Kampung Berseri Astra Jambi, Menolak Punah dari Sebuah PAUD Sederhana
Dialah penggerak Kampung Berseri Astra (KBA) di Kelurahan Penyengat Rendah, Kota Jambi. Kampung di tepi Sungai Batanghari itu dihuni
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Deddy Rachmawan
Pertengahan Oktober 2020 di ruang pertemuan sebuah hotel di Kota Jambi. Sekitar 50 orang dengan latar belakang berbeda namun memiliki kepedulian yang sama sedang risau. Mereka khawatir, bahasa daerah Jambi punah seiring kian berkuranganya para penutur.
Sahibulhajat acara di masa pagebluk itu tak lain Kantor Bahasa Provinsi Jambi. Mereka sedang menghimpun masukan dalam menyusun Kamus Budaya Jambi. Itu salah satu upaya untuk melestarikan khazanah bahasa daerah.
Nun sekian kilometer dari sana, masih di dalam Kota Jambi, kerisauan juga menyeruak dari sosok Abdul Rahman.
Dialah penggerak Kampung Berseri Astra (KBA) di Kelurahan Penyengat Rendah, Kota Jambi. Kampung di tepi Sungai Batanghari itu dihuni utamanya oleh suku Melayu Jambi.
Rahman gelisah melihat anak-anak di kampungnya itu mulai tidak mengenali bahasa daerah mereka. Bahasa mereka diinvasi globalisasi.
“Padahal, kalau kami dulu dipanggil oleh orangtua, kalau kami jawab iyo (iya) keno marah. Jawabnya harus ‘kwulo’ (saya),” ujar istri Rahman, pertengahan Desember lalu.
Pasangan suami istri itu menerima Tribun pada suatu sore di teras rumahnya yang dihiasai aneka tanaman hias yang lagi tren. Sejumlah ban bekas berkelir terang disulap menjadi tempat duduk dan meja.
Di sisi kanan pekarangan, berdiri sebuah green house meninggalkan jejak-jejak semasa tempat bercocoktanam sistem hidroponik itu diberdayakan.
Rahman dalam gelisahnya tetap bertekad menolak punah bahasa daerahnya.
Siapa nyana, kerisauannya itu menemui jalan terang. Saat itu pengujung 2017. Ia menjabat sebagai Ketua RT 7 Kelurahan Penyengat Rendah. Kampungnya terpilih menjadi Kampung Berseri Astra (KBA) untuk Provinsi Jambi.
Secara ringkas dapat dijelaskan, KBA merupakan bentuk kepedulian Astra untuk membangun desa dengan melibatkan partisipasi penduduk desa. Ini sejalan dengan yang dicita-citakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
KBA yang menekankan pada empat pilar; pendidikan, lingkungan, kesehatan dan kewirausahaan menjadi jawaban atas kegelisahan Rahman. Pada pilar pendidikan itulah ia ikhtiarkan menjaga agar bahasa Jambi lestari.
Upaya itu kian mudah karena istrinya mengelola Taman Kanak-Kanak Al Fadhl yang berada di kampung tersebut.
“Jadi tiap Senin dan Kamis kita adakan (program) Bebaso di PAUD dan TK,” kata pria yang sempat bekerja di pengembang perumahan itu.
Bebaso menurutnya lebih diarahkan kepada bagaimana anak-anak menggunakan bahasa daerah dalam hal penghormatan kepada orang yang lebih tua. Ini serupa dengan unggah-ungguh dalam penggunaan bahasa Jawa yang tingkatannya mulai dari ngoko hingga krama inggil.
Rahman bilang, merawat tradisi, melestarikan budaya menjadi slogan KBA Jambi dalam melestarikan budaya.
Dengan jumlah murid sebanyak 34 orang yang dibagi dalam tiga rombongan belajar itulah, ia berharap sejak dini anak-anak tersebut sudah dibekali mengenai kepedulian akan bahasa daerahnya.
Ia sadar bahwa ikhtiar sederhananya itu selain konsistensi juga perlu melibatkan pihak terkait.
Makanya tatkala Tribun menceritakan upaya baik Kantor Bahasa Provinsi Jambi dalam penyusunan kamus bahasa daerah, ia berkeinginan menjalin hubungan dengan kantor bahasa. Begitulah, beragam suku dan bahasa daerah yang ada di Indonesia sejatinya adalah aset bagi bangsa yang besar ini.
Elva Yusanti tim penyusun Kamus Budaya Jambi mengatakan setidaknya ada lima hal yang menjadi ancaman bagi punahnya bahasa daerah.
Mulai dari berkurangnya penutur jati, kurangnya perhatian pemerintah daerah, kemajuan teknologi informasi dengan banyaknya istilah asing, adanya rasa gengsi dalam berbahasa daerah hingga banyaknya istilah baru dari bahasa gaul yang tidak terbendung.
Namun menurutnya masih ada sebagian masyarakat yang peduli terhadap bahasa daerahnya. Kepedulian itu misalnya ditunjukkan dengan mengenalkan kembali kosakata bahasa Jambi melalui media sosial.
Tiga Pilar Lainnya
KBA Jambi di Penyengat Rendah dimulai pada Desember 2017. Sejak saat itulah Rahman mulai mewujudkan empat pilar KBA di kampungnya dengan melibatkan warga di sana.
Ada lima RT yang masuk dalam KBA Jambi, mulai dari RT 5 hingga RT 9 Kelurahan Penyengat Rendah.
Melalui program KBA ini, sebanyak 38 orang anak-anak di sana mendapatkan beasiswa dari Astra. Bantuan yang diberikan tiap semester tersebut masih berjalan hingga kini. Menariknya beasiswa tidak sekadar diberikan begitu saja.
“Jadi kami memilih anak warga tidak mampu dan orangtuanya yang aktif di lingkungan,” tutur Rahman.
Menarik manakala keaktifan orangtua sebagai warga dalam menjaga lingkungan turut dijadikan kriteria dalam pemberian beasiswa tersebut.
Dari sana setidaknya diharapkan, warga bisa kian aktif peduli dalam menjaga lingkungan yang notabene adalah kampungnya sendiri.
Sekejap setelah Rahman menyampaikan syarat beasiswa itu, ia segera menunjuk kursi dari ban bekas yang sedang kami duduki.
Hasil keterampilan tangan warganya itulah yang ia contohkan sebagai salah satu wujud keaktifan warganya terhadap lingkungan.
“Nah ini contohnya, warga kita mengolah ban bekas ini menjadi benda yang berfungsi kembali, seperti menjadi kursi. Bahkan, kursi ini dipasok ke sekolah di (Kabupaten) Muarojambi,” ujar Rahman kepada Tribun.
Di tengah perbincangan sore itu, istri Rahman menghidangkan kudapan. Dua kemasan berisi camilan ia sajikan.
Ia sekaligus ingin menunjukkan itulah salah satu produk usaha mikro atau UMKM di KBA tersebut. Kemasan itu berisi buah kundur yang diolah menjadi manisan. Ada rasa jahe dan original. Buah kundur yang kerap tumbuh liar dan diabaikan di tangan mereka diolah menjadi produk bernilai ekonomis. Upaya positif bagi perekonomian keluarga.
Produk bernama Joudah Kito itu sudah mengantongi izin PIRT. Pada label kemasannya terpampang pula logo Kampung Berseri Astra. Ia bercerita, produk UMKM di KBA Jambi Penyengat Rendah, meski diproduksi oleh orang yang berbeda namun memakai merek yang sama.
Joudah Kito. Itulah produk masyarakat di Penyengat Rendah yang kini menyandang sebagai Kampung Berseri Astra.

“Joudah ini bahasa Jambi, artinyo kue atau makanan,” imbuhnya. Camilan ini selain dipasarkan di minimarket ada pula yang sudah dipesan oleh konsumen di luar Provinsi Jambi.
Para ibu yang terlibat dalam UMKM ini memfokuskan pada makanan khas tradisional Jambi dan sumber dayanya ada di sekitar mereka. “Olahan kolang kaling, misalnya,” timpal Ratumas, istri Rahman.
Target
Menurut Rahman KBA Jambi ini sudah dua kali masuk dalam 10 besar KBA se-Indonesia. KBA ini masuk sebagai finalis KBANNOVATION.
Dan dari pertemuannya dengan penanggung jawab KBA-KBA lain di Indonesia ia juga bertukar pikiran dan mendapatkan inspirasi. Itulah sebabnya tahun depan ia menargetkan bisa menjadikan kampung tersebut sebagai kawasan agrowisata dan tempat perkemahan.
Kebetulan, sambung Rahman, ada warga yang menanam melon.
“Dan orang datang membeli langsung di sini. Bahkan Rektor UIN STS juga pernah datang, panen langsung melon,” kata Rahman.
Adapun mengenai tempat perkemahan, Rahman terinspirasi saat ia mengikuti acara KBA di Belitung.
Di sana, kata dia, rumah-rumah warga dijadikan homestay.
Bicara tempat perkemahan ini, cobalah Anda ketik “Pantai Aurduri” di mesin pencari Google. Bacalah satu dua tautan berita yang diberikan sang paman, Anda akan lekas tahu apa kaitannya tempat perkemahan yang dimaksud Rahman dengan Pantai Aurduri.
Letak geografis Penyengat Rendah yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Batanghari sesungguhnya menjadi keunikan tersendiri.
Pasalnya, di sini saat sungai terpanjang di Sumatera itu surut akan muncul kawasan “pantai” dadakan.

Dan warga Jambi kadung menamainya Pantai Aurduri atau ada pula yang menyebutnya Pantai Penyengat Rendah.
Tahun lalu saat kemarau panjang, “pantai” berpasir itu mendadak jadi destinasti wisata dadakan. Media sosial kian membuat kawasan itu cepat dikenal.
Fenomena tahunan inilah yang akan dicoba digarap oleh Rahman sebagai tempat perkemahan. Bayangkan, tahun lalu saja masyarakat di sana mendadak mendapat rezeki nomplok saking banyaknya warga yang datang ke hamparan pasir “Pantai Aurduri”.
Mereka ada yang berjualan jajanan, makanan hingga juru parkir dadakan. “Nah, sekarang ini agak mulai surut,” ujar Rahman mantap. (deddy rachmawan)