Begini Respon Mantan Investigator KNKT soal Seringnya Terjadi Kecelakaan Pesawat di Awal Tahun

Mantan Senior Investigator KNKT rans Wenas ikut merespons soal jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada Sabtu (9/11/2021) lalu.

Editor: Rohmayana
ist
Bagian pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Temuan bagian pesawat selanjutnya akan diperiksa oleh KNKT sedangkan potongan tubuh korban diserahkan kepada DVI Polri untuk identifikasi lebih lanjut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

Ia juga menyampaikan, keputusan untuk mengindar maupun menembus cuaca buruk merupakan keputusan subjektif dari pilot.

Juga, setiap perubahan penerbangan seharusnya dilaporkan kepada petugas pemandu lalu lintas udara atau Air Traffic Controller (ATC).

Kecuali, jika komunikasi tersebut tidak sempat terjadi karena kondisi darurat.

"Kalau komunikasinya tidak sempat, kita harus mencoba menganalisa kenapa tidak ada komunikasi yang normal," ungkap Wenas.

Baca juga: Seperti Tsunami Air Laut Naik Sampai 15 Meter Kesaksian 3 Nelayan Saat Sriwijaya Air SJ-182 Jatuh

"Meskipun komunikasi tidak jelas, radar bisa mendeteksi gerakan pesawat selama kodenya sama," tambahnya.

Wenas menduga, kode yang didapat dari radar penerbangan, Sriwijaya Air ini tidak mengalami kelainan dari faktor luar seperti adanya terorisme.

Ia menyebut, kru pesawat diduga mengalami kondisi darurat yang mengharuskan mengindar dari badai petir (thunderstorm) atau memasukinya.

Petugas memeriksa kantong jenazah berisi bagian tubuh korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021). Tim SAR gabungan pencarian korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hingga Senin (11/1/2021) sore telah berhasil membawa 14 kantong jenazah berisi bagian tubuh korban. Tribunnews/Irwan Rismawan
Petugas memeriksa kantong jenazah berisi bagian tubuh korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021). Tim SAR gabungan pencarian korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hingga Senin (11/1/2021) sore telah berhasil membawa 14 kantong jenazah berisi bagian tubuh korban. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

"Dikejadian ini, kode itu tetap dipakai dengan kita dapat asumsi bahwa tidak terjadi kelainan dari luar, dalam arti ada terorisme."

"Jadi kita beranggapan kondisi saat itu masih normal, cuma kemungkinan besar kru mengambil keputusan untuk masuk atau tidak masuk ke thunderstorm," jelas Wenas.

Namun sekali lagi, menurut analisisnya, kesimpulan penyebab kecelakaan masih belum bisa dipastikan karena harus melalui tahap investigasi yang cukup panjang.

Baca juga: Keluarga Diego Mamahit Co-Pilot Sriwijaya Air SJ 182 Ternyata Bukan Orang Sembarangan

Terlebih harus menganalisis FDR (flight data recorder) dan CVR (cockpit voice recorder) dari kotak hitam atau black box pesawat bila sudah ditemukan.

"Kemungkinan banyak, makanya kita masuk ke fase investigasi nanti kalau FDR dan CVR sudah ketemu."

"Tapi speed flight cukup tajam dan kecepatan cukup tinggi, kita bisa berasumsi pesawat itu sudah all out control," ujarnya.

Kapal Crest Onyx milik SKK Migas yang mengangkut bangkai pesawat AirAsia QZ8501 sudah bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (2/3/2015).
Kapal Crest Onyx milik SKK Migas yang mengangkut bangkai pesawat AirAsia QZ8501 sudah bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (2/3/2015). (Tribunnews.com/Taufik Ismail)

Seperti diketahui, kecelakaan pesawat di awal tahun memang sering terjadi di Indonesia.

Pada 16 Januari 2002, Penerbangan Garuda Indonesia GA421 dengan rute Lombok-Yogyakarta mengalami kecelakaan.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved