Berita Nasional
Jokowi Jadi Presiden 3 Periode Gandeng Prabowo Jadi Wapresnya, Qodari: Memerlukan Amandemen UUD
Pandangan berbeda dari pakar politik soal Pemilihan Presiden 2024. Ya, hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari.
TRIBUNJAMBI.COM - Pandangan berbeda dari pakar politik soal Pemilihan Presiden 2024. Ya, hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari.
Qodari menyampaikan pandanganya terkait dinamika politik pada tahun 2021 setelah rampungnya gelaran pilkada serentak 2020.
Qodari menilai kondisi akan aman karena tidak ada peristiwa politik besar seperti pilkada serentak 2020.
Hal itu disampaikannya saat menjawab pertanyaan moderator tentang dinamika politik 2021 dalam webinar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang bertajuk “Indonesia’s Economic and Political Outlook 2021” Kamis (17/12/2020).
Menurut Qodari, merujuk Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota, pada tahun 2021, 2022 dan 2023 nanti, tidak akan ada pemilihan kepala daerah.
Baca juga: Usai Pilkada Serentak di Tanjab Timur, Tim Gugus Tugas Rapid Test Massal Masyarakat & Penyelenggara
Baca juga: Jusuf Kalla Bocorkan Cara Menang Pilpres 2024 pada Anies Baswedan, Teman Jokowi Ini Jadi Lawannya
Baca juga: Edhy Prabowo Ditangkap KPK Bakal Hambat Langkah Prabowo Subianto Maju Pilpres 2024, Benarkah?
Pilkada serentak total baru dilaksanakan November 2024 usai pemilu April tahun yang sama.
“Jadi tidak ada pilkada pada tahun 2022 dan 2023 jika melihat peraturan yang ada di UU nomor 10 tahun 2016. Artinya tidak ada pilkada gubernur di daerah strategis seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujarnya.
Qodari menambahkan, kemungkinan di tahun 2021 akan ada pembahasan mengenai revisi UU Pilkada dan Pemilu oleh DPR, di mana isu yang akan dibahas diantaranya terkait kemungkinan akan diadakan lagi pilkada tahun 2022 dan 2023.
“Khususnya oleh partai-partai menengah dan kecil, tapi menurut saya partai-partai besar seperti PDIP, kemudian Gerindra dan Golkar ada kemungkinan menolak,” ujarnya.
Penolakan 3 partai tersebut, kata Qodari, dengan syarat mereka sudah mempunyai rencana atau kesepakatan mengenai ‘design’ politik pada pilpres 2024 yang akan datang.
“Design politiknya seperti apa, ada beberapa kemungkinan termasuk kemungkinan-kemungkinan yang ‘extreme’ atau luar biasa,” ucapnya.

Qodari menjelaskan, kemungkinan yang luar biasa itu setidaknya ada dua.
Pertama, kemungkinan Joko Widodo maju presiden untuk ketiga kalinya, tetapi kali ini dengan Prabowo Subianto sebagai Wakil Presidennya.
"Tentu saja hal ini memerlukan amandemen UU Dasar 1945,” ucapnya.
Kedua, lanjut Qodari, Prabowo maju sebagai calon Presiden dengan wakilnya berasal dari PDI Perjuangan.
“Kemungkinan skenario pertama bisa saja terjadi untuk menciptakan stabilitas politik sekaligus menghindari pemilu yang mengerikan seperti pada Pilpres sebelum-sebelumnya yang melahirkan dikotomi Cebong dan Kampret,” katanya.

Qodari menilai sosok Jokowi dan Prabowo merupakan representasi atau simbol dari pengelompokan di masyarakat Indonesia, sedemikian hingga pada momentum Pilpres 2019 terlahir istilah ‘cebong’ dan ‘kampret’ yang bertahan sampai saat ini.
"Jika keduanya bergabung maka tidak ada lagi dikotomi ‘cebong’ dan ‘kampret’ pada pemilu yang akan datang," ujarnya.
“Makanya kemungkinan semacam itu bisa saja terjadi, yaitu demi menjaga stabilitas dan menghindari Pemilu Presiden yang mengerikan dimana terjadi pembelahan seperti halnya cebong dan kampret di pilpres 2019,” pungkas dia.
Penantang Prabowo
Ada empat kelompok atau geng yang ingin mempertahankan dan mengembangkan kekuasaan di Indonesia, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyebutkan.
Empat kelompok tersebut di antaranya, Geng Solo yang merujuk pada orang-orang terdekat Presiden Joko Widodo (Jokowi), Geng Makassar yang terdiri dari orang-orang terdekat Kapolri Idham Azis.
Kemudian, Geng Pajaten yang merujuk pada orang-orang terdekat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Geng Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Menurut Refly Harun, ke empat kelompok tersebut kecuali Presiden Jokowi, juga memiliki peluang untuk memenangkan Pilpres 2024.
"Siapa pun yang in power selalu akan mempertahankan kekuasaannya dan mengembangkan kekuasaannya, itu jamak terjadi."
"Dan sekarang empat geng yang disebutkan tadi in power semua dan juga punya peluang untuk 2024 (Pilpres), kecuali tentu Presiden Jokowi," ujar Refly Harun dalam video yang diunggah di kanal YouTube-nya, Selasa (24/11/2020).
Adapun ungkapan Refly Harun tersebut berkaitan dengan kabar bahwa dicopotnya Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi adalah upaya 'membersihkan' kelompok Tito Karnavian.
Tito Karnavian disebut-sebut bakal maju sebagai calon presiden di Pilpres 2024 mendatang.
Baca juga: Xiaomi Redmi 9 Power Quad Camera 48 MP Baterai 6.000 mAh Resmi Meluncur, Harga Rp 2 Jutaan
Baca juga: Miyabi Mau Belajar Bahasa Indonesia, Ini Perubahan Mantan Artis Dewasa Itu, Sudah Punya Pacar
Baca juga: 4 Warga Binaan Lapas Klas II B Muara Bulian Diusulkan Dapat Remisi Natal, Satu Napi Kasus Pembunuhan
Sehingga Irjen Nana Sudjana dan Irjen Rudy Sufahriadi yang dianggap dekat dengan Tito Karnavian dicopot dari jabatan.
Sementara itu, menanggapi kabar pencalonan Tito Karnavian sebagai presiden, Refly Harun menilai hal tersebut bisa saja terjadi jika mantan Kapolri itu mempunyai ambisi demikian.
Dikatakan Refly Harun, Tito Karnavian adalah sosok yang potensial untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Beliau adalah sosok yang potensial, smart, profesor doktor saat ini, tidak banyak orang seperti mantan Kapolri Tito Karnavian."
"Karena itu kalau beliau digadang-gadang sebagai salah satu calon presiden, saya kira tidak salah juga," kata Refly Harun.
Selain itu, dibandingkan dengan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, umur Tito Karnavian masih terbilang muda.
Sehingga sangat masuk akal jika Tito Karnavian mencalon menjadi presiden.
Lebih jauh, Refly Harun menanggapi soal penggantian Kapolri Idham Azis seiring dengan berakhirnya masa jabatan yang bersangkutan, karena memasuki masa pensiun.
Pengamat politik ini berharap dalam penggantian Kapolri nanti pemerintah tidak mengorbankan profesionalitas.
"Artinya yang dipromosikan haruslah tetap putra-putra Polri terbaik, jangan sampai karena per-geng-an atau perkawanan mengorbankan kualitas."
"Mereka yang tidak berkualitas diangkat, mereka yang tidak berintegritas diangkat, sebaliknya mereka yang berkualitas berintegritas masuk kotak," terangnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Pengamat: Jokowi Jadi Presiden 3 Periode dengan Menggandeng Prabowo Sebagai Wapres, Sudah Didesain?,