Twitter Heboh Soal Ujian 'Ganjar Islam Tapi Tak Salat' Sebelumnya 'Anies Diejek Mega' Apa Maksudnya?
Soal ujian anak SD membuat jagat maya heboh, sampai-sampai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo jadi sorotan.
Dengan berkali-kali digunakan sebagai perumpamaan dan semuanya ditulis untuk menjatuhkan sosok Ganjar, bukan tidak mungkin anak-anak jadi membenci Ganjar.
Ketika mendengar nama Ganjar, anak-anak tersebut langsung teringat dengan sosok Ganjar yang ada di buku itu.
Ketika Ganjar muncul di televisi misalnya, bisa saja anak-anak yang belajar dari buku itu langsung nyeletuk, 'Oh itu to Pak Ganjar yang tidak pernah shalat, tidak pernah berkurban'.
Patut dipertanyakan, kenapa PT Tiga Serangkai Pustaka yang notabene adalah penerbit besar di Solo melakukan itu?
Apakah ada pihak-pihak yang sengaja melakukan upaya terstruktur, sistematis dan massif untuk menjatuhkan nama Ganjar sebagai orang yang tidak beragama? Apakah ini ada kaitannya dengan pertarungan Pilpres 2024?
Tak ada yang bisa menjawab kecuali PT Tiga Serangkai Pustaka sebagai penerbit.
Sampai saat ini, penerbit belum melakukan klarifikasi apapun, meskipun terkait soal kontroversial itu sudah viral di media sosial. Tak hanya itu, media mainstream juga silih berganti memberitakan kabar tersebut.
Bukan hanya sekedar menjatuhkan nama baik Ganjar, buku tersebut bisa lebih berbahaya apabila dibiarkan begitu saja.
Secara tidak langsung, buku yang notabene adalah panduan dalam beragama dan budi pekerti, telah mengajarkan paham-paham radikalisme dan intoleransi kepada generasi bangsa.
Dengan maksud dan tujuan tertentu, buku itu bisa saja digunakan untuk mencuci otak peserta didik agar membenci tokoh-tokoh pemimpin bangsa. Endingnya, bukan tidak mungkin mereka akan membenci negara.
Jack Harun, mantan narapidana terorisme Bom Bali sering mengingatkan, bahwa dunia pendidikan adalah salah satu ladang teroris menyebarkan paham-paham radikalisme dan intoleransi.
Dengan kemampuan yang mumpuni, mereka bisa menyusup dalam dunia itu, baik secara langsung terjun mempengaruhi siswa, maupun silent lewat penanaman paham radikalisme dan intoleransi melalui buku-buku pelajaran.
Bukan kali pertama ada paham-paham radikalisme dan intoleransi masuk dalam buku ajar pendidikan di Indonesia. 2015 lalu, ditemukan buku ajar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di Jawa Timur yang isinya memperbolehkan membunuh orang yang tidak percaya kepada Allah. 2016 lalu, GP Ansor menemukan buku di Taman Kanak-Kanak berjudul 'Anak Islam Suka Membaca' yang mengajarkan tentang jihad, bantai dan bom.
Masyarakat Indonesia patut waspada dengan maraknya peredaran buku-buku yang mengajarkan radikalisme dan intoleransi itu. Mereka tidak boleh abai dan percaya, bahwa buku ajar yang digunakan adalah buku terbaik yang telah diseleksi dengan ketat.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya pihak yang harus bertanggungjawab atas beredarnya buku-buku tersebut.