saiman Bilang Sudah Maksimal,