Dua Jenderal Polisi Minta Jatah, Hingga Uang untuk 'Petinggi Kita', Sidang Suap Djoko Tjandra

Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali duduk di kursi persidangan pada Senin (2/11/2020) di Pengadilan Tipikor Jakarta

Editor: Rahimin
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
erpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. 

Dua Jenderal Polisi Minta Jatah, Hingga Uang untuk 'Petinggi Kita', Sidang Suap Djoko Tjandra

TRIBUNJAMBI.COM - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali duduk di kursi persidangan pada Senin (2/11/2020) di Pengadilan Tipikor Jakarta, dengan agenda pembacaan dakwaan untuk dua kasus sekaligus.

Surat dakwaan Djoko Tjandra digabung antara kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas namanya dan kasus dugaan korupsi kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Selain Djoko Tjandra, tiga terdakwa lain dalam kasus red notice juga menjalani sidang perdana dengan agenda yang sama. Ketiganya adalah Tommy Sumardi, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Baca juga: Sinopsis Jodha Akbar Episode 47 di ANTV, Javeda Ikuti Angga ke Hutan, Lihat Tepuk Tangan 3 Kali

Baca juga: Neno Warisman Minta Rocky Gerung Pakai Nama Depan Muhammad, Kejadian terkait Islam Ini Penyebabnya

Baca juga: Waspada Angin Kencang dan Hujan Lebat, Topan Goni Bergerak ke Laut China Selatan

Berikut sejumlah fakta-fakta yang terungkap dalam sidang tersebut seperti dirangkum Kompas.com:

1. Penghapusan "red notice"

Djoko Tjandra didakwa menyuap tiga aparat penegak hukum dengan total uang sebanyak 920.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 15,567 miliar.

Dalam kasus red notice, Djoko Tjandra didakwa menyuap dua jenderal polisi, Napoleon dan Prasetijo, agar menghapus namanya dari daftar pencarian orang (DPO).

Sementara itu, Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra kepada dua jenderal polisi tersebut.

Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra saat dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin (28/9/2020).
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra saat dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin (28/9/2020). (Dok. Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung)

Untuk Napoleon, ia didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar. JPU mendakwa Prasetijo menerima uang sebesar 150.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,2 miliar dalam kasus tersebut.

2. Siapkan miliaran rupiah

Kasus red notice bermula dari keinginan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas kasus Bank Bali yang menjeratnya.

Untuk itu, pada awal April 2020, Djoko Tjandra menghubungi Tommy.

Baca juga: Marshanda Blak-blakan Soal Bipolar Disorder dan Video Viral 11 Tahun Lalu yg Sempat Bikin Heboh

Baca juga: Biksu Radikal Myanmar Buddhist bin Laden Menyerah, Sebar Kebencian tentang Islam etnis Rohingya

Baca juga: Vanessa Angel Stres Jelang Putisan, Sang Anak Menangis Seharian dan Rewel Jika Akan Sidang

Ia meminta Tommy menanyakan status red notice atas namanya di Interpol kepada NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri.

Djoko Tjandra pun bersedia menggelontorkan miliaran rupiah, terutama bagi pejabat NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri.

"Agar niat terdakwa Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka terdakwa bersedia memberikan uang Rp 10 miliar melalui Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan terdakwa masuk ke Indonesia,” ucap jaksa.

Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo mengenakan rompi tahanan saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (16/10/2020). Penyidik Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti untuk tersangka Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidangkan.
Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo mengenakan rompi tahanan saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (16/10/2020). Penyidik Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti untuk tersangka Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengusaha Tommy Sumardi ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidangkan. (Tribunnews/Herudin)

3. Dua jenderal polisi minta jatah

Untuk mewujudkan keinginan Djoko Tjandra, Tommy meminta bantuan Prasetijo yang kala itu menjabat sebagai Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri.

Oleh Prasetijo, Tommy kemudian dikenalkan kepada Napoleon selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.

Setelah Tommy menanyakan mengenai status red notice Djoko Tjandra, Napoleon mengaku akan mengeceknya.

Baca juga: Bocah 6 Tahun Dibunuh Ibu Kandung, Pelaku Kepergok Berhubungan Badan di Ladang Dengan Selingkuhan

Baca juga: Oknum Petinggi Koramil Diduga Terlibat Pembunuhan Pendeta Yeremia di Papua, TNI Akan Tindak Tegas

Baca juga: Berawal dari Peretasan No HP, Ilham Bintang Gugat Indosat dan Commonwealth Bank Rp 2 Miliar

Hal ini terjadi dalam pertemuan di ruang kerja Napoleon, di Mabes Polri, pada 16 April 2020. Keesokkan harinya, keduanya kembali bertemu. Menurut JPU, pada saat ini Napoleon meminta uang kepada Tommy.

"Terdakwa Napoleon Bonaparte menyampaikan bahwa 'red notice Djoko Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya’,” ucap JPU Zulkipli saat sidang seperti dilansir dari Antara.

"Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa (nominal uangnya) dan oleh Napoleon Bonaparte, dijawab '3 lah ji (3 miliar)'. Setelah itu Tommy Sumardi meninggalkan ruangan Kadivhubinter," ucap jaksa.

Irjen Pol Drs. Napoleon Bonaparte MSi, Kadiv Hubinter Polri
Irjen Pol Drs. Napoleon Bonaparte MSi (Istimewa)

Setelah adanya permintaan uang itu, Djoko Tjandra menyerahkan 100.000 dollar AS kepada Tommy melalui perantara pada 27 April 2020.

Ternyata, dalam perjalanan untuk menyerahkan uang tersebut kepada Napoleon pada hari yang sama, Prasetijo meminta jatah.

Prasetijo membagi dua uang 100.000 dollar AS tersebut. Dengan begitu, Prasetijo dan Napoleon masing-masing mendapatkan 50.000 dollar AS.

Baca juga: Kuota Terbatas, Buruan Daftar Kartu Prakerja Gelombang 11, Login www.prakerja.go.id

Baca juga: Wina Austria Diserang, Teroris Ngamuk dan Meledakkan Diri , 7 Orang Dilaporkan Tewas

Baca juga: Gara-gara Investasi Meleset Tak Sesuai Target, Luhut dan Bahlil Kena Tegur Jokowi

Namun, Napoleon tak mau menerima uang 50.000 dollar AS tersebut. Ia bahkan meminta uang dalam jumlah lebih besar.

Pada saat ini, Napoleon menyinggung pihak yang disebut "petinggi kita". "Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 ji soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau', dan berkata 'petinggi kita ini'," ucap jaksa.

Menurut JPU, penyerahan uang dari Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui Tommy terjadi beberapa kali.

Rinciannya, Napoleon menerima 200.000 dollar Singapura pada 28 April 2020, 100.000 dollar AS pada 29 April 2020, 150.000 dollar As pada 4 Mei 2020, dan 20.000 dollar AS pada 5 Mei 2020.

Pinangki Sirna Malasari (tengah) bersiap untuk mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum.
Pinangki Sirna Malasari (tengah) bersiap untuk mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Usai penerimaan uang terakhir pada 5 Mei 2020, Napoleon menerbitkan surat penyampaian penghapusan “Interpol Red Noices” atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari basis data Interpol sejak tahun 2014 (setelah 5 tahun).

Setelah itu, Prasetijo kembali meminta jatah kepada Tommy dengan mengatakan, "Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gw punya”. Keesokkan harinya,

Tommy memberikan uang 50.000 dollar AS kepada Prasetijo. Penyerahan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy masih terjadi pada 12 Mei 2020 dengan nominal 100.000 dollar AS dan 50.000 dollar AS pada 22 Mei 2020.

Baca juga: Promo Indomaret Heboh dan Super Hemat Diskon Besar hingga 15 November, Cek Daftarnya

Baca juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Hanya 3 Hari, Jika Sudah Lolos Segera Beli Pelatihan

Baca juga: Peruntungan Zodiak Selasa (3/11) - Aries Kemajuan Soal Uang Terbatas, Pisces Sakit Kaki Karena Stres

Adapun total uang yang diberikan Djoko Tjandra kepada Tommy sebesar Rp 500.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura. Atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus status DPO Djoko Tjandra.

Narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.

4. Kasus fatwa MA

Selain jenderal polisi, Djoko Tjandra didakwa memberikan 500.000 dollar Amerika Serikat kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

"Terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra memberikan uang sebesar 500.000 dollar AS dari sebesar 1 juta dollar AS yang dijanjikan kepada Pinangki Sirna Malasari sebagai jaksa dengan jabatan jabatan Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung," kata JPU Agung M Yusuf Putra dilansir dari Antara.

Suap diduga diberikan kepada Pinangki dalam rangka mengurus fatwa di MA.

Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus itu.

Djoko Tjandra juga didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama Jaksa Pinangki dan terdakwa lain, Andi Irfan Jaya.

Menurut jaksa, pemufakatan tersebut bertujuan agar pejabat di Kejagung dan MA memberikan fatwa yang diinginkan.

"Yaitu bermufakat jahat untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dollar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung," ucap jaksa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sidang Suap Miliaran Rupiah Djoko Tjandra: Dua Jenderal Polisi Minta Jatah, hingga Uang untuk "Petinggi Kita""

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved