Renungan Kristen
Renungan Harian Kristen - Yang Maha Besar Memilih untuk Mengosongkan Diri
Bacaan ayat: Matius 2:13 (TB) - "Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: "Bangunlah,
Yang Maha Besar Memilih untuk Mengosongkan Diri
Bacaan ayat: Matius 2:13 (TB) - "Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: "Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia."
Oleh Pdt Feri Nugroho
Dalam banyak kepercayaan, Tuhan selalu divisualisasikan sebagai tokoh yang mengatasi segala-galanya.
Dia diposisikan sebagian Pencipta.
Posisi ini dihubungkan dengan asal mula terjadinya kehidupan, bahwa Tuhan menjadi awal segalanya maka Dia tidak berawal dan tidak berakhir.
Kata Maha, yang berarti 'sangat, amat, teramat', selalu dikaitkan dengan Tuhan.
Manusia punya kuasa, berarti Tuhan itu Mahakuasa.
Jika manusia itu bijaksana maka Tuhan itu Mahabijaksana. Begitu seterusnya.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Jangan Salah Dalam Memahami Karya Penyelamatan Allah
Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa manusia itu fana, sedangkan Tuhan itu kekal adanya.
Secara sederhana, iman Kristen menyatakan bahwa Tuhan itu keberadaan-Nya mengatasi ruang dan waktu. Ruang dan waktu adalah ciptaan Tuhan.
Ia tidak terikat dalam ruang dan waktu; pada saat yang sama karena Mahakuasa, Tuhan dapat masuk dalam ruang dan waktu tanpa harus kehilangan jati diri dan kemahakuasaan-Nya sebagai Tuhan.
Kemahakuasaan Tuhan, membiasakan manusia berfikir bahwa setiap hal yang berkaitan dengan Tuhan, sudah seharusnya terkait erat dengan sesuatu yang hebat, kuat dan dahsyat.
Banyak tokoh cerita film selalu digambarkan memiliki kekuatan yang besar jika dia berhubungan dengan Tuhan.
Para nabi dengan mujizat, para pertapa yang disakralkan, orang suci dengan beragam tanda ajaib, bahkan (bisa jadi) seorang pendeta dengan doa kesembuhan atau kemampuan mengusir setan.
Pola pikir ini yang menjebak banyak orang, sehingga mengalami kesulitan untuk memahami karya Tuhan, ketika hidup dalam penderitaan dan ketidakberdayaan.
Pertanyaan yang mengganggu banyak orang muncul ketika memahami karya penyelamatan Allah dalam Yesus: mengapa harus lahir sebagai seorang bayi?
Mengapa tidak langsung hadir sebagai manusia dewasa?
Tidak mampukah Tuhan langsung menyelamatkan manusia tanpa harus susah payah menjadi manusia?
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Hidup Sebagai Anak Allah
Banyak pertanyaan sejenis yang muncul seakan hendak memaksa Tuhan untuk melakukan penyelamatan menurut akalnya sebagai manusia.
Atau jika pertanyaan tersebut terlalu ingin tahu, setidaknya Tuhan bisa hadir sebagai bayi ajaib yang memiliki banyak kemampuan diluar akal manusia sehingga lebih gampang dipahami dan dipercaya.
Bukankah harapan ini tervisualisasikan dalam banyak tokoh film yang dibuat manusia?
Karakter yang diciptakan selalu dekat dengan kehebatan yang spektakuler, entah dihubungkan dengan mistik atau kekuatan yang diperoleh dari mahkluk asing.
Mimpi dipakai oleh Tuhan untuk memperingatkan Yusuf agar menyingkir ke Mesir.
Melalui malaikat-Nya, Tuhan mendatangi Yusuf untuk memboyong Maria dan bayi Yesus pergi jauh ke negeri asing.
Alasannya masuk akal, karena Herodes hendak membunuh bayi Yesus.
Tidak bisakah Tuhan langsung melindungi mereka secara langsung tanpa harus bersusah payah menempuh perjalanan jauh? Bukankah Allah Mahakuasa?
Tidak mampukah Ia menghalangi maksud jahat Herodes dengan cara yang ajaib?
Untuk memahami tindakan Allah, kita perlu memahami dan mengenal secara utuh tentang karya-Nya dalam sejarah.
Allah selalu konsisten dalam segala tindakan-Nya. Karya-Nya yang bersambung, selalu terhubung antara satu peristiwa dengan peristiwa berikutnya.
Potongan puzzle karya Allah selalu tertata dengan apik dalam rangkaian cerita yang sinergis.
Allah itu Mahakuasa.
Dia punya otoritas mutlak, namun tidak bertindak semena-mena.
Dia dapat berbuat sekehendak diri-Nya, namun selalu ada tujuan yang tertata rapi dalam karya penyelamatan.
Ia bertindak secara sistematis dan bertujuan dalam setiap detailnya.
Ketika Ia memilih menyelamatkan manusia, rancangan-Nya menjadi manusia sudah ada sejak manusia jatuh dalam dosa, bahwa keturunan perempuan akan meremukkan kepala ular.
Konsekuensi menjadi manusia, berarti masuk dalam ruang dan waktu ciptaan-Nya, tunduk pada aturan ruang dan waktu, berkarya dalam proses, mengikuti alur, termasuk didalamnya menjadi terbatas dalam batasan ruang dan waktu dengan berbagai titik lemah yang ada.
Bayi Yesus tunduk pada aturan alam yang ada.
Dia perlu berproses bertumbuh, dilindungi dan dipelihara sebagimana layaknya seorang bayi.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Natal dalam Keheningan
Uniknya, dalam proses tersebut Allah selalu menuntut ketaatan.
Bisa saja Yusuf menolak pergi ke Mesir; sama seperti Adam yang memilih memberontak kepada Allah, atau seperti Yudas Iskariot yang memilih menjual Yesus dengan 30 keping uang perak.
Tuhan melibatkan manusia dalam karya-Nya. Terkadang Ia melakukan intervensi langsung, seperti mimpi yang dialami Yusuf.
Respon Yusuf tetap mempunyai pengaruh terhadap keberlanjutan karya penyelamatan tersebut.
Allah memakai kita untuk menggenapkan karya-Nya.
Stop berfikir bahwa selalu berkaitan dengan hal hebat spektakuler ketika disertakan Allah dalam karya-Nya.
Hal sederhana, alamiah dan biasa justru menjadi lahan yang subur bagi karya penyelamatan Allah terjadi dalam kehidupan kita. Ia lebih suka berproses.
Penderitaan, masa sukar, perjalanan yang jauh dan melelahkan: menjadi kesempatan emas bagi Allah untuk membentuk kita untuk hidup dalam ketaatan.
Bisa jadi kita sedang pada posisi Yusuf, yang harus menempuh perjalanan jauh ke negeri asing.
Yakin dan percayalah, Tuhan yang memintamu berjalan, pasti akan selalu menyertaimu. Amin
Renungan oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Siloam Palembang