Menteri Cemas Ada Reshuffle Kabinet, Relawan dan Pengamat Mendukung, Jokowi: Bisa Minggu Depan

Setelah setahun berjalan, Presiden Joko Widodo memberi isyarat kemungkinan untuk merombak (reshuffle) kabinetnya.

Editor: Teguh Suprayitno
Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Lukas
Presiden Joko Widodo menyatakan kemungkinan untuk merombak (reshuffle) kabinet tetap terbuka. 

Menteri Cemas Ada Reshuffle Kabinet, Relawan dan Pengamat Mendukung, Jokowi: Bisa Minggu Depan

TRIBUNJAMBI.COM - Setelah setahun berjalan, Presiden Joko Widodo memberi isyarat kemungkinan untuk merombak (reshuffle) kabinetnya.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi dalam wawancara eksklusif Rosi di Kompas TV, Senin (16/11/2020).

Mulanya Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi menanyakan alasan Jokowi tak merombak kabinet meskipun merasa kesal, karena para menterinya dinilai tak bekerja optimal menangani pandemi Covid-19.

Jokowi menjawab performa para menterinya dalam melakukan kerja tim saat ini cukup bagus sehingga ia belum merasa perlu melakukan reshuffle di tahun pertama seperti di periode 2014-2019.

Rosi kemudian menanyakan apakah jawaban Jokowi itu menandakan tak akan ada reshuffle kabinet, Jokowi menjawab diplomatis.

"Ya bisa aja. Bisa aja minggu depan, bisa aja bulan depan, bisa aja tahun depan," tutur Jokowi lantas tertawa.

Baca juga: Terbaru Daftar 14 Jenderal yang Dicopot, Kapolri Tak Suka Mental SMS, IPW Prediksi Ini Akan Terjadi

Kendati demikian, Jokowi menyatakan tak segan mengganti menterinya yang kinerjanya di bawah standar.

Ia pun tak ragu untuk menyampaikan hal tersebut kepada para ketua umum partai koalisi jika harus mengeluarkan kadernya dari kabinet.

"Saya kira kalau memang tidak baik akan saya bilang saya ganti. Saya biasa bicara seperti itu," tutur Jokowi.

Presiden Joko Widodo menyatakan kemungkinan untuk merombak (reshuffle) kabinet tetap terbuka.
Presiden Joko Widodo menyatakan kemungkinan untuk merombak (reshuffle) kabinet tetap terbuka. (Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Lukas)

Adapun isu reshuffle terlontar saat Jokowi meradang kepada para menteri jajarannya karena tak puas dengan kinerja mereka.

Kemarahan Presiden Jokowi diketahui melalui sebuah video yang diunggah akun YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6/2020), 10 hari setelah rapat digelar.

Baca juga: Politisi Gerindra Bela Habib Rizieq: Kenapa Habib Saja? Bersepeda dan Demo Itu Berkerumun Juga!

Dalam video tersebut, Presiden Jokowi tampak menegur para pembantunya. Ia mengancam akan mengganti menteri yang kinerjanya selama masa pandemi ini buruk.

Presiden Jokowi menilai, para menterinya itu tidak memiliki sense of crisis di tengah situasi pandemi Covid-19.

"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," ucap Presiden Jokowi.

Kepuasan Publik di Bawah 50 Persen, Saatnya Jokowi Reshuffle Kabinet?

Satu tahun sudah usia pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.

Sejumlah catatan dan evaluasi pun telah disampaikan berbagai pihak. Mulai dari aktivis, akademisi, politisi hingga pejabat pemerintah.

Hasil survei Litbang Kompas yang dilansir, Selasa (20/102020) kemarin, menunjukkan sebesar 46,3 persen responden merasa tidak puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin selama satu tahun terakhir.

Isu reshuffle kembali berembus karena beberapa menteri pembantu presiden Jokowi dinilai tidak maksimal bekerja.

Isu perombakan kabinet sebelumnya juga pernah mengemuka saat kabinet pemerintahan Jokowi baru berjalan tiga bulan.

Baca juga: Kapolri Mendadak Terbitkan Surat Telegram Rahasia Setelah Copot Dua Kapolda, DPR Sebut Sinyal Keras

Namun saat itu, Jokowi tidak melakukan perombakan kabinet pemerintahannya. Kini setahun telah berlalu, apa presiden bakal mengocok ulang susunan kabinetnya?

Kemarin, Selasa (21/10/2020), Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti telah menyampaikan evaluasinya tehadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Aisah Putri Budiarti menyoroti buruknya koordinasi di tingkat menteri Kabinet Indonesia Maju dalam satu tahun ini.

Aisah pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap jajaran pembantunya di tingkat eksekutif.

"Kalau diperlukan reshuffle itu wajar dan sah-sah saja, justru perlu dilakukan jika tidak memiliki kapasitas yang memumpuni," papar Aisah dalam diskusi online, Jakarta, Selasa (20/10/2020).

Aisah menjelaskan, evaluasi tersebut tidak hanya pada individu menterinya saja, tetapi perlu mengatasi persoalan sistem kabinetnya atau sistem kerjanya selama ini.

"Antara menteri satu dengan menteri lainnya suka tidak sama, misalnya saat dilarang pulang kampung. Ini problem koodinasi yang harus dipecahkan, agar empat tahun ke depan lebih efektif bekerja," papar Aisah.

Aisah juga melihat beberapa menteri tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi) secara maksimal dalam satu tahun ini.

"Setengah dari menteri juga tidak memiliki latar belakang dekat dengan birokrasi pemerintahan. Ini pastinya menyulitkan untuk bekerja," ucapnya.

Pengamat

Sementara, pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, Presiden Joko Widodo perlu melakukan reshuffle kabinet untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.

Hal itu disampaikan Umam menanggapi kinerja Presiden Jokowi selama setahun pertama di periode keduanya.

"Lakukan perombakan kabinet (cabinet reshuffle) secepatnya untuk melakukan perbaikan cepat di sektor-sektor yang dianggap lemah. Langkah ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahan," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (21/10/2020).

Ia menambahkan, ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi dikonformasi oleh survei Litbang Kompas (Oktober) yang menunjukkan angka ketidakpuasan publik terhadap pemerintah menembus angka sekitar 52,5 persen (46,3 persen tidak puas dan 6,2 persen sangat tidak puas).

Baca juga: Persaingan Panas Calon Kapolri, Benarkah Kapolda Metro Jaya Dicopot Karena Persaingan? Ini Kata IPW

Karena itu, menurut dia, Presiden Jokowi sebagai nakhoda pemerintahan harus menghentikan tren negatif tersebut.

Jokowi juga diharapkan membuka ruang komunikasi politik dengan publik untuk tetap bisa memenuhi harapan masyarakat.

Ia menilai, Jokowi terlihat semakin berjarak dengan masyarakat selama setahun memimpin roda pemerintahannya di periode kedua.

Akibatnya, sejumlah produk kebijakan publik seringkali diikuti dengan berbagai kontroversi dan protes, baik berskala sedang maupun besar.

Relawan

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ormas Projo melihat kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju tidak maksimal di tengah tantangan pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi.

Sekretaris Jenderal Projo Handoko mengatakan krisis ini harus ditangani dengan kerja ekstra keras, disertai dengan kecepatan dan akurasi tinggi dari kabinet Indonesia Maju.

"Projo melihat kinerja Kabinet tidak maksimal, kurang greget," katanya, Selasa (20/10/2020).

Setahun pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo dihadapkan pada ujian berat.

Kondisi ini seharusnya dimaknai sebagai peluang bagi Kabinet untuk menunjukkan militansi dengan gebrakan yang extraordinary untuk mengatasi keadaan.

Projo mengingatkan bahwa hasil survei terbaru tentang kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah kurang menggembirakan.

Presiden Joko Widodo bahkan pernah menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja kabinet dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Projo menilai kerja-kerja extraordinary jajaran kabinet seperti harapan Presiden Joko Widodo belum sepenuhnya dilakukan.

Parpol pendukung

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai reshuffle kabinet belum tentu bisa menjamin adanya peningkatan kinerja pemerintah.

"Kalau soal reshufle, menurut hemat PPP belum tentu bisa menjamin adanya peningkatan kinerja pemerintahan jika pandemi Covid-19-nya belum bisa terkendali," ujar Arsul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (21/10/2020).

Arsul Sani.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. (KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA)

Akan tetapi, Arsul melihat ketidakpuasan publik dapat diperbaiki jika pemerintah segera melaksanakan vaksinasi Covid-19.

Karenanya, PPP meminta kepada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tetap fokus pada penanggulangan pandemi Covid-19, termasuk memastikan bahwa vaksinasi atas Covid dapat segera dilaksanakan seperti yang sudah disampaikan pemerintah sendiri.

"Keberhasilan vaksinasi itu akan turut menentukan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan," kata dia.

Arsul menerangkan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan saat ini tidak bisa dilepaskan dari situasi akibat pandemi Covid-19.

Alasannya pandemi ini tidak hanya menggerus ketahanan kesehatan masyarakat. Melainkan juga merontokkan perekonomian masyarakat.

"Karenanya PP yakin bahwa ketidakpuasan publik yang besar tersebut akibat pandemi berkepanjangan dan ekonomi yang memburuk," jelasnya.

Anggota Komisi III DPR RI tersebut menegaskan PPP bisa memahami, baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat yang tidak puas.

Dari sisi pemerintah, menurutnya ketidakberhasilan mempertahankan target pembangunan dan capaian ekonomi terjadi akibat problem pandemi ini.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Isyaratkan Sinyal Reshuffle Kabinet, Jokowi: Bisa Minggu Depan, Bulan Depan, atau Tahun Depan.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved