Pengamen dan Pengemis Berpotensi Marak, Dinsos: Jangan Beri Sedekah di Lampu Merah dan Jalanan
Melalui lembaga penyalur sedekah atau donasi, mereka lebih obyektif dalam menilai. Apalagi, ia mencontohkan, jika lembaga itu merupakan yayasan yatim
Penulis: Rara Khushshoh Azzahro | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Noviarman, Kepala Dinas Sosial Kota Jambi melarang pengguna jalan memberi sedekah kepada para pengemis atau pengamen jalanan.
Ia mengatakan itu akan membuat kegiatan pengemis dan pengamen semakin marak dijumpai. Kota Jambi menjadi tempat sasaran bagi para pengemis dan pengamen.
Senada dengan yang dikatakan Noviarman, belakangan ini semakin banyak pengemis serta pengamen dengan berbagai aksinya di pinggir jalan.
"Sekarang kan banyak yayasan atau lembaga penyalur sedekah ke orang yang benar-benar membutuhkan. Jadi lebih baik sedekah melalui lembaga itu saja. Jika bersedekah melalui lembaga terpercaya, sasarannya jadi lebih jelas," ujarnya saat dihubungi Tribunjambi.com, Minggu (22/11/2020).
Baca juga: Minim Progres Hingga November Ini, Proyek di Dinas PUPR Merangin Terancam Tak Selesai
Baca juga: Ngerii! Roy Datang ke Mimpi Mama Rosa, Cek Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta 22 November Malam Ini
Baca juga: VIDEO Ngobrol Asyik Bersama Tazkia Duta Inkluisi Keuangan Provinsi Jambi
Ia mengatakan memberi sedekah kepada pengemis jalanan bukan merupakan cara yang tepat untuk membantu.
Bahkan hingga saat ini, pengemis maupun pengamen seolah menjadi profesi.
"Masyarakat itu kadang saking baiknya, mereka melihat pengemis atau pengamen di jalan main kasih aja. Padahal, itu membuat kalangan mereka jadi semakin banyak jumlahnya," kata Noviarman.
Saat ini Dinas Sosial Kota Jambi akan membuat regulasi bagi pemberi sedekah di jalanan, terutama lampu merah. Pemberi akan dikenakan sanksi denda.
"Nanti akan ada peringatan yang kami pasang juga di pinggir jalan, sebagai pengingat tidak boleh memberi sedekah di jalan. Terutama di lampu merah," tegasnya.
Bicara soal kasihan, menurut Noviarman, mereka belum tentu juga merupakan orang paling membutuhkan.
Melalui lembaga penyalur sedekah atau donasi, mereka lebih obyektif dalam menilai. Apalagi, ia mencontohkan, jika lembaga itu merupakan yayasan yatim piatu.
"Mereka yang ngemis atau ngamen di jalan itu seperti punya centeng. Kadang kalau seorang anak terjaring razia petugas, centengnya menunggu di salah satu jalan dan minta anak tersebut dibebaskan. Jika ditanya hubungannya, mereka mengaku sebagai keluarga," ia melanjutkan ceritanya.
Keadaan seperti itu yang menurutnya sangat miris. Bisa jadi itu keluarga, yang artinya orang tua membiarkan anaknya berjualan belas kasih kepada orang-orang yang lewat.
Namun, jika mereka bukan keluarga, artinya ada oknum tertentu yang memanfaatkan anak kecil untuk lakukan hal serupa.
Padahal, jika orang dewasa berfikir lebih baik. Pekerjaan di Kota Jambi yang tidak memerlukan pendidikan sekalipun, masih bisa dilakukan.
Noviarman menyampaikan, asalkan orang tersebut mau melakukan keterampilan yang ia miliki. Jika tidak, paling minim belajar keterampilan baru.