Nasib Timor Leste Setelah Lepas dari Indonesia, China Siap Mencaplok, Penduduk Asli Mulai Tersadar

Bergabung dengan Indonesia setelah penjajahan, Timor Leste lepas dari Indonesia setelah digelarnya referendum. China kini siap mencaplok

Editor: Nani Rachmaini

TRIBUNJAMBI.COM - Bergabung dengan Indonesia setelah penjajahan, Timor Leste lepas dari Indonesia setelah digelarnya referendum.

Ini adalah bagian sejarah pahit bagi Indonesia, yang telah kehilangan Timor Leste, menjadi bagian wilayah Indonesia antara tahun 1975 hingga 1999.

Negara asing yang terlibat dalam lepasnya Timor Leste dari Indonesia, adalah Australia.

Negeri kangguru ini terlibat baik dalam proses bergabungnya Timor Leste, juga pada proses lepasnya.

Invasi Timor Leste, yang saat itu bernama Timor Timor, dilakukan setelah Portugis meninggalkan Timor Leste, wilayah jajahannya selama ratusan tahun.

Baca juga: Chipset Snapdragon 888 5G, Spesifikasi Lengkap hingga Produsen Pertama yang Menggunakannya

Baca juga: VIDEO: Adolf Hitler Menang Pemilihan, Awalnya Tak Tahu Sosok di Balik Namanya Itu

Baca juga: VIDEO: Razia Masker Digelar Polda Jambi di Area Danau Sipin dan Telanaipura

Bergabungnya Timor Leste dengan Indonesia tidaklah melewati keputusan yang mudah.

Melansir The Strategist (28/1/2020), Australia menjadi negara yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.

Hal itu diungkapkan dalam buku kebijakan Canberra, dari invasi hingga kemerdekaan, dipamerkan dengan dirilisnya catatan kabinet pemerintahan Howard untuk tahun 1998 dan 1999 oleh National Archives of Australia.

Itu merupakan sebuah buku, laporan dan kiriman setebal 900 halaman, yang menunjukkan perdana menteri yang kuat, Gough Whitlam, memaksakan kehendaknya sementara Departemen Luar Negeri menderita dan resah.

Diceritakan bahwa dalam pertemuan dengan Soeharto pada bulan September 1974, Whitlam meninggalkan catatan peringatan yang menyatakan bahwa Timor Timur harus berintegrasi dengan Indonesia.

"Timor Portugis terlalu kecil untuk merdeka. Secara ekonomi tidak layak. Kemerdekaan tidak diinginkan di Indonesia, Australia, dan negara-negara lain di kawasan" ujarnya.

Menurut catatan laporan itu, Whitlam menawarkan dua pemikiran dasar.

Pertama, dia percaya bahwa Timor Portugis harus menjadi bagian dari Indonesia.

Kedua, hal tersebut harus terjadi sesuai dengan keinginan rakyat Timor Portugis yang diungkapkan dengan baik.

Whitlam yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Australia menekankan bahwa ini belum menjadi kebijakan Pemerintah (Australia) tetapi kemungkinan besar akan menjadi seperti itu.

Sementara itu, diungkapkan bahwa Soeharto menjawab dengan pendapat lain.

Menurutnya, Timor Timur bisa menjadi 'duri di mata Australia dan duri di punggung Indonesia'.

Duta Besar Australia untuk Jakarta, Richard Woolcott, menulis bahwa Canberra harus memutuskan antara 'idealisme Wilsonian dan realisme Kissingerian'.

Sementara Duta Besar Australia di Portugal, Frank Cooper, mempertanyakan kerugian akibat mengorbankan Timor Lorosa'e ke Indonesia.

"Pertanyaan yang akan ditanyakan banyak orang bukanlah apakah kita dapat hidup dengannya tetapi apakah kita dapat hidup dengan diri kita sendiri," katanya.

Keinginan Whitlam agar Timor Leste bergabung dengan Indonesia dan tidak berdiri sebagai sebuah negara sendiri bukan tanpa alasan.

Kepala Urusan Luar Negeri, Alan Renouf , menulis bahwa Whitlam mengubah posisi Australia dengan mengadopsi kebijakan dua cabang ketika dua poin tidak dapat didamaikan.

"Whitlam tentu tidak ingin ada lagi negara mini yang dekat dengan Australia di Asia Tenggara atau Pasifik Selatan."

"Karena itu, dia tidak menginginkan Timor Timur merdeka; merger dengan Indonesia adalah satu-satunya jawaban," ungkapnya.

Sementara itu, mayor jenderal yang bertanggung jawab atas operasi khusus Indonesia menyatakan bahwa sampai kunjungan Whitlam ke Jakarta, mereka masih ragu-ragu tentang Timor.

Kemudian, dukungan Perdana Menteri Whitlam tentang gagasan penggabungan Timor ke Indonesia telah membantu pihak Indonesia mengukuhkan pemikiran mereka dan menjadi sangat yakin akan tindakan tersebut.

Bukan hanya terkait kebijakan Indonesia untuk menginvansi Timor Leste, Australia akhirnya juga terlibat dalam lepasnya Timor Leste dari Indonesia, saat era Perdana Menteri John Howard.

Dari Perdana Menteri Whitlam hingga Howard memiliki persamaan, yaitu kebijakan Australia adalah bahwa Timor Lorosa'e harus menjadi bagian dari Indonesia.

Baca juga: Setelah Supreme, Kali ini Oreo Edisi Lady Gaga Beredar, Warnanya Pink, Harga Seperti Sebelumnya?

Baca juga: Ditangkap Polisi, Laki-laki Bermobil Tendang Pedagang Bakso di Kota Jambi Menyesali Perbuatannya

Namun, apa perbedaannya?

Menurut catatan, pada bulan Desember 1998, Howard menulis kepada Presiden Indonesia BJ Habibie, menyarankan Indonesia mempertimbangkan tentang tawaran otonomi kepada Timor Timur.

Menurut Donald Greenlees, surat itu merupakan upaya berisiko tinggi untuk membantu melegitimasi kekuasaan Indonesia.

"Namun itu adalah salah satu intervensi paling menentukan dalam sejarah salah satu hubungan terpenting Australia."

"Meskipun ada upaya oleh beberapa dari mereka yang terlibat untuk mengklaim secara retrospektif bahwa itu sukses, itu gagal dengan caranya sendiri. Kita tidak boleh melupakan apa yang salah," katanya.

Ternyata, Habibie menanggapi dengan melakukan sebaliknya, yang akhirnya menjadi pemungutan suara PBB pada tanggal 30 Agustus 1999, Canberra mendapati dirinya menuju krisis karena tujuan strategisnya disulap lalu disesuaikan kembali.

Diincar China

Kini Timor Leste memasuki babak baru dalam perkembangannya di tengah percaturan dunia.

Dan China disebut mengincar negara miskin ini.

Sebagai negara yang sangat ingin diakui sebagai negara maju, China sudah berulang kali lakukan berbagai cara untuk lebarkan sayapnya untuk memberi pengaruh di dunia.

Negara Asia-Pasifik tidak luput dari perhatian mereka.

Serta, negara-negara Asia Tengah maupun Asia Selatan, yang ekonominya masih terbilang belum maju.

Tindakan China ini merupakan bagian dari rencana besarnya untuk membangun jalur sutra baru.

https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/700x0/photo/2020/12/02/510139679.jpg
One Belt and One Road

Disebut dengan program Belt and Road Initiative, program ini merupakan upaya China membangun jalur perdagangan baru lewati seluruh Asia untuk mencapai Eropa.

Gunanya adalah agar produk mereka bisa bersaing di pasar internasional.

Cara untuk 'membeli' negara-negara yang akan dijadikan bagian dari jalur sutra tersebut adalah dengan memberi mereka utang untuk membangun negara mereka.

Belt and Road Initiative atau One Belt One Road yang dibangun China lewat jalur sutra darat dan laut

Semenjak Presiden China Xi Jinping menjabat pada tahun 2010 lalu, program Belt and Road Initiative sudah diajukan pada tahun 2013.

Namun jebakan utang itu baru mulai terasa sekarang.

Salah satunya adalah di negara tetangga Indonesia ini, yaitu Timor Leste.

Mengutip pemberitaan di The Diplomat pada November 2016, tercatat pada 13 September 2016, pemerintah Timor Leste memberi izin bagi Menteri Keuangan untuk memulai proses bergabungnya Timor Leste dengan Bank Investasi Infrastruktur Asia di Beijing.

Tindakan itu sudah pasti digunakan untuk menguatkan hubungan China dan Timor Leste.

Kesepakatan ini juga terjadi sebulan sebelum Forum Konferensi Menteri Kelima di Macau dilaksanakan.

Dalam forum tersebut pejabat senior dari China dan semua negara berbahasa Portugis, termasuk Timor Leste, diundang.

Jelas-jelas hal tersebut merupakan upaya untuk mempromosikan hubungan dan perdagangan lebih baik.

Timor Leste merupakan negara termuda di Asia dan termasuk negara termiskin di Asia Pasifik, terutama jika dibandingkan negara-negara Asean. Kolonisasi pertama oleh Portugal dari 1701 sampai 1975, kemudian disusul pasukan Indonesia mendarat di pantainya beberapa minggu setelah warga Portugal pergi.

Indonesia menahan kekuasaan di Timor Leste selama 24 tahun, tapi gagal karena sepertiga populasi disebut meninggal dari eksekusi, kelaparan atau penyakit. Akhirnya Timor Leste merdeka pada tahun 2002.

Sejak merdeka, Timor Leste menjaga hubungan dengan mitra terdekat yaitu Australia dan Indonesia, tapi hubungan dengan Australia memburuk karena masalah perbatasan di Laut Timor.

Kasus tersebut sudah dibawa sebelumnya ke komisi konsiliasi PBB di Den Haag, sedangkan tahun 2015, Timor Leste juga menuduh Australia memata-matai pejabat pemerintahan mereka.

Selama wawancara di Radio Australia tahun 2014, mantan deputi perdana menteri Timor Leste, Estanislau da Silva, umumkan: kami memiliki tetangga seperti Indonesia dan Australia, tapi kami juga ingin memiliki hubungan dekat dengan negara lain, terutama China. China telah sangat, sangat suportif."

Memang, China jor-joran dalam menyediakan dana untuk kemerdekaan Timor Leste saat kependudukan Indonesia, tidak seperti pemerintah Barat lainnya, dan mendukung gerakan di Dewan Keamanan PBB pada akhir tahun 1970 saat banyak negara Barat absen dari voting penting sampai bertahun-tahun kemudian.

China juga negara pertama yang lakukan hubungan diplomatik dengan Timor Leste tahun 2002.

Beberapa tahun terakhir, China telah membangun bangunan kantor untuk Kementerian Menteri Luar Negeri, Kementerian Pertahanan dan Militer Timor Leste, serta Istana Kepresidenan.

Lebih dari seribu PNS di Timor Leste telah mengunjungi China untuk pelatihan, sementara ribuan teknisi China telah melatih rekan mereka dalam metode pertanian terkini, perencanaan wilayah, turisme dan lain sebagainya.

Namun kerjasama persahabatan itu rupanya lebih menguntungkan China, dengan impor yang lebih murah bagi mereka serta tempat lapang untuk para penduduk China yang sudah melebihi batas.

Saat invasi Indonesia terjadi pada 1975, diestimasi ada 20 ribu etnis China tinggal di Timor Leste, terutama di ibu kotanya, tapi saat kependudukan tersebut banyak yang pindah ke Australia, Filipina atau kembali ke China.

Tahun 2002, hanya ada 2000-3000 warga China yang tinggal di Timor Leste, dan kondisi antara komunitas lokal dan komunitas China menjadi tegang.

Penulis artikel bernama David Hutt, berbicara kepada warga China yang memiliki toko perangkat keras di Dili hampir 10 tahun tapi jarang bersosialisasi dengan warga Timor Leste dan memilih bergaul dengan komunitas China.

Di Kota Maubisse, ada segelintir teknisi China yang bekerja di proyek perkembangan lokal, mengatakan "aku tidak suka negara ini, aku ingin pulang".

Rekan Timor Leste dari penulis mengatakan ia hanya berbicara kepada warga China saat makan di restoran China di Dili.

Warga Timor Leste sering curiga dan kadang yakin jika China, terutama ekspat yang baru-baru saja masuk, hanya mencari keuntungan di Timor Leste.

Banyak ahli yang kemudian masih meragukan kebaikan China akan terus mengucur ketika minyak Timor Leste sudah habis, perlu diragukan juga bagaimana Timor Leste akan membayar utang mereka.

Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Ribuan Tenaga Kerja China Dilepas ke Timor Leste, Bumi Lorosae Jadi Mitra Murahan Negeri Tirai Bambu.

(*)

Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Ribuan Tenaga Kerja China Dilepas ke Timor Leste, Bumi Lorosae Jadi Mitra Murahan Negeri Tirai Bambu.

SUMBER: Sejarah-timor-leste-menjadi-bagian-wilayah-indonesia-dianggap-bakal-jadi-duri-bagi-negara-negara-ini-juga-disebut-tak-layak-untuk-merdeka

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved