Jhoni Allen 'Nyanyi' Kecewa Dipecat Demokrat, Tudingan ke SBY Tak Main-main, Siapa yang Bohong?
Kecewa dipecat dari Partai Demokrat, Jhoni Allen Marbun kemudian melempar berbagai tudingan serius ke Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat SBY.
"SBY mendesain seluruh ketua-ketua DPD seluruh Indonesia untuk mendeklarasikan AHY sebagai ketua umum. Itulah yang mereka sebut aklamasi. Makanya, AHY berada di puncak gunung, tapi tidak pernah mendaki," kata Jhoni.
Jhoni menyebut, dalam Kongres V Demokrat, sama sekali tidak ada bahasan mengenai tata tertib acara hingga syarat pemilihan ketua umum.
Selain itu, kata Jhoni, tidak ada pula laporan pertanggungjawaban dari SBY selaku ketua umum sebelumnya.
Bahkan, Jhoni menyebut peserta kongres yang tidak punya hak suara diusir keluar arena setelah pidato SBY. Padahal, menurut Jhoni, semua peserta kongres seharusnya memiliki hak untuk berbicara.

Sementara itu, hak suara hanya digunakan pada saat pemilihan ketua umum atau jika ada perbedaan pendapat.
Oleh karena itu, ia berpendapat, AHY tidak pernah berupaya mendaki ke puncak gunung, tetapi tiba-tiba berada di puncak.
Sehingga, AHY tidak mengetahui bagaimana cara turun gunung dalam menghadapi konflik internal partai. "AHY selaku ketua umum tidak tahu cara turun gunung, sehingga bapaknya, SBY yang saya hormati menjadi turun gunung. Inilah yang disebut krisis kepemimpinan," kata dia.
Tanggapan Demokrat
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, tudingan-tudingan yang dilontarkan adalah ekspresi kekecewaan seseorang yang baru dipecat.
"Apa yang disampaikan, itu hanya nyanyian sumbang orang-orang yang kecewa karena dipecat," kata Herzaky. Herzaky mengatakan, Jhoni dan enam kader lain yang dipecat untuk seharusnya tidak terbawa perasaan.
Sebab, kata Herzaky, pemecatan Jhoni dan kawan-kawan merupakan kesalahan dari para mantan kader tersebut. "Anda-anda dipecat karena tindakan Anda sendiri, terlibat dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat dan bekerja sama dengan oknum kekuasaan melakukan abuse of power serta mencederai demokrasi Indonesia," ujar dia.
Herzaky juga memberi penjelasan soal tudingan Jhoni yang menyebut SBY bukan pendiri Partai Demokrat. Menurut Herzaky, pernyataan Jhoni tersebut berusaha memanipulasi sejarah pendirian Partai Demokrat.
Ia menjelaskan, gagasan membentuk Partai Demokrat dimulai ketika SBY kalah dari Hamzah Haz untuk menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 2001.
"Bapak Ventje Rumangkang (almarhum) kemudian menyarankan SBY mendirikan partai. Bapak Ventje menyampaikan bahwa banyak orang yang menginginkan SBY menjadi pemimpin nasional, termasuk menjadi wakil presiden," tutur dia.
Herzaky mengatakan, saat itu SBY tidak mungkin menjadi wakil presiden karena tak memiliki partai. Ia menyebut, SBY akhirnya mengamini usulan Ventje setelah berdiskusi dengan Ani Yudhoyono. SBY pula lah yang menciptakan nama, logo, bendera, mars, dan manifesto politik Demokrat.