Renungan Kristen
Renungan Harian Kristen - Yesus, Seorang Imam Besar Agung yang Tidak Berdosa
Bacaan ayat: Ibrani 4:14-16 (TB) - "Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baikl
Yesus, Seorang Imam Besar Agung yang Tidak Berdosa
Bacaan ayat: Ibrani 4:14-16 (TB) - "Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita.
Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya".
Oleh Pdt Feri Nugroho
Hakekat dosa adalah pemberontakan dan ketidaktaatan manusia kepada Allah.
Akibatnya, relasi manusia dengan Allah menjadi rusak.
Rusaknya relasi ini, berimbas pada rusaknya pemahaman manusia tentang diri sendiri, rusaknya relasi manusia dengan sesamanya dan hancurnya relasi manusia dengan alam.
Kerusakan ini universal, dialami oleh setiap orang, karena keberdosaan tersebut terwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Dalam hal ini, menjadi bisa dipahami bahwa kepercayaan diciptakan manusia dalam rangka membangun relasi untuk kembali kepada Tuhan.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Yang Maha Besar Memilih untuk Mengosongkan Diri
Berbagai ritual dan simbol dibuat oleh manusia dalam rangka terhubung kembali dengan Tuhan.
Persoalannya, semua manusia telah berdosa, sehingga tidak pernah ada jaminan akan kembali terhubung kepada Tuhan, kecuali atas belas kasihan Tuhan kepada manusia.
Bagaimana mungkin dapat menghubungkan diri dengan Tuhan jika seorang yang menghubungkannya (siapapun juga) juga berdosa?
Musa, dalam Perjanjian Lama, diutus untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir berdasarkan inisiatif Allah yang memanggil; bukan Musa yang mengangkat diri.
Pergumulan Musa sebagai orang yang tidak pandai bicara dijawab oleh Allah dengan mengangkat Harun, kakaknya, sebagai penyambung lidah Musa.
Inisiatif Allah untuk memilih mereka menjadi dasar predikat sebagai nabi melekat pada Musa, dan Imam kepada Harun.
Dalam perkembangan selanjutnya, Musa sebagai nabi bertugas untuk menyampaikan firman Tuhan, sementara Harun sebagai Imam bertugas untuk menyampaikan firman tersebut kepada umat dalam bentuk ritual dan simbol peribadatan.
Persoalan dosa, yang membuat relasi manusia dengan Allah rusak, diperdamaikan melalui penyembelihan domba dalam waktu-waktu tertentu.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Jangan Salah Dalam Memahami Karya Penyelamatan Allah
Tugas penyembelihan domba melekat pada Imam.
Seiring waktu, ketika jumlah Imam bertambah banyak untuk melayani umat yang semakin besar jumlahnya, Imam Besar diangkat untuk mengepalai para Imam.
Di masa berikutnya, Imam Besar menjadi jabatan istimewa, setahun sekali masuk Ruang Mahakudus di Bait Allah.
Inti pesannya adalah, hanya imam besar yang dapat menghubungkan antara manusia dengan Allah.
Tugas imam adalah menjadi pengantara antara manusia dengan Allah.
Imam mempunyai hak istimewa untuk melakukan ritual ibadah atas nama umat dihadapan Allah, agar umat dapat berdamai dengan Allah, meskipun (sebenarnya) seorang imam dipastikan juga berdosa.
Dalam kaca mata inilah, surat Ibrani hendak memperkenalkan Yesus.
Dalam Perjanjian Lama, firman Allah datang kepada Musa sebagai nabi.
Musa meneruskannya kepada Harun yang bertindak sebagai imam.
Dilanjutkan oleh Harun dalam ritual penyembelihan domba: maka umatpun terhubungkan kepada Allah, disucikan.
Proses alur ini terus berulang setiap tahun
Alur ini menjadi terangkum dalam diri Yesus.
Firman Allah tidak lagi datang kepada manusia, namun menjadi manusia yaitu Yesus.
Maka ada kepastian bahwa apa yang dikehendaki Allah dalam firman-Nya dapat diketahui melalui perkataan Yesus.
Yesus mati di kayu salib, sebagai anak domba Allah yang dikurbankan.
Ia tidak memerlukan seorang imam, karena Dia sendiri sebagai Imam membawa diri-Nya sendiri yang suci dan tidak berdosa, menjadi tebusan bagi manusia yang berdosa.
Jika imam dalam Perjanjian lama, hanya melakukan ritual, maka Yesus sebagai Imam Besar Agung Perjanjian Baru, mengurbankan diri-Nya sendiri dengan membawa seluruh kelemahan manusiawi dan paham pergumulan kehidupan manusia yang berdosa tanpa harus berbuat dosa; karena Yesus tidak berdosa.
Itulah sebabnya, pengurbanan Yesus di kayu salib itu sempurna, sekali dan untuk selama-lamanya.
Berlaku kekal tanpa harus diulang.
Inilah yang memberikan jaminan kehidupan kekal kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Hasilnya, setiap orang yang percaya kepada-Nya memperoleh jaminan kehidupan kekal.
Relasi dengan Allah yang rusak karena dosa, sudah dibereskan.
Kutuk dan hukuman dosa sudah ditanggung dan diselesaikan dalam kematian Yesus di kayu salib.

Persoalan utama manusia tentang keberdosaan tidak lagi mengganggu hubungan dengan Allah.
Manusia telah ditebus, dikuduskan, disucikan dan dibenarkan di hadapan Allah oleh Yesus Kristus.
Jika Adam pertama telah mati karena dosa dan akibat dosa itu diwariskan, maka Yesus adalah Adam kedua yang taat; dan dalam ketaatan-Nya, Dia telah menyelesaikan persoalan dosa yang diperbuat oleh Adam yang pertama.
Sudah selayaknya saat ini kita mempunyai paradigma baru terhadap kehidupan.
Hidup tidak lagi dibebani dengan ritual peribadatan untuk menyelesaikan dosa agar berkenan kepada Allah. Hidup kita sudah berpengharapan.
Ritual ibadat dipakai sebagai cara untuk bersyukur atas cinta kasih Allah yang besar; maka sudah selayaknya jika ritual ibadah yang dilakukan lebih bersemangat dalam menemukan makna kehidupan.
Tidak perlu lagi hidup dalam kegalauan.
Kematian pun, tidak lagi menakutkan, karena kematian hanya sebuah pintu untuk memasuki kehidupan kekal yang telah Allah janjikan.
Kematian adalah sebuah keuntungan, dimana akhirnya dapat hidup kekal bersama Tuhan. Jalani kehidupan dengan pengharapan.
Tidak penting seberapa lama kita hidup, yang penting adalah bagaimana kita hidup dalam syukur untuk kemuliaan nama Tuhan. Amin
Renungan oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Palembang Siloam