Virus Corona, Inilah Perbedaan Rapid Test Antigen dengan Antibodi, Kenapa Lebih Mahal yang Antigen?

Mengantisipasi lonjakan kasus baru COVID-19, sejumlah daerah melakukan langkah atisipasi penularan COVID-19.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi rapid test Covid-19. 

TRIBUNJAMBI.COM - Penularan Virus Corona penyebab COVID-19 di Indonesia hingga saat ini masih cukup tinggi.

Mengantisipasi lonjakan kasus baru COVID-19, sejumlah daerah melakukan langkah atisipasi penularan COVID-19.

Contohnya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemprov setempat mewajibkan seluruh masyarakat yang ingin keluar masuk Jakarta harus bebas Virus Corona dengan menunjukkan surat hasil pemeriksaan rapid test antigen. 

Dikutip pemberitaan Kontan.co.id, Kamis (17/12/2020), surat hasil pemeriksaan rapid test antigen ini berlaku bagi masyarakat yang menggunakan transportasi umum.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan bahwa mulai 18 Desember 2020 mendatang, keluar masuk wilayah DKI Jakarta harus menyertakan surat hasil pemeriksaan rapid test antigen.

Baca juga: Menguat, Isu Reshuffle Kabinet untuk Enam Posisi Menteri, Politisi PKB: Akan Masuk Orang-orang Muda

Baca juga: Ramalan Zodiak Hari Ini 22 Desember 2020, Soal Percintaan Gemini hingga Kerja Kerasnya Pisces

"Mulai tanggal 18 (Desember 2020) sampai dengan tanggal 8 Januari (2021) semua wajib sertakan rapid test antigen," kata Syafrin dalam keterangan suara.

Akan tetapi, hal tersebut belum diberlakukan kepada warga yang bepergian keluar masuk Jakarta dengan kendaraan pribadi. Lantas, apa itu rapid test antigen yang jadi syarat keluar masuk Jakarta? 

Rapid test antibodi

Selain itu, adapula rapid test antibodi untuk deteksi awal infeksi Virus Corona. Rapid test antibodi adalah tes untuk mendeteksi adanya antibodi dalam darah orang yang diyakini telah terinfeksi COVID-19.

Dirangkum dari laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), antibodi diproduksi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah seseorang terinfeksi virus. 

Kuat atau lemahnya respon antibodi terhadap Virus Corona tergantung pada beberapa faktor, termasuk usia, status gizi, tingkat keparahan penyakit, dan pengobatan atau infeksi tertentu seperti HIV yang menekan sistem kekebalan tubuh seseorang. 

Studi menunjukkan bahwa mayoritas pasien mengembangkan respon antibodi pada minggu kedua atau 14 hari setelah terinfeksi COVID-19.

Hal ini berarti bahwa diagnosis infeksi COVID-19 berdasarkan respons antibodi seringkali hanya dapat dilakukan dalam fase pemulihan, ketika banyak peluang untuk intervensi klinis atau penghentian penularan penyakit telah berlalu. 

Tes deteksi antibodi ini juga dapat bereaksi dengan jenis Virus Corona lainnya selain penyebab COVID-19 sehingga ada peluang memberikan hasil positif palsu. Sehingga, hasilnya kurang akurat dibandingan rapid test antigen. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved