Langsung Bantah Rekomendasi PT Sritex, Gibran: Kalau Pingin Proyek, yang Lebih Gede, PLN, Pertamina
Gibran mempersilakan para pihak yang tidak percaya akan hal tersebut untuk menelusurinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun PT Sritex.
Namun demikian, ujar Ali, jikalau keduanya telah masuk ke jadwal pemeriksaan, KPK tidak bisa membeberkan materi penyidikan.
"Karna semua akan terbuka pada waktunya nanti pada proses persidangan yang terbuka untuk umum dan semua masyarakat bisa mengikuti bagaimana rangkaian peristiwa dan proses di dalam persidangan," ujarnya.
Di sisi lain, Ali bilang bahwa saat ini proses penyidikan dan penyelesaian berkas perkara terkait dengan dugaan korupsi di Kementerian Sosial masih terus berlangsung.
"Penyidik KPK masih akan melengkapi bukti, data, dan informasi dengan memanggil dan memeriksa sejumlah saksi," kata dia.
Salah satu media nasional menyebut PT Sritex diduga menerima rekomendasi khusus dari Gibran.
Akan tetapi, perusahaan dengan kode emiten SRIL ini menyatakan partisipasi dalam program tersebut dimulai dari pertemuan antara pihak Kemensos dan perseroan.
"Sritex mendapatkan pesanan goodie bag bansos setelah di-approach oleh pihak Kemensos. Pada saat itu kami disampaikan bahwa kebutuhannya mendesak alias urgent," kata Head of Corporate Communication PT Sri Rejeki Isman Tbk, Joy Citradewi, Minggu (20/12).
Kendati demikian, PT Sritex mengaku mendapatkan order goodie bag bansos dari Kementerian Sosial sekitar sebulan setelah pandemi Covid-19.
Baca juga: Cakap Kreatif Juarai Lomba Kewirausahaan Pemuda Kota Jambi
KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos serta dua pihak swasta bernama Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.
Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian Iskandar Maddanatja, Harry Van Sidabukke, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.